Advertisement
Positivity Rate Covid Indonesia Sangat Tinggi, Ini 3 Penyebabnya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Tingkat penularan kasus positif atau positivity rate Covid-19 menjadi salah satu indikator penting dalam penanganan pandemi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, positivity rate dihitung dengan membandingkan jumlah orang yang positif dengan jumlah orang yang diperiksa.
Advertisement
"Dalam kondisi normal, angka positivity rate saat ini masih tinggi, yakni mencapai 38,34 persen. Angka tersebut masih jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia [WHO] di bawah 5 persen," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan resmi, Kamis (18/2/2021).
Dia menyampaikan tiga hipotesis terhadap tingginya positivity rate di Indonesia. Pertama, banyak data mengenai hasil tes usap (PCR) yang hasilnya negatif belum langsung dikirim ke pusat sehingga data yang diterima itu lebih banyak data yang positif.
Setelah dicek ke beberapa rumah sakit dan laboratorium, penyebabnya cara memasukkan data ke sistem aplikasi dinilai rumit. Akibatnya, rumah sakit dan laboratorium lebih banyak memasukkan data positif dulu, sementara data hasil negatif belum di-input.
“Menurut mereka yang penting adalah data positif agar bisa diisolasi. Itu yang mengakibatkan positivity rate-nya naik,” ujar Budi.
Budi mengatakan Kemenkes telah memperbaiki sistem aplikasi tersebut sehingga akan memudahkan semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk memasukkan laporan secara otomatis.
Kedua, kemungkinan kasus positif sudah lebih banyak sedangkan tes ke masyarakat justru sedikit. Menurutnya, untuk mencapai hipotesa ini pihaknya akan meningkatkan jumlah pemeriksaan sejalan dengan penerapan program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro menggunakan Rapid Tes Antigen untuk memperluas cakupan target pemeriksaan.
“Kami ingin lebih banyak mendeteksi kasus positif. Semakin luas cakupan target pemeriksaan, sehingga positivity rate yang ada lebih menggambarkan kondisi yang sesungguhnya," imbuhnya.
Hipotesa terakhir, yaitu banyak laboratorium yang belum konsisten memasukkan laporan kepada Kemenkes. Budi mengatakan perlu komunikasi yang baik dengan para peneliti Covid-19 di seluruh Indonesia. Hal itu dilakukan untuk memastikan agar mereka disiplin dan memasukkan data yang lengkap serta tepat waktu.
“Dengan demikian, pemerintah bisa melihat data positivity rate yang sebenarnya. Targetnya agar kami bisa mengambil keputusan dan kebijakan yang lebih tepat,” ungkap Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Profil Eddie Nalapraya, Bapak Pencak Silat Dunia yang Wafat di Usia 93 Tahun
- BNN Ungkap Wilayah Pesisir dan Perbatasan Rawan Peredaran Narkoba, Begini Polanya
- Seorang Perawat Rumah Sakit di Cirebon Diduga Lecehkan Remaja Disabilitas, Polisi Periksa 11 Saksi
- Mensos Usahakan Siswa Lulusan Sekolah Rakyat Dapat Beasiswa
- Dukung Pengamanan Kejaksaan oleh TNI, Wakil Ketua Komisi 1 DPR: Untuk Efektifkan Penegakan Hukum
Advertisement

Bupati Gunungkidul Ajak Warga Sulap Emperan Rumah Jadi Lahan Produktif
Advertisement

Destinasi Kepulauan Seribu Ramai Dikunjungi Wisatawan, Ini Tarif Penyeberangannya
Advertisement
Berita Populer
- Seorang Perawat Rumah Sakit di Cirebon Diduga Lecehkan Remaja Disabilitas, Polisi Periksa 11 Saksi
- Sekeluarga Tertimbun Tebing Longsor di Samarinda, Dua Meninggal Dunia, 2 Masih dalam Pencarian
- Presiden Prancis Emmanuel Macron Dituduh Pakai Narkoba Saat ke Ukraina, Ini Tanggapan Kantor Kepresidenan
- Menham Natalius Pigai Dukung Pendidikan Militer Ala Dedi Mulyadi
- Krisis Kemanuasiaan Kian Parah di Gaza, Prancis Minta Perjanjian Uni Eropa-Israel Dievaluasi
- SETARA Nilai Pengerahan Prajurit TNI Jaga Kejaksaan Langgar Konstitusi
- BNN Ungkap Wilayah Pesisir dan Perbatasan Rawan Peredaran Narkoba, Begini Polanya
Advertisement