Advertisement

Korupsi Makin Canggih, KPK Makin Lemah

Rahmat Jiwandono
Kamis, 03 Oktober 2019 - 21:57 WIB
Bhekti Suryani
Korupsi Makin Canggih, KPK Makin Lemah Ilustrasi. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depan dikhawatirkan tak akan bisa menjerat kasus korupsi dengan modus yang semakin canggih, menyusul revisi UU No.30/2002 tentang KPK yang telah disahkan DPR beberapa waktu lalu. UU KPK hasil revisi antara lain mengharuskan KPK mengajukan izin terlebih dahulu ke Dewan Pengawas sebelum menyadap percakapan tersangka korupsi.

Selama ini, kewenangan penyadapan menjadi senjata ampuh KPK mencokok para koruptor. Kepala Biro Perencanaan Peraturan dan Produk Hukum KPK, Rasamala Aritonang, dalam Diskusi Publik UU KPK yang digelar Universitas Sanata Dharma (USD) pada Kamis (3/10) mengonfirmasi hal tersebut.

Advertisement

Selama ini kata dia, publik hanya mengenal modus korupsi yang sangat sederhana seperti suap yang kerap diburu KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) dengan menggunakan senjata penyadapan.

Menurutnya ke depan, modus korupsi semakin canggih. Modus korupsi yang semakin canggih itu disebutkannya seperti perusahaan dengan banyak lapis (perusahaan cangkang) yang mengikuti berbagai proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah dan mendapat uang yang diputarkan di perusahaan itu.

“Lebih jauh misalnya, bagaimana kalau bentuk suap tidak lagi dalam bentuk cash melainkan crypto currency, bitcoin, ataupun uang-uang digital. Ketika kejahatan semakin canggih bagaimana bisa kewenangan yang tadi ada [seperti penyadapan tanpa izin] dihilangkan,” kata Rasamala Aritonang.
Itu sebabnya kata dia, KPK butuh kewenangan yang luar biasa pula untuk memberantas kejahatan kategori extraordinary crime tersebut. “Luasnya wewenang kami dibekali kewenangan penyadapan serta penyitaan tanpa izin pengadilan. Tujuannya supaya bisa menjerat kejahatan korupsi yang merupakan kejahatan terorganisasi,” tegasnya.

Adanya keharusan mengajukan izin sebelum penyadapan, serta berbagai aturan baru seperti keharusan pegawai KPK berstatus PNS membuat lembaga antirasuah ini tak lagi independen. Dikatakannya, UU No.30/2002 sebelum direvisi anggota DPR, telah menegaskan KPK adalah lembaga independen terbebas dari kekuasan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

“KPK bertanggunjawab kepada publik [bukan kepada Presiden, DPR atau lembaga peradilan],” kata dia.
Ia mengatakan setiap tahun KPK membuat laporan yang disampaikan kepada DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Presiden terkait dengan pertanggungjawabannya kepada publik. Hal itu tegas diatur dalam perundang-undangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Top 7 News Harianjogja.com Sabtu 20 April 2024: Normalisasi Tanjakan Clongop hingga Kuota CPNS

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement