Advertisement
Lebih dari 10 Juta Hektare Lahan di Australia Terbakar, 25 Orang Meninggal Dunia
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Australia berada dalam cengkeraman kebakaran hutan yang mematikan. Skala krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan gambar-gambar dampak kebakaran yang sangat parah , telah mengejutkan banyak warga Australia dan dunia.
Dengan musim panas yang baru saja dimulai, belum lagi Australia kerap dilanda kekeringan berkepanjangan, pihak berwenang khawatir jumlah kematian akan terus meningkat. Dikhawatirkan akan ada lebih banyak rumah dan tanah yang hancur.
Advertisement
Dilansir Bloomberg, sejak kebakaran dimulai beberapa bulan lalu selama musim dingin di belahan bumi selatan, setidaknya 25 orang telah meninggal dunia.
Di antara korban tewas adalah petugas pemadam kebakaran sukarela, termasuk seorang pemuda yang meninggal ketika truk 10 tonnya terbalik dalam kejadian yang digambarkan sebagai "tornado api."
Kebakaran hutan terburuk di Australia terjadi pada 2009 ketika kebakaran 'Black Saturday' menyebabkan 180 orang tewas.
"Hingga saat ini, kebakaran terus meluas di beberapa titik. Lebih dari 10 juta hektar tanah, sekitar lima kali ukuran area Wales, hangus terbakar," demikian dikutip Bloomberg, Rabu (8/1/2020).
Di negara bagian New South Wales saja, hampir 5 juta hektar hutan dan semak-semak telah terbakar, sementara lebih dari 1,1 juta hektar terbakar di Victoria.
Kebakaran yang begitu besar menghasilkan perubahan cuaca lokal yang ekstrem dan menyebabkan sambaran petir, tanpa hujan, yang ditakutkan dapat memicu lebih banyak area terbakar.
Titik api di barat laut Sydney, tepatnya kawasan Gunung Gospers, kehilangan lebih dari 512.000 hektar tanah akibat kebakaran. Luasnya sekitar tujuh kali luas Singapura.
"Skala kebakaran ini mengkerdilkan kebakaran hutan California pada 2018, yang menghanguskan sekitar 1,7 juta hektar, dan sekitar 260.000 hektar pada tahun 2019," tulis Bloomberg.
Dampak langsung pada ekonomi Australia dari kebakaran ini diperkirakan sebesar A$2 miliar-A$3,5 miliar pada tahun fiskal yang berakhir 30 Juni.
Terry Rawnsley, ekonom di SGS Economics and Planning, menyebutkan kerugian ini berasal dari faktor-faktor seperti pariwisata dan produksi pertanian yang berkurang.
Selain itu, ia memperkirakan kabut asap di Sydney, Melbourne dan Canberra akan menelan biaya A$200 juta-A$800 juta karena orang-orang mengurangi kegiatan di luar ruangan dan meningkatnya jumlah orang yang terjangkit penyakit.
"Jika dikombinasikan, dampaknya sama dengan hambatan pada pertumbuhan PDB antara 0,1-0,25 poin persentase untuk tahun fiskal 2019/2020," kata Rawnsley.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Anies-Muhaimin Hadir di Penetapan KPU, Pakar UGM: Ada Peluang Ikut Koalisi Prabowo
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Wanita 60 Tahun Lolos ke Kontes Miss Argentina karena Tampak Awet Muda
- Agresi Israel, Penduduk Gaza Diperkirakan Krisis Pangan dalam Enam Pekan Lagi
- Sheila on 7 Bikin Konser di Medan, Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Sumut Ikut Subur
- Jokowi Siapkan Program Unggulan untuk Prabowo-Gibran
- Pemerintah Pastikan Tidak Impor Bawang Merah Meski Harga Naik
Advertisement
Advertisement