Advertisement
MK Dinilai Tidak Berwenang Diskualifikasi Paslon Selepas Pencoblosan
Saksi dari pihak pemohon memberikan keterangan saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dan saksi fakta dari pihak pemohon. - ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Lembaga Riset Hukum Konstitusi dan Demokrasi KoDe Inisiatif menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tak berwenang mengabulkan permohonan diskualifikasi peserta pemilu setelah pencoblosan selesai.
Hal ini diungkap Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi, menanggapi salah satu permohonan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di MK.
Advertisement
Seperti diketahui, Tim Hukum BPN selaku pemohon gugatan mempersoalkan jabatan Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah dan Syariah Mandiri yang merupakan anak usaha BUMN, sehingga dianggap melanggar syarat pendaftaran paslon.
Veri pun memberikan contoh kasus Pilkada Kotawaringin Barat. Ketika itu, MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 atas nama Sugianto-Eko Soemarno sebagai pemenang Pilkada akibat terbukti melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) beserta praktik money politics.
"Itu yang menjadi kritik saya waktu itu kasus Kotawaringin Barat. Karena apa? Setelah diskualifikasi, bukan perintahnya supaya ini dilakukan pemungutan suara ulang [PSU]. Tetapi justru mengangkat seseorang sebagai kepala daerah terpilih," ujar Veri kepada Bisnis, selepas acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
"Itu kan mencederai proses demokrasi yang mestinya keterpilihan pemimpin di Republik ini harus melalui proses pemilu. Menurut saya ini tidak tepat. Kecuali, diskualifikasi itu sebelum proses pemilihan, itu masih memungkinkan untuk didiskualifikasi," tambah Veri.
Oleh sebab itu, menurut Veri, apabila MK memang mendapati salah satu peserta pemilu terbukti melakukan pelanggaran TSM dan mesti didiskualifikasi seperti kasus Kotawaringin Barat, MK hanya bisa menjelaskan di mana saja proses pemilu harus dibenahi lewat putusannya.
Setelah itu, MK baru boleh merekomendasikan konsekuensi 'hukuman' tertinggi, yaitu adanya PSU tanpa calon yang terbukti bersalah, atau mengulang Pemilu dari awal. Oleh sebab itu, Veri berharap ada regulasi yang menjelaskan hal ini lebih lanjut ke depan.
"Karena Mahkamah itu diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa peserta pemilu yang kewenangannya tercantum dalam konstitusi. Tujuannya untuk menegakkan kedaulatan rakyat," jelas Veri.
"Suara terbanyak itu harus melalui proses yang benar sesuai hukum. Maka, menurut saya tidak boleh hakim kemudian menganulir pilihan rakyat," tambah Veri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Tiga Negara Ini
- Kereta Khusus Petani Pedagang Rute Merak-Rangkasbitung Siap Beroperasi
- Jaksa Umumkan Tersangka Baru dalam Kasus Perampokan Museum Louvre
- WHO Sebut Cacar Monyet Terdeteksi di 5 Negara di Luar Afrika
- Mulai 3 November, Tiket Pendakian Gunung Rinjani Resmi Naik
Advertisement
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal SIM Keliling Kulonprogo Bulan November 2025
- Jadwal SIM Keliling Kota Jogja Selama November 2025
- Nottm Forest vs Man United Skor Imbang 2-2
- Jadwal SIM Keliling Bantul Bulan November 2025
- Atletico Madrid vs Sevilla Skor 3-0, Julian Alvarez Cs Menang Telak
- Lengkap, Ini Jadwal SIM Keliling Sleman Bulan November 2025
- Real Madrid vs Valencia Skor 4-0, Los Blancos Sulit Dikejar Barcelona
Advertisement
Advertisement




