Advertisement
MK Dinilai Tidak Berwenang Diskualifikasi Paslon Selepas Pencoblosan

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Lembaga Riset Hukum Konstitusi dan Demokrasi KoDe Inisiatif menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tak berwenang mengabulkan permohonan diskualifikasi peserta pemilu setelah pencoblosan selesai.
Hal ini diungkap Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi, menanggapi salah satu permohonan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di MK.
Advertisement
Seperti diketahui, Tim Hukum BPN selaku pemohon gugatan mempersoalkan jabatan Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah dan Syariah Mandiri yang merupakan anak usaha BUMN, sehingga dianggap melanggar syarat pendaftaran paslon.
Veri pun memberikan contoh kasus Pilkada Kotawaringin Barat. Ketika itu, MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 atas nama Sugianto-Eko Soemarno sebagai pemenang Pilkada akibat terbukti melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) beserta praktik money politics.
"Itu yang menjadi kritik saya waktu itu kasus Kotawaringin Barat. Karena apa? Setelah diskualifikasi, bukan perintahnya supaya ini dilakukan pemungutan suara ulang [PSU]. Tetapi justru mengangkat seseorang sebagai kepala daerah terpilih," ujar Veri kepada Bisnis, selepas acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
"Itu kan mencederai proses demokrasi yang mestinya keterpilihan pemimpin di Republik ini harus melalui proses pemilu. Menurut saya ini tidak tepat. Kecuali, diskualifikasi itu sebelum proses pemilihan, itu masih memungkinkan untuk didiskualifikasi," tambah Veri.
Oleh sebab itu, menurut Veri, apabila MK memang mendapati salah satu peserta pemilu terbukti melakukan pelanggaran TSM dan mesti didiskualifikasi seperti kasus Kotawaringin Barat, MK hanya bisa menjelaskan di mana saja proses pemilu harus dibenahi lewat putusannya.
Setelah itu, MK baru boleh merekomendasikan konsekuensi 'hukuman' tertinggi, yaitu adanya PSU tanpa calon yang terbukti bersalah, atau mengulang Pemilu dari awal. Oleh sebab itu, Veri berharap ada regulasi yang menjelaskan hal ini lebih lanjut ke depan.
"Karena Mahkamah itu diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa peserta pemilu yang kewenangannya tercantum dalam konstitusi. Tujuannya untuk menegakkan kedaulatan rakyat," jelas Veri.
"Suara terbanyak itu harus melalui proses yang benar sesuai hukum. Maka, menurut saya tidak boleh hakim kemudian menganulir pilihan rakyat," tambah Veri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Sleman Panen 6,3 Hektar Lahan Pertanian Padi Organik Varietas Sembada Merah
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- Wakil Wali Kota Serang Kena Tilang Gegera Bonceng Anak Tanoa Helm
- Trump Minta Rusia Akhiri Perang Ukraina dalam 50 Hari atau Kena Tarif 100 Persen
- Didampingi Hotman Paris, Nadiem Makarim Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Korupsi Chromebook
- Rencana Pembangunan Rumah Subsidi Tipe 18/25 Dibatalkan, Ini Alasan dari Menteri PKP
- 27 Juli, Penerbangan Moskow-Pyongyang Dibuka
- Situasi di Gaza Mengerikan, Sekjen PBB Desak Akses Bantuan Masuk
- 11 Korban Kapal Karam di Selat Sipora Ditemukan Dalam Kondisi Selamat
Advertisement
Advertisement