Advertisement

Promo November

Calon Tunggal Melawan Kotak Kosong di Pilkada 2024, Jika Kalah Ini Nasibnya Kata Pakar

Newswire
Senin, 02 September 2024 - 09:37 WIB
Maya Herawati
Calon Tunggal Melawan Kotak Kosong di Pilkada 2024, Jika Kalah Ini Nasibnya Kata Pakar Ilustrasi Pilkada / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Puluhan daerah hanya punya calon tunggal dalam Pilkada 2024. Ada potensi mereka akan kalah melawan kotak kosong. Pengajar Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan jika calon tunggal kalah, maka pilkada harus diulang tahun berikutnya.

Ketentuan itu, kata Titi Anggraini, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Undang-Undang Pilkada).

Advertisement

"Artinya, kalau calon tunggal kalah pada tahun 2024, pilkada berikutnya pada tahun 2025," kata Titi dalam diskusi daring yang diselenggarakan The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) sebagaimana dipantau di Jakarta, Minggu (1/9/2024).

Titi menjelaskan bahwa Pasal 54 D ayat (1) UU Pilkada mengatur bahwa calon tunggal dinyatakan menang jika mendapatkan lebih dari 50% suara, kemudian Pasal 54 D ayat (2) UU Pilkada mengatur bahwa calon tunggal yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

Lebih lanjut, dalam Pasal 54 D ayat (3) UU Pilkada diatur bahwa pemilihan berikutnya tersebut diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA: KPK Periksa 2 Direktur Waskita Terkait Suap DJKA

"Kenapa kemudian ada kata-kata jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan? Ini tidak lepas dari praktik bahwa sebelumnya kita melakukan penataan jadwal pilkada sebelum menuju pilkada serentak nasional," terang dia.

Diketahui bahwa gelombang pilkada serentak sebelumnya diselenggarakan pada tahun 2015, 2017, 2018, dan pada tahun 2020.

Penataan jadwal pilkada serentak, kata Titi, telah tuntas seiring dengan akan dihelatnya pilkada serentak secara nasional pada 2024. Selanjutnya, pilkada akan berlangsung setiap lima tahun sekali secara reguler.

Sementara itu, Pasal 54 D ayat (4) UU Pilkada menegaskan bahwa jika belum ada pasangan calon terpilih, Pemerintah menugaskan penjabat untuk memimpin daerah tersebut.

Oleh karena itu, dalam batas penalaran yang wajar, kata Titi, apabila calon tunggal kalah dalam Pilkada 2024, maka pemilihan diulang pada tahun berikutnya adalah 2025.

Menurut dia, tidak masuk akal jika pemilihan ulang baru dilaksanakan 5 tahun setelahnya sehingga masyarakat dibiarkan dipimpin oleh penjabat yang bukan kepala daerah definitif hingga 2029.

"Kenapa? Pemerintah saja ingin menyegerakan pelantikan hasil Pilkada 2024 karena ingin mendapatkan kepala daerah secara definitif supaya agenda pembangunan daerah bisa berjalan dengan baik," katanya.

Selain itu, menurut Titi, jika dilihat dari sisi konstruksi norma, frasa yang diutamakan dalam Pasal 54 D ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tersebut adalah "diulang kembali pada tahun berikutnya".

"Jadi, dalam konteks ini, semestinya yang diutamakan adalah menyegerakan pemilihan ulang supaya ada kepemimpinan daerah definitif," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pemerintah Naikkan PPN Jadi 12%, PHRI Bantul Minta Pemerintah Kaji Ulang

Bantul
| Senin, 25 November 2024, 22:47 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement