Advertisement
La Nina Berpotensi Terjadi Lagi di Indonesia

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) menyatakan fenomena iklim La Niña berpotensi kembali datang sehingga berdampak pada cuaca dan pola iklim sejak September 2025 dan seterusnya.
Meski fenomena La Niña cenderung membawa curah hujan lebih tinggi dan suhu yang lebih dingin, tetapi suhu udara di sebagian besar kawasan diperkirakan tetap berada di atas rata-rata.
Advertisement
Kondisi iklim netral, baik El Niño maupun La Niña, terpantau telah bertahan sejak Maret 2025 dengan suhu permukaan laut yang tetap mendekati level rata-rata di wilayah khatulistiwa Pasifik. Namun, kondisi ini berpeluang membawa kondisi La Niña pada beberapa bulan mendatang dan dimulai pada September 2025.
Berdasarkan prakiraan terbaru WMO Global Producing Centres for Seasonal Prediction, terdapat 55% peluang suhu permukaan laut di kawasan ekuator Pasifik mendingin menuju level La Niña. Sementara itu, peluang untuk tetap di level netral El Niño–Southern Oscillation (ENSO) selama kurun September–November 2025 mencapai 55%.
BACA JUGA: 4 Hektare Tanah Kas Desa Trihanggo Sleman Terbakar
ntuk periode Oktober–Desember 2025, kemungkinan La Niña meningkat tipis menjadi sekitar 60%. Sementara peluang terjadinya El Niño pada periode September–Desember 2025 relatif kecil.
“Prakiraan musiman untuk El Niño dan La Niña serta dampaknya terhadap cuaca merupakan alat intelijen iklim yang sangat penting. Informasi ini dapat menghemat jutaan dolar bagi sektor-sektor utama seperti pertanian, energi, kesehatan, dan transportasi, serta telah menyelamatkan ribuan jiwa ketika digunakan untuk kesiapsiagaan dan respons,” ujar Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dikutip dari siaran pers, Selasa (2/9/2025).
La Niña merujuk pada pendinginan suhu permukaan laut secara periodik dalam skala besar di wilayah tengah dan timur Samudra Pasifik ekuatorial. Fenomena iklim ini disertai dengan perubahan sirkulasi atmosfer tropis, termasuk pola angin, tekanan, dan curah hujan. Secara umum, La Niña membawa dampak iklim yang berlawanan dengan El Niño, terutama di kawasan tropis.
Namun, fenomena iklim alami seperti La Niña dan El Niño kini terjadi dalam konteks perubahan iklim akibat aktivitas manusia yang mendorong kenaikan suhu global. Kondisi ini memperparah cuaca ekstrem, serta memengaruhi pola hujan dan suhu musiman.
Meskipun El Niño merupakan salah satu pendorong utama pola iklim global, faktor tersebut bukanlah satu-satunya yang membentuk iklim Bumi. Untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif, WMO juga secara rutin merilis Global Seasonal Climate Updates (GSCU).
Laporan ini memperhitungkan pengaruh variabilitas iklim lainnya, seperti North Atlantic Oscillation, Arctic Oscillation, dan Indian Ocean Dipole. Selain itu, pembaruan ini juga memantau anomali suhu permukaan dan curah hujan global maupun regional serta perubahannya pada musim yang akan datang.
Informasi global tersebut kemudian digunakan sebagai dasar bagi prakiraan yang lebih spesifik dan lokal yang diterbitkan pusat regional WMO maupun lembaga nasional anggota.
Dalam pembaruan terbaru, WMO menyebutkan bahwa pada periode September–November 2025, suhu diperkirakan berada di atas normal di sebagian besar belahan bumi utara serta sebagian besar wilayah belahan bumi selatan. Adapun prakiraan curah hujan menunjukkan kondisi yang mirip dengan pola iklim La Niña moderat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Polres Indramayu Amankan 58 Orang Perusuh
- Kapolri Beri Apresiasi Korps Brimob, Dinilai Sigap Jaga Markas
- Satgas Tanah Bambu Dibentuk Cari Helikopter Hilang di Hutan Kalimantan
- Prabowo Segera Umumkan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional
- PBB Desak Prabowo Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM Selama Aksi Demo
- Dilempar Bom Molotov, Polisi Tembak Gas Air Mata ke Unisba Bandung
- Prabowo Ingatkan Aksi Demo Harus Berizin, Selesai Pukul 18.00
Advertisement
Advertisement