Advertisement
Korupsi Makin Canggih, KPK Makin Lemah

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depan dikhawatirkan tak akan bisa menjerat kasus korupsi dengan modus yang semakin canggih, menyusul revisi UU No.30/2002 tentang KPK yang telah disahkan DPR beberapa waktu lalu. UU KPK hasil revisi antara lain mengharuskan KPK mengajukan izin terlebih dahulu ke Dewan Pengawas sebelum menyadap percakapan tersangka korupsi.
Selama ini, kewenangan penyadapan menjadi senjata ampuh KPK mencokok para koruptor. Kepala Biro Perencanaan Peraturan dan Produk Hukum KPK, Rasamala Aritonang, dalam Diskusi Publik UU KPK yang digelar Universitas Sanata Dharma (USD) pada Kamis (3/10) mengonfirmasi hal tersebut.
Advertisement
Selama ini kata dia, publik hanya mengenal modus korupsi yang sangat sederhana seperti suap yang kerap diburu KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) dengan menggunakan senjata penyadapan.
Menurutnya ke depan, modus korupsi semakin canggih. Modus korupsi yang semakin canggih itu disebutkannya seperti perusahaan dengan banyak lapis (perusahaan cangkang) yang mengikuti berbagai proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah dan mendapat uang yang diputarkan di perusahaan itu.
“Lebih jauh misalnya, bagaimana kalau bentuk suap tidak lagi dalam bentuk cash melainkan crypto currency, bitcoin, ataupun uang-uang digital. Ketika kejahatan semakin canggih bagaimana bisa kewenangan yang tadi ada [seperti penyadapan tanpa izin] dihilangkan,” kata Rasamala Aritonang.
Itu sebabnya kata dia, KPK butuh kewenangan yang luar biasa pula untuk memberantas kejahatan kategori extraordinary crime tersebut. “Luasnya wewenang kami dibekali kewenangan penyadapan serta penyitaan tanpa izin pengadilan. Tujuannya supaya bisa menjerat kejahatan korupsi yang merupakan kejahatan terorganisasi,” tegasnya.
Adanya keharusan mengajukan izin sebelum penyadapan, serta berbagai aturan baru seperti keharusan pegawai KPK berstatus PNS membuat lembaga antirasuah ini tak lagi independen. Dikatakannya, UU No.30/2002 sebelum direvisi anggota DPR, telah menegaskan KPK adalah lembaga independen terbebas dari kekuasan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
“KPK bertanggunjawab kepada publik [bukan kepada Presiden, DPR atau lembaga peradilan],” kata dia.
Ia mengatakan setiap tahun KPK membuat laporan yang disampaikan kepada DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Presiden terkait dengan pertanggungjawabannya kepada publik. Hal itu tegas diatur dalam perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
- Indonesia Siap Borong Alutsista dari AS
Advertisement

Pekerja di DIY Dukung SE Larangan Penahanan Ijazah, Ini Alasannya
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- 3 Event Balap Akan Digelar di Sirkuit Mandalika di Bulan Juli 2025
- Bayar PBB Kini Bisa Gunakan Aplikasi Lokal, Ini Caranya
- 500 Ribu Orang Terdampak Aksi Mogok Petugas di Bandara Prancis
- 29 Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Masih Belum Ditemukan, SAR Lanjutkan Pencarian
- Gempa Jepang: Warga Panik dengan Ramalan Komik Manga, Pemerintah Setempat Bantah Ada Keterkaitan
- Kebakaran di California AS Meluas hingga 70.800 Hektare Lahan
- 1.469 Guru Siap Mengajar di 100 Sekolah Rakyat
Advertisement
Advertisement