Advertisement
Tak Boleh Dilakukan Sepihak, Ini Besaran Pesangon PHK Sesuai Perppu Ciptaker

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menekankan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dilakukan atas persetujuan pengusaha dan pekerja, tidak boleh secara sepihak, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI JSK) Kemenaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan ketentuan tersebut telah tercatat dalam Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja.
Advertisement
“PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja/buruh dan pekerja/buruh memberikan persetujuan atas PHK tersebut,” kata dia, Jumat (6/1/2023).
Sementara itu, dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu keputusan PHK dan menolaknya, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
BACA JUGA: Perppu Cipta Kerja Diminta Dicabut Karena Tak Penuhi Unsur Kegentingan Memaksa
Jika dalam praktiknya menggunakan perundingan biaprtit tidak kunjung mendapatkan titik terang, wajib melakukan penyelesaian melalui mekanisme yang telah diatur dalam UU No.2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
"Bila terjadi perselisihan PHK, diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU No.2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial," ujarnya.
Pada dasarnya, pengusaha, pekerja/buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK. Apabila mencapai kesepakatan untuk PHK, dalam Pasal 156 Perppu Cipta Kerja juga telah disebutkan bahwa pengusaha wajib membayar uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Besaran pesangon jika pekerja kena PHK:
1. Masa kerja kurang dari satu tahun - satu bulan upah.
2. Masa kerja satu tahun - dua bulan upah.
3. Masa kerja dua tahun - tiga bulan upah.
4. Masa kerja tiga tahun - empat bulan upah.
5. Masa kerja empat tahun - lima bulan upah.
6. Masa kerja lima tahun - enam bulan upah.
7. Masa kerja enam tahun - tujuh bulan upah.
8. Masa kerja tujuh tahun - delapan bulan upah;
9. Masa kerja delapan tahun atau lebih - sembilan bulan upah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
- Indonesia Siap Borong Alutsista dari AS
Advertisement

Perizinan Penambangan di DIY Dibatasi Sebulan, Penggunaan Alat Disesuaikan dengan Lokasi Tambang
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- 3 Event Balap Akan Digelar di Sirkuit Mandalika di Bulan Juli 2025
- 500 Ribu Orang Terdampak Aksi Mogok Petugas di Bandara Prancis
- 29 Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Masih Belum Ditemukan, SAR Lanjutkan Pencarian
- Gempa Jepang: Warga Panik dengan Ramalan Komik Manga, Pemerintah Setempat Bantah Ada Keterkaitan
- Kebakaran di California AS Meluas hingga 70.800 Hektare Lahan
- 1.469 Guru Siap Mengajar di 100 Sekolah Rakyat
- Hamas Sambut Baik Rencana Gencatan Senjata dengan Israel
Advertisement
Advertisement