Advertisement
Kasus Siswa SMP Gunungkidul Bawa Sajam ke Sekolah Jadi Sorotan KPAI

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Kasus siswa SMP membawa celurit ke sekolah lantaran protes karena HP disita guru jadi sorotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI mengaku prihatin dengan kasus ini. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan sebenarnya sang guru berhak melakukan hal tersebut agar proses pembelajaran di kelasnya berlangsung kondusif. Alasan sang guru menyita ponsel, karena yang bersangkutan tertangkap memainkan ponsel tersebut saat jam pelajaran berlangsung juga bisa dibenarkan.
Advertisement
"Membawa senjata tajam saja sudah bisa dipidana, apalagi mengancam orang lain dengan menggunakan senjata tajam," katanya dalam rilis yang diterima pada Kamis (12/9/2019)
Menurutnya, sekolah wajib memiliki SOP atau aturan terkait penggunaan ponsel. Mengingat eranya saat ini, hampir mayoritas anak sekolah adalah pengguna ponsel. KPAI menilai, mengatur penggunaan disekolah adalah bagian dari mendidik sang anak agar bijak menggunakan ponsel dan menghindari anak kecanduan gawai.
Ia menambahkan, sekolah juga harus mengatur ketentuan menyita ponsel dan proses mengembalikannya. Artinya, setelah disita saat pembelajaran, maka harus diatur oleh SOP sekolah tentang proses mengembalikannya.
"Misalnya, bisa dikembalikan setelah si anak menuliskan surat pernyataan tidak mengulangi yang diketahui orangtua,"tambahnya.
Selain itu ponsel hanya bisa diambil kembali oleh orangtua. KPAI memyebutkan hal ini penting untuk juga mendidik orangtua agar peduli pada perilaku anaknya dan membangun pola pengasuhan yang positif.
KPAI menilai kecanduan gawai termasuk ponsel, dapat berdampak pada kesehatan fisik dan psikis (mental) anak. Bahaya gadget bagi anak dapat menimbulkan masalah kesehatan mental dan perubahan perilaku, hingga depresi.
Selain itu, anak juga menjadi agresif dan mudah tersinggung jika orangtua tidak memberi mereka akses menggunakan ponsel atau tablet. Iritabilitas juga akan mempengaruhi keterampilan lainnya, khususnya dalam hal menahan diri, berpikir, dan mengendalikan emosi.
Padahal, lanjutnya, keterampilan ini membentuk dasar untuk kesuksesan di masa depan. Kasus anak mengancam guru dengan clurit lantar ponsel disita adalah bentuk si anak agresif dan tidak bisa mengelola emosi dengan baik.
Di samping itu, anak-anak dapat mengembangkan berbagai masalah mental, seperti kecemasan, kesepian, rasa bersalah, isolasi diri, depresi, dan perubahan suasana hati. Paparan terhadap gadget juga dapat meningkatkan risiko ADHD dan autisme pada anak-anak.
“Mengingat bahaya kecanduan gadget maka para orangtua mulai membatasi penggunaan gadget pada anak-anaknya, selain mengawasi dan mendampingi untuk mengedukasi anak-anak menggunakan ponsel secara aman dan bijak,"ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- Wakil Wali Kota Serang Kena Tilang Gegera Bonceng Anak Tanoa Helm
- Trump Minta Rusia Akhiri Perang Ukraina dalam 50 Hari atau Kena Tarif 100 Persen
- Didampingi Hotman Paris, Nadiem Makarim Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Korupsi Chromebook
- Rencana Pembangunan Rumah Subsidi Tipe 18/25 Dibatalkan, Ini Alasan dari Menteri PKP
- 27 Juli, Penerbangan Moskow-Pyongyang Dibuka
- Situasi di Gaza Mengerikan, Sekjen PBB Desak Akses Bantuan Masuk
- 11 Korban Kapal Karam di Selat Sipora Ditemukan Dalam Kondisi Selamat
Advertisement
Advertisement