Advertisement
Kasus Pemerkosaan di RSHS Bandung, Pakar Soroti Perlunya Pengawasan Akses Obat Anestesi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pengamat manajemen kesehatan lulusan Universitas Airlangga Puspita Wijayanti, menilai kekerasan seksual dilakukan seorang dokter residen di RSHS Bandung bukan hanya persoalan kriminal. Akan tetapi menjadi pintu masuk untuk menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh, salah satunya terkait akses peserta PPDS ke obat-obatan berisiko tinggi, anestesi.
"Obat anestesi termasuk dalam kategori high alert medication, yakni obat yang berisiko tinggi menyebabkan cedera serius atau kematian jika digunakan secara tidak tepat. Karena itu, pengelolaannya harus ketat, transparan, terdokumentasi, dan terbatas hanya untuk tenaga medis yang berwenang," kata Puspita dilansir Antara, Kamis (10/4/2025).
Advertisement
Ia menyebutkan dalam kasus ini yang perlu diperhatikan adalah seorang peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) tidak seharusnya memiliki akses bebas terhadap obat anestesi, apalagi menggunakannya di luar kerangka pelayanan pasien yang sah.
Apabila hal itu terjadi, maka ada dua pelanggaran besar, yakni akses tidak sah terhadap obat berisiko tinggi, dan penggunaan tanpa otorisasi klinis.
Di Indonesia, penggunaan anestesi diatur dalam berbagai regulasi, antara lain UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, di mana sebagian obat anestesi dikategorikan sebagai obat keras dan narkotika tertentu, yang penggunaannya tanpa izin atau tanpa indikasi dapat dikenai sanksi pidana.
Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kefarmasian di RS yang mengharuskan obat high-alert disimpan dalam sistem tertutup, diberi label khusus, dan penggunaannya melibatkan verifikasi ganda serta dokumentasi lengkap dalam logistik dan rekam medis pasien.
BACA JUGA: Kemenkes Minta STR Dokter PPDS Dicabut
Standar internasional seperti Joint Commission International (JCI) dan pedoman Institute for Safe Medication Practices (ISMP) pun menegaskan bahwa obat-obatan seperti anestesi hanya boleh diakses melalui akses terbatas, bersertifikasi, dan bisa dilacak (traceable). Standar-standar itu, katanya, juga menekankan pentingnya pengawasan farmasis dan pembimbing klinik, khususnya dalam konteks rumah sakit pendidikan.
“Jika obat anestesi bisa keluar dari sistem distribusi resmi dan digunakan tanpa supervisi, maka itu bukan hanya kelalaian individu. Itu adalah tanda kegagalan struktural dari tata kelola obat, sistem pelaporan, hingga pengawasan klinis,” ujarnya.
Puspita mengaku prihatin atas kasus tersebut. Oleh karena itu, dia pun menyarankan agar sistem pengelolaan obat di RS pendidikan segera diperkuat dengan sejumlah langkah, seperti audit menyeluruh sistem logistik anestesi dan obat risiko tinggi berbasis teknologi (e-logbook, sistem fingerprint/OTP).
"Pembatasan akses hanya untuk tenaga medis definitif yang sudah tersertifikasi dan terverifikasi digital. Penerapan sistem recheck farmasi oleh dua pihak untuk setiap pengeluaran obat risiko tinggi," ujarnya.
Penegakan kewajiban pendampingan klinis bagi peserta didik yang menjalankan tindakan medis, termasuk dalam penggunaan obat. “Obat bukan sekadar barang medis. Ia bisa menjadi alat kekuasaan, ancaman, bahkan senjata jika sistem gagal menjaganya,” ujar dia.
Sebelumnya, Universitas Padjadjaran (Unpad) mengeluarkan seorang dokter yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus kekerasan seksual terhadap keluarga pasien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kepala Desa Diminta Mendata Sarjana yang Menganggur, Mendes PDT: untuk Kelola Kopdes Merah Putih
- Saat Kunker di Yordania, Prabowo Rayakan Ulang Tahun Seskab Teddy Indra Wijaya
- Kasus Suap Ketua PN Jaksel, Hardjuno: Perampokan Keadilan Paling Brutal
- 1.084 Pendatang Pindah ke Jakarta Selatan Pascalibur Lebaran
- Tabung Gas Meledak, Satu Rumah di Jakarta
Advertisement

Jaringan Makan Bergizi Gratis Terus Bertambah, Kini Dapur Sehat Dibangun di Gedangsari
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jelang Musim Haji, Akses Umrah Ditutup Mulai 13 April 2025
- Suap Ketua PN Jaksel Terungkap dari Barang Bukti Kasus Ronald Tannur
- Menag Nasaruddin: Indonesia Peroleh Tambahan Kuota Petugas Haji Jadi 4.420 Orang
- Edarkan Uang Palsu, Mantan Artis Kolosal Sekar Arum Widara Ditangkap Polisi
- Pendakian Gunung Gede-Pangrango Masih Ditutup hingga 21 April 2025
- 1.084 Pendatang Pindah ke Jakarta Selatan Pascalibur Lebaran
- Kejagung Periksa 2 Hakim Terkait Suap Putusan Terdakwa Korupsi Minyak Goreng
Advertisement