Advertisement
Demi Demokrasi, Jokowi Tak Perlu Menambah Partai Koalisi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iding Rosyidin, menyebut Joko Widodo dan Ma'ruf tak perlu menambah partai koalisi demi demokrasi yang sehat.
"Kalau kita berbicara soal perspektif demokrasi, menurut saya tidak terlalu penting [koalisinya] harus besar karena kalau oposisinya kecil, check and balances-nya kurang," ujar Iding dikutip dari Antara, Senin (1/7/2019).
Advertisement
Iding mencontohkan sebaiknya PAN yang sejak awal mendukung Prabowo-Sandi tidak bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma’ruf. Sementara, Demokrat, kata Iding. sejak awal bergabung dalam koalisi Prabowo hanya untuk memenuhi persyaratan Prabowo untuk maju pada pencalonan Pilpres 2019.
"Kalau Demokrat kan meskipun dia di koalisi [Prabowo-Sandi], kemarin kan sekadar memenuhi persyaratan, tidak sepenuhnya kelihatan Demokrat itu," ucapnya.
Di sisi lain, secara hitungan kursi parlemen, koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin sudah unggul. Dengan demikian, penambahan partai koalisi tidak terlalu diperlukan.
Sementara itu, keputusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk tetap menjadi partai oposisi dinilai Iding sudah tepat.
"PKS itu kan dia kekuatan menengah. Sebetulnya PKS juga menurut saya bagus di oposisi dengan Gerindra dengan kemenangan calegnya yang lumayan 10 persen itu pencapaian tertinggi bagi PKS,” jelasnya.
Namun, Iding menegaskan oposisi yang tepat adalah oposisi yang dapat memberikan kritik sekaligus solusi, bukan kritik yang terkesan "nyinyir".
Ia mencontohkan ketika pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat Demokrat berkuasa, PDIP sebagai partai lawan merupakan contoh oposisi yang dapat menjadi penyeimbang pemerintahan saat itu.
"Masalahnya tinggal bagaimana cara melakukan oposisinya. Nah kekeliruan Gerindra itu oposisinya cenderung asal kritik. Oposisi itu harus memilah isu apa yang pantas dikritisi dan tidak," ujarnya.
Terkait pentingnya peran oposisi dalam suatu pemerintahan, ia menjelaskan oposisi menjadi penting karena berfungsi sebagai penyeimbang dan kontrol kekuasaan supaya terhindar dari tindakan yang korup.
"Di negara manapun dengan sistem otoriter, misalnya, pasti terjadi fenomena korupsi luar biasa karena tidak ada yang mengontrol," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
- Indonesia Siap Borong Alutsista dari AS
Advertisement

Perizinan Penambangan di DIY Dibatasi Sebulan, Penggunaan Alat Disesuaikan dengan Lokasi Tambang
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- 3 Event Balap Akan Digelar di Sirkuit Mandalika di Bulan Juli 2025
- Bayar PBB Kini Bisa Gunakan Aplikasi Lokal, Ini Caranya
- 500 Ribu Orang Terdampak Aksi Mogok Petugas di Bandara Prancis
- 29 Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Masih Belum Ditemukan, SAR Lanjutkan Pencarian
- Gempa Jepang: Warga Panik dengan Ramalan Komik Manga, Pemerintah Setempat Bantah Ada Keterkaitan
- Kebakaran di California AS Meluas hingga 70.800 Hektare Lahan
- 1.469 Guru Siap Mengajar di 100 Sekolah Rakyat
Advertisement
Advertisement