Advertisement
Amerika Lancarkan Serangan Siber ke Iran
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah melancarkan operasi siber rahasia terhadap Iran menyusul serangan atas fasilitas minyak Arab Saudi pada 14 September.
Mengutip informasi dari dua pejabat pemerintah AS yang identitasnya dirahasiakan, Reuters melaporkan bahwa operasi itu terjadi pada akhir September dan membidik kemampuan Teheran untuk menyebarkan "propaganda".
Advertisement
Salah satu pejabat mengatakan operasi tersebut mempengaruhi perangkat keras fisik. Langkah ini menyoroti bagaimana pemerintahan Presiden Donald Trump telah berupaya untuk melawan apa yang dipandangnya sebagai agresi Iran tanpa memicu konflik lebih luas.
Operasi siber ini juga tampak lebih terbatas ketimbang operasi semacam itu terhadap Iran tahun ini pascajatuhnya pesawat tak berawak Amerika pada bulan Juni dan serangan yang diduga dilakukan oleh Garda Revolusi Iran terhadap tanker minyak di kawasan Teluk pada Mei.
Bersama Arab Saudi, pemerintah AS, Inggris, Prancis, dan Jerman secara terbuka menuduh Iran menjadi dalang serangan 14 September. Iran sendiri telah tegas menyangkal keterlibatannya dalam serangan itu.
Pihak Pentagon AS terang-terangan merespons hal ini dengan mengirimkan ribuan pasukan dan peralatan tambahan untuk meningkatkan pertahanan Arab Saudi. Namun, Pentagon menolak berkomentar tentang serangan siber oleh AS.
“Mengingat sifat kebijakan dan untuk keamanan operasional, kami tidak membahas operasi dunia siber, intelijen, ataupun perencanaan,” ujar juru bicara Pentagon, Elissa Smith, seperti dilansir melalui Reuters (Rabu, 16/10/2019).
Dampak operasi ini sendiri, jika memang terjadi, bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk ditentukan. Tapi serangan dunia siber dipandang sebagai opsi yang kurang provokatif di bawah ambang perang.
“Anda bisa melakukan kerusakan tanpa membunuh orang atau meledakkannya. Ini menambahkan opsi pada sarana yang belum pernah kita miliki sebelumnya dan kesediaan kita untuk menggunakannya adalah penting,” terang James Lewis, pakar dunia maya di Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington.
Lewis menambahkan bahwa mungkin sulit untuk mencegah tindakan Iran dengan serangan militer konvensional sekalipun.
Ketegangan di Teluk telah meningkat tajam sejak Mei 2018, ketika Trump menarik AS dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action) 2015 dengan Teheran yang membatasi program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Rumah Tua di Kawasan Pecinan Semarang Kubur 5 Panghuninya, 1 Orang MD
- Wabah Flu Burung Jerman Berpotensi Menyebar ke Negara Tetangga Eropa
- Diguyur Hujan Deras, Semarang Kembali Banjir
- Tokoh hingga Sultan dari Berbagai Daerah Mendeklarasikan FKN
- Ketum Muhammadiyah Berharap Generasi Muda Mewarisi Nilai Sumpah Pemuda
Advertisement
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Trauma, Sejumlah Pelajar di DIY Mulai Menolak Menerima Menu MGB
- Dua Truk dan Satu Bus Terlibat Kecelakaan di Jalan Solo
- KPK Tetapkan Empat Tersangka Baru Korupsi Dinas PUPR Kabupaten OKU
- Wabah Flu Burung Jerman Berpotensi Menyebar ke Negara Tetangga Eropa
- Gaya Koboi Menkeu Purbaya Mulai Disoroti Banyak Pihak
- Pemkot Jogja Masih Tunggu Juknis Penetapan UMK
- Mendikdasmen Bakal Kaji Pengajaran Bahasa Portugis di Sekolah
Advertisement
Advertisement




