Advertisement

Promo November

Pemanasan Global Justru Hasilkan Gandum Lebih Banyak, Benarkah?

Lajeng Padmaratri
Sabtu, 27 Agustus 2022 - 22:27 WIB
Arief Junianto
Pemanasan Global Justru Hasilkan Gandum Lebih Banyak, Benarkah? Ilustrasi perubahan iklim. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Rupanya, pemanasan Bumi berdampak positif bagi petani gandum. Sebuah studi baru memperkirakan bahwa harga global untuk biji-bijian akan menunjukkan lonjakan yang lebih tajam pada pemanasan suhu 2 derajat Celsius meskipun terdapat sedikit peningkatan produksi.

Dilansir dari Antara, Perjanjian Iklim Paris (Paris Climate Agreement) bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat Celsius. Para ilmuwan percaya bahwa bahkan jika target itu terpenuhi, pemanasan global akan mengubah hasil panen dan harga gandum di tahun-tahun mendatang.

Advertisement

Gandum merupakan tanaman biji-bijian utama di dunia. Komoditas ini mengandung 20% protein dan kalori untuk lebih dari 3,5 miliar penduduk di seluruh dunia.

BACA JUGA: WNI Tewas Diduga Ditembak Tentara Papua Nugini, Pemerintah Siap Ambil Tindakan

Tidak seperti penelitian sebelumnya mengenai dampak iklim yang berfokus pada hasil panen saja, studi baru yang diterbitkan dalam jurnal One Earth tersebut mendemonstrasikan sebuah sistem model iklim-gandum-ekonomi baru.

Hal ini memungkinkan para ilmuwan untuk memperkirakan dampak dari kedua kondisi iklim dan peristiwa ekstrem pada hasil panen dan harga gandum, serta rantai permintaan-suplai gandum secara global.

Para peneliti dari 13 lembaga di seluruh dunia mengerjakan penelitian itu. Mereka mengungkapkan bahwa di bawah pemanasan suhu 2 derajat Celsius, tingginya fertilisasi karbon dioksida akan mengompensasi naiknya tekanan pemanasan, yang menghasilkan peningkatan 1,7% dalam hasil panen gandum global.

Meski demikian, hasil panen gandum yang lebih banyak tidak akan menghasilkan harga konsumen yang lebih rendah. Menurut penelitian tersebut, hasil panen gandum cenderung meningkat di lintang tinggi dan menurun di lintang rendah. Hal tersebut akan menyebabkan harga gandum berubah secara tidak merata, yang meningkatkan ketidaksetaraan yang ada.

Model tersebut memprediksi bahwa hasil panen akan meningkat di negara dan wilayah berlintang tinggi, seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, dan sebagian besar Eropa utara. Namun, di negara-negara seperti Mesir, India, dan Venezuela, hasil panen gandum cenderung turun di beberapa daerah lebih dari 15%.

"Dengan perubahan hasil panen ini, posisi perdagangan tradisional pasar gandum bisa semakin mendalam. Hal ini dapat menyebabkan daerah pengimpor gandum di lintang rendah, seperti Asia Selatan dan Afrika Utara, mengalami lonjakan harga gandum yang lebih sering dan lebih tajam dibandingkan negara-negara pengekspor gandum," sebut Zhang Tianyi, pemimpin penelitian tersebut dari Institut Fisika Atmosfer di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Science/CAS).

Perubahan-perubahan ini secara lebih lanjut menunjukkan bahwa negara-negara yang mengandalkan impor gandum akan membayar lebih untuk tanaman pangan penting di masa depan, dan harga gandum di pasar global akan menjadi lebih tidak stabil serta memperburuk ketidaksetaraan yang ada.

BACA JUGA: Kota-kota Ini Terancam Tenggelam karena Pemanasan Global, Jakarta Salah Satunya

Hal-hal ini juga akan menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin lebar bagi petani. Studi itu mencatat mereka akan mengangkat pendapatan eksportir gandum namun menurunkan pendapatan importir.

Zhang bersama timnya berharap bahwa prediksi mereka akan mendorong aksi global. "Membantu meningkatkan swasembada pangan biji-bijian di negara-negara berkembang sangat penting untuk ketahanan pangan global," katanya.

Ekspor Gandum 

Sementara itu, PBB menyebut perang di Ukraina yang telah menghentikan ekspor gandumnya akan membuat harga global tetap tinggi hingga musim 2022/2023, bahkan menempatkan jutaan orang lagi dalam risiko kekurangan gizi.

Rusia dan Ukraina adalah eksportir gandum yang masing-masing menyumbang 20% ​​dan 10% dari penjualan global, tetapi invasi Rusia ke Ukraina dan penutupan Laut Azov dan Laut Hitam, hampir menghentikan ekspor.

Meski sama-sama produsen gandum, namun dua negara itu bukanlah produsen ekspor terbesar di dunia. Justru negara China yang merupakan produsen gandum terbesar di dunia.

Dikutip dari Bisnis, sebagai produsen gandum terbesar di dunia, China memainkan peran penting dalam membentuk dinamika pasar gandum di seluruh dunia. Sekitar 126 juta metrik ton gandum diproduksi China setiap tahun, di atas lahan seluas 24 juta hektar. Gandum berfungsi sebagai salah satu makanan pokok penduduk China, dengan pangsa 40% dari konsumsi biji-bijian di negara ini.

Di urutan kedua, India memegang peranan penting sebagai produsen ekspor gandum terbesar di dunia. Gandum adalah tanaman pangan budi daya terpenting kedua di India setelah beras.

Gandum dikonsumsi ratusan juta orang India setiap hari dan menjadi makanan pokok sangat penting di negara bagian utara dan barat laut negara itu, seperti di dekat perbatasan Pakistan. India menyumbang sekitar 8,7% total produksi gandum di dunia.

Sebanyak 13% dari semua lahan budi daya di India didedikasikan untuk budi daya gandum. Pengenalan rencana "Revolusi Hijau" menyebabkan peningkatan besar-besaran dalam produksi gandum, dengan dua kali lipat hasil gandum nasional terlihat dalam satu dekade antara tahun 1960 dan 1970.

Di urutan ketiga, baru ditempati Rusia yang menanam gandum musim dingin sebagai varietas utamanya. Deretan negara penghasil gandum selanjutnya ialah Amerika Serikat, Prancis, Australia, Kanada, Pakistan, Ukraina, dan Jerman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Kampenye Akbar Heroe-Pena Libatkan Ribuan Warga

Jogja
| Sabtu, 23 November 2024, 06:37 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement