Advertisement
Ratusan Hektare Lahan Sayuran di Boyolali Terdampak Abu Merapi

Advertisement
Harianjogja.com, BOYOLALI—Ratusan hektare lahan sayuran di tiga desa di Boyolali terdampak abu vulkanik Gunung Merapi sejak erupsi pada Sabtu (11/3/2023). Tiga desa tersebut adalah Tlogolele, Jrakah, dan Klakah yang semuanya berada di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
BACA JUGA: Merapi Meletus, Ini Daerah yang Terkena Abu Vulkanik
Advertisement
Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali, Bambang Jiyanto, mengungkapkan Desa Tlogolele terdampak paling parah karena seluruh tanaman sayuran di desa tersebut terkena abu vulkanik.
“Desa Klakah dan Jrakah memang terdampak, tapi tidak seluas atau sebanyak Tlogolele. Di Tlogolele ini hampir satu desa,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Dusun Belang, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Senin (13/3/2023).
Ia menyebut untuk tanaman terdampak di Tlogolele ada 79 hektare, terdiri atas aneka cabai yang kondisinya sedang berbunga dan berpotensi tidak bisa berbuah nantinya. Petani harus menunggu bunga berikutnya ketika abu vulkanik telah dicuci atau hilang dari tanaman.
Kemudian, ada delapan hektare tanaman buncis yang terdampak abu vulkanik. Tetapi masih bisa diselamatkan. Di samping itu, terdapat lima hektare sawi yang masih bisa dicuci dan satu hektare kubis.
“Untuk tanaman aneka umbi, buncis, dan sawi relatif aman karena umbi di dalam tanah. Daun-daun umbi kuat dan tegak. Buncis dan sawi dicuci setelah petik,” kata dia.
Total luas lahan terdampak di tiga desa dari aneka cabai sebanyak 124 hektare, tomat 17 hektare, dan labu siam tiga hektare. Tanaman tersebut dalam kondisi aman meski kondisi bunga yang terkena abu memiliki potensi gagal buah.
Terdapat pula 21 hektare brokoli dan 34 hektare bunga kol yang posisi siap panen cenderung rusak dan kurang bisa dipertahankan.
“Khusus bunga kol enggak bisa diselamatkan karena bunga kol relatif lembut. Tatkala kena pasir dan abu vulkanik dicuci enggak bisa,” jelas Bambang.
Selanjutnya, Bambang menjelaskan abu vulkanik yang menyentuh tanaman tidak panas karena saat turun sudah dalam keadaan dingin. Sehingga tanaman tidak hancur. Ketika dilakukan pencucian atau pembersihan akan tetap tumbuh.
Guna membantu petani membersihkan abu maka akan diusulkan bantuan power sprayer yang dapat menjangkau lebih panjang dan lebih kuat dibanding sprayer gendong. Bambang menegaskan hal tersebut baru sebatas usulan.
“Semoga lekas hujan agar abu yang menempel di tanaman hortikultura cepat bersih dan bertunas ulang kemudian berbunga lagi,” harapnya.
Dengan terdampaknya ratusan hektare tanah sayuran, Bambang menjelaskan harga komoditas sayur juga mengalami penurunan karena konsumen harus bekerja dua kali untuk mencuci ulang sayuran yang dibeli.
Salah satu petani Tlogolele, Giarti Sulestari, 26, mengungkapkan harga jual cabai rawitnya mengalami penurunan. Harga cabai rawit seharga Rp60.000 per kilogram saat Minggu (12/3/2022). Sehari kemudian, harga cabai rawit senilai Rp55.000 per kilogram.
“Kemarin itu kan naik signifikan karena menjelang Ramadan. Kemarin kan masih harga Rp60.000 per kilogram, hari ini turun [Senin]. Harusnya ini naik terus,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di Desa Tlogolele, Senin.
Ia mengungkapkan kemungkinan terbesar penyebab turunnya harga cabai karena dampak hujan abu Merapi. Cabai yang terkena hujan abu memiliki warna yang tidak menarik sehingga menyebabkan harga jualnya turun.
Selain itu, kualitas cabai rawit dianggap menurun dan kotor. Giarti menceritakan cabai rawit sudah disemprot oleh petani saat di pohon, tapi juga tidak bersih.
Walaupun turun, ia menyatakan harga tersebut juga termasuk tinggi karena untuk harga normal cabai rawit di angka Rp30.000 per kilogram.
“Untuk cabai keriting hari ini Rp25.000 per kilogram. Kemarin bisa Rp30.000 per kilogram,” terangnya.
Selain harga jual cabai yang turun, harga jual sayuran lain seperti bunga kol dan kubis juga terdampak abu Merapi. Hal tersebut karena untuk membersihkan sayuran tersebut sangat susah.
Ia mencoba menyiram air ke kembang kol akan tetapi tak kunjung bersih. Justru warnanya menjadi cokelat dan kotor.
“Harganya untuk kembang kol sebelumnya Rp6.000 per kilogram, terus jadi Rp3.500 per kilogram. Kubis biasanya Rp3.000 jadi Rp1.500 per kilogram,” terangnya.
Lebih lanjut, Giarti menjelaskan aktivitas bertani masyarakat masih normal. Walaupun begitu, petani juga membentengi diri dengan menggunakan masker, jas hujan, dan face shield. Cabai dan sayur-mayur dari hasil ladangnya ia jual ke tengkulak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
- Indonesia Siap Borong Alutsista dari AS
Advertisement

Top Ten News Harianjogja.com, Minggu 6 Juli 2025: Kasus Mas-mas Pelayaran, Kapolda DIY Digugat hingga Sekolah Kekurangan Siswa
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- 3 Event Balap Akan Digelar di Sirkuit Mandalika di Bulan Juli 2025
- 500 Ribu Orang Terdampak Aksi Mogok Petugas di Bandara Prancis
- 29 Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Masih Belum Ditemukan, SAR Lanjutkan Pencarian
- Gempa Jepang: Warga Panik dengan Ramalan Komik Manga, Pemerintah Setempat Bantah Ada Keterkaitan
- Kebakaran di California AS Meluas hingga 70.800 Hektare Lahan
- 1.469 Guru Siap Mengajar di 100 Sekolah Rakyat
- Hamas Sambut Baik Rencana Gencatan Senjata dengan Israel
Advertisement
Advertisement