Advertisement
Hanya 5% Masyarakat Percaya Pilpres 2019 Tidak Jujur & Adil Sama Sekali

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Survei terbaru Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) mengungkap mayoritas masyarakat masih percaya pemilu serentak 2019 berjalan jujur, adil, bebas, langsung, dan rahasia. Bahkan, hanya 5% khalayak yang menilai Pilpres 2019 tidak jujur dan adil (jurdil) sama sekali.
Dalam survei yang digelar di seantero Tanah Air dengan 1.220 responden ini, terungkap bahwa masyarakat puas pada jalannya pemilu legislatif (pileg), maupun pemilu presiden (pilpres).
Untuk pileg, 13% responden berpendapat penyelenggaraannya sangat jurdil, 55% cukup jurdil, 23% kurang jurdil, sementara 5% berpendapat tidak jurdil sama sekali.
Sedangkan untuk pilpres, 14% responden berpendapat penyelenggaraannya sangat jurdil, 55% cukup jurdil, 22% kurang jurdil, sementara 5% berpendapat pilpres 2019 tidak jurdil sama sekali.
"Jadi anggapan bahwa Pemilu 2019 tidak berlangsung jurdil tidak sejalan dengan penilaian mayoritas warga Indonesia," ujar Direktur Program SMRC, Sirojudin Abbas di Kantor SMRC, Minggu (16/6/2019).
Kendati demikian, Abbas mengungkap persepsi jurdil masyarakat terhadap hasil pemilu 2019, ternyata mengalami penurunan dari pemilu sebelumnya.
Sebelumnya, 73,1% masyarakat menganggap Pemilu 2004 jurdil, kemudian 67,1% pada Pemilu 2009, sempat naik menjadi 70,7% pada 2014, dan kembali turun pada pemilu 2019 menjadi 69% .
Selain itu, indeks kepuasan terhadap demokrasi pun anjlok. Sebanyak 7% responden mengaku sangat puas, 59% cukup puas, 26% kurang puas, dan 4% tidak puas terhadap penyelenggaraan demokrasi.
"Sejak Januari 2019, sebanyak 69 persen responden mengaku puas dengan proses demokrasi. Meningkat menjadi 72 persen pada Februari dan 74 persen pada April, tapi turun menjadi 66 persen di periode Mei-Juni ini," tambahnya.
Abbas mengungkap, penurunan kepuasan terhadap demokrasi ini merupakan konsekuensi dari beberapa indikator yang tampak memburuk dibandingkan hasil survei periode sebelumnya atau periode pemilu 2014.
Misalnya, tingkat ketakutan masyarakat untuk bicara politik dari 17 persen menjadi 43 persen. Kemudian, masyarakat yang semakin takut pada perlakuan semena-mena dari aparat penegak hukum pun meningkat, dari 24 persen menjadi 38 persen.
Sementara, anggapan masyarakat bahwa pemerintah kerap mengabaikan konstitusi cenderung stagnan di 28 persen. Tetapi, ketakutan masyarakat untuk berorganisasi meningkat dari 10 persen menjadi 21 persen. Ketakutan masyarakat menjalankan ajaran agama secara bebas pun meningkat, dari 7 persen menjadi 25 persen.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
- Indonesia Siap Borong Alutsista dari AS
Advertisement

Tegas! UGM Tolak Peserta Masuk Ujian Mandiri yang Tak Sesuai Aturan
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- 3 Event Balap Akan Digelar di Sirkuit Mandalika di Bulan Juli 2025
- Bayar PBB Kini Bisa Gunakan Aplikasi Lokal, Ini Caranya
- 500 Ribu Orang Terdampak Aksi Mogok Petugas di Bandara Prancis
- 29 Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Masih Belum Ditemukan, SAR Lanjutkan Pencarian
- Gempa Jepang: Warga Panik dengan Ramalan Komik Manga, Pemerintah Setempat Bantah Ada Keterkaitan
- Kebakaran di California AS Meluas hingga 70.800 Hektare Lahan
- 1.469 Guru Siap Mengajar di 100 Sekolah Rakyat
Advertisement
Advertisement