Advertisement
Pengamat: DPR Dahulukan Revisi UU KPK daripada UU Prolegnas Itu Keliru
Ekspresi sejumlah angggota DPR saat menyerahkan pandangan tertulis fraksi terkait Revisi UU KPK pada Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019). - ANTARA FOTO / Puspa Perwitasari
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Sederet kritikan tentang rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bermunculan dari berbagai kalangan, salah satunya pengamat.
Munculnya kesepakatan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai cerminan bahwa DPR tidak fokus dalam bekerja.
Advertisement
Rencana revisi UU No. 30/2002 tentang KPK sebelumnya disepakati semua fraksi sebagai RUU atas usulan inisiatif DPR untuk kemudian akan dibahas bersama pemerintah di kemudian hari.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan dipengujung masa bakti DPR periode 2014-2019 ini, seharusnya badan legislasi DPR dapat membahas RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2019.
Adapun revisi UU KPK, menurutnya, sama sekali tidak termasuk dalam prioritas pembahasan.
"Menjadi kekeliruan apabila DPR tiba-tiba mendahulukan merevisi UU KPK ketimbang mendahulukan membahas UU Prolegnas prioritas," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/9/2019).
Feri mengaku memang DPR dan Presiden dapat dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Isinya adalah menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas, yang mencakup beberapa hal di antaranya untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam.
Selain itu, mencakup keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atau RUU yang dapat disetujui bersama oleh kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menyatakan bahwa pembahasan tentang revisi UU KPK oleh DPR tidak memenuhi unsur yang diatur dalam pasal tersebut.
"Sehingga selain tidak fokus dengan mengabaikan pembahasan UU prioritas prolegnas, DPR juga melanggar UU dalam pembentukan dan revisi terhadap sebuah peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Di sisi lain, dia dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya dalam hal ini PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas menolak segala bentuk pelemahan KPK termasuk melalui revisi UU KPK yang memiliki permasalahan secara formiil dan materiil.
"Presiden Joko Widodo harus mengambil sikap dengan mengirimkan Surpres kepada DPR untuk menghentikan pembahasan dan rencana revisi terhadap UU KPK," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Hunian Korban Bencana Sumatera Bakal Dibangun di Lahan Negara
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
Advertisement
Tuwanggana Sleman Diperkuat untuk Serap Aspirasi Warga Kalurahan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Golongan Darah A Disebut Punya Risiko Stroke Dini Lebih Tinggi
- Nataru Lancar, Kontraktor Tol Jogja-Solo Tambal Jalan dan Stop Truk
- Izin Pemanfaatan Hutan 1 Juta Ha Dicabut karena Merusak Lingkungan
- Pemprov DKI Renovasi Kios Pedagang Korban Kebakaran Kramat Jati
- Unggahan Atalia Praratya Banjir Dukungan Usai Kabar Gugatan Cerai
- Viral Dugaan Klitih Ngampilan, Polisi Kumpulkan Saksi
- Agak Laen Masih Puncaki Box Office Meski Penonton Turun
Advertisement
Advertisement




