Advertisement
Kemenkes Didesak Lakukan Pengadaan Obat Hepatitis C

Advertisement
Harianjogja.com, BOGOR--Organisasi masyarakat sipil, Koalisi Satu Hati mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar kembali melakukan pengadaan obat Hepatitis C, setelah ketersediaannya langka sejak memasuki tahun 2019.
"Kemenkes agar segera melakukan pengadaan obat Direct Acting Antiviral (DAA) karena kebutuhan yang sangat mendesak, dan memang sudah dianggarkan oleh pemerintah yang disetujui oleh Komisi IX DPR RI," ujar perwakilan Koalisi Satu Hati, Edo Agustian Nasution kepada Antara di Bogor, Selasa (17/9/2019).
Advertisement
Menurut dia, Sejak awal Januari 2019 lalu, Sub Direktorat Hepatitis sudah mengajukan kepada Direktorat General Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes). Kemudian satu bulan lalu Koalisi Satu Hati sudah bertemu dengan Direktur General Farmalkes Kemenkes, Engko Sosialine di kantornya di Kementerian Kesehatan.
"Menurut beliau permasalahan ada di sistem e-katalog LKPP yang belum dimutakhirkan sehingga Kemenkes tidak dapat melakukan pengadaan obat tersebut," kata Edo.
Ia menyebutkan bahwa setelah pertemuan tersebut, hingga sekarang belum ada tindak lanjut mengenai ketersediaan obat Hepatitis C, sedangkan kebutuhan obat tersebut semakin mendesak dan meningkat.
Edo menjelaskan, pihaknya bersama Ditjenpas melakukan gebrakan untuk skrining dan pengobatan Hepatitis C di tujuh Lapas dan Rutan di Jakarta. Sampai saat ini, dari 12.000 orang yang telah diskrining, dan 730 orang di antaranya membutuhkan pengobatan.
Permasalahan Hepatitis C di Indonesia menurut dia saat ini cukup menjadi perhatian banyak kalangan. Prevalensi penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis C di Indonesia menurut penelitian Kememkes terakhir adalah sekitar 1,1% dari total penduduk Indonesia.
"Apabila saat ini penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 270 juta orang, maka sekitar 3 juta orang yang terinfeksi penyakit ini," bebernya.
Hepatitis C sejak tahun 2012 telah dapat disembuhkan dengan mudah dan biaya yang cukup murah serta tingkat kesembuhan yang tinggi, yaitu di atas 96 persen. Obat ini dikenal dengan nama Direct Acting Antiviral atau lebih dikenal dengan nama DAA. Biaya untuk obat DAA saat ini di Indonesia sekitar Rp18 juta untuk pengobatan selama 12 pekan.
Hal ini merupakan terobosan luar biasa dari obat Hepatitis C yang tersedia sebelumnya yaitu Pegylated Interferon yang tingkat kesembuhannya di bawah 60%. Efek samping yang berat dan biaya yang sangat mahal untuk satu tahun pengobatan.
Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk Pegylated Interferon sekitar Rp144 juta, itu belum termasuk biaya tes, diagnosa, dokter dan biaya-biaya lainnya seperti tes darah dan tes jenis virus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ragunan Buka Sampai Malam, Penerangan dan Mobil Angkutan Ditambah
- Sejumlah Kota Besar di Indonesia Diguyur Hujan Hari Ini
- Kata Menaker Yassierli soal Isu Bantuan Subsidi Upah Tahap Dua
- Polisi Sebut KKB Kembali Bakar Gedung Sekolah di Kiwirok
- Polisi Tangkap Guru Diduga Aniaya Siswa hingga Meninggal Dunia di NTT
Advertisement

BRIN Dorong Raperda Riset DIY Jadi Payung Hukum Pengembangan Inovasi
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
- Kehabisan Modal, SPPG Wonosari Hentikan Layanan MBG
- Tiba di Mesir, Presiden Prabowo akan Hadiri KTT Perdamaian Sharm El-Sh
- Kecanduan Judol, Warga Magelang Tega Curi Motor Teman Sendiri
- GIPI Sebut UU Kepariwisataan Baru Sejarah Kelam, Ini Alasannya
- Katy Perry dan Justin Trudeau Tertangkap Kamera Ciuman di Kapal Pesiar
- Ahli Gizi Sebut Diet Buah Saja Bisa Ganggu Metabolisme
- Permohonan Praperadilan Nadiem Makarim Ditolak
Advertisement
Advertisement