27.000 Warga Sipil Indonesia Punya Senjata Api
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sekitar 27.000 warga sipil di Indonesia memiliki senjata api bela diri. Namun yang mendaftar ke Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri Indonesia (PERIKHSA) tidak lebih dari 300 pengguna.
Hal ini disampaikan Ketua Umum PERIKHSA sekaligus Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Menurut Bamsoet, belum semua pemilik senjata api bela diri sadar dan paham penggunaannya. Melalui para pengurus PERIKHSA, dia berharap adanya upaya sosialisasi penggunaan senjata api bela diri.
Advertisement
"Ini yang harus kami sosialisasikan, kami harus mengingatkan mereka yang 27.000 ini bahwa saudara memegang senjata api bela diri ini ada aturannya, di samping tidak sekadar mengokang, mengarahkan, dan menembak, tetapi juga tata cara, hukumnya harus pahami," kata Bamsoet saat melantik Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PERIKHSA Jawa Timur dan Bali di Jakarta, Sabtu (27/7/2024).
BACA JUGA : Pelaku Pembawa Senjata di Jalanan Sleman Dibekuk, Motifnya Ternyata Asmara
Pengguna senjata api bela diri juga perlu senantiasa berlatih dan mengasah keterampilannya. Hal ini agar niatan punya senjata bela diri untuk menjaga harkat, martabat, nyawa, kehormatan, tidak berujung masuk penjara. Dalam beberapa kasus, pemilik senjata api dipidana karena dalam keadaan terpaksa menggunakan senjata api, misalnya untuk menembak perampok hingga tewas.
"Padahal, seharusnya kalau kita sudah punya aturan yang jelas secara rigid tentang tata cara penggunaan senjata api, ini tidak ada lagi intepretasi yang macam-macam dalam memberikan pasal penggunaan senjata api secara terpaksa dalam rangka membela diri," katanya.
Aturan Dianggap Belum Spesifik
Bamsoet mengatakan aturan kepemilikan senjata api di Indonesia salah satunya telah tertuang di dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Namun hingga saat ini masih belum ada aturan lebih lanjut tentang teknis seorang pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri (Ikhsa) bisa menggunakan senjata apinya. Hal ini termasuk tahapan penggunaannya, seperti dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan.
"Sehingga seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak. Baik dari sisi pemilik Ikhsa sendiri, maupun dari sisi kepolisian. Karena itu, revisi UU Darurat No 12 tahun 1951 dan penerbitan Peraturan Pemerintah atau PP sangat penting," kata Bamsoet.
Pada dasarnya, kepemilikan senjata api bela diri oleh warga sipil untuk keperluan membela diri, baik keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri atau orang lain. Penggunaan senjata api bela diri merupakan legal hanya dalam keadaan tertentu, seperti keadaan bela paksa (noodweer), bela paksa berlebih (noodweer excess maupun keadaan darurat (overmacht), sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Beberapa waktu lalu, rancangan naskah akademik Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Senjata Api Beladiri Sipil Non-Organik TNI atau Polri, yang disiapkan DPP Perikhsa sudah diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM RI. Naskah akademik untuk revisi UU Darurat No 12 tahun 1951 juga sudah disiapkan. Semoga bisa diajukan menjadi RUU inisiatif DPR pada periode 2024-2029 mendatang," kata Bamsoe
Komponen Cadangan
Pemilik senjata api bela diri yang sudah dilantik akan masuk dalam komponen cadangan. Ketua Umum PERIKHSA, Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan anggota PERIKHSA yang juga pemilik senjata api bela diri bukan lagi sebagai warga negara biasa. Mereka sudah mengantongi izin khusus.
Para pemilik senjata api ini masuk dalam kategori komponen cadangan yang dipersenjatai. Dalam keadaan darurat, mereka akan dibutuhkan oleh negara untuk membantu. "Ketika negara dalam keadaan gawat menghadapi terorisme, penjajah, dan seterusnya saudara-saudara harus sadar ketika saudara mengantongi izin, saudara sudah menjadi komponen bela negara," katanya.
Kriminolog, Josias Simon, mengatakan kepemilikan senjata api bela diri di Indonesia legal namun perlu izin khusus. Pengeluaran izin cukup terbatas dan ketat. Salah satu tujuannya agar tidak ada penyalahgunaan senjata api.
"Pembatasan izin dan kepemilikan senjata di Indonesia ini juga disebabkan karena pengalaman sejarah Indonesia. Sejak perang kemerdekaan dulu, kita tahu bahwa penggunaan senjata itu memberi banyak dampak kurang baik. Hal ini memang menunjukkan senjata api sebaiknya dibatasi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Eko Suwanto Sebut Cawali Jogja Hasto Wardoyo Punya Semangat Melayani Rakyat & Anti Korupsi
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Ketua MPR: Presiden Prabowo Disegani Saat Tampil di G20 Paparkan Hilirisasi SDA
- BRIN Usulkan Pemanfaatan Data Satelit dan Kecerdasan Buatan untuk Penanganan Bencana
- Anies Baswedan Diprediksi Mampu Dongkrak Elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno
- Inggris Dukung Indonesia Tambah Kapal Tangkap Ikan
- Presiden Prabowo dan PM Inggris Sepakat Dukung Gencatan Senjata di Gaza
- RUU Tax Amnesty Tiba-tiba Masuk Prolegnas, Pengamat: Prioritas Saat Ini Justru RUU Perampasan Aset
- Bareskrim Polri Pulangkan DPO Judi Online Situs W88 dari Filipina
Advertisement
Advertisement