Setara Institute Kritik Fatwa MUI tentang Salam dan Ucapan Selamat Hari Raya Lintas Agama
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Fatwa MUI yang mengharamkan umat muslim mengucapkan salam dan hari raya lintas agama lain menimbulkan perdebatan di masyarakat. SETARA Institute pun angkat bicara terkait fatwa tersebut.
Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menyayangkan keluarnya fatwa tersebut. Menurutnya, dalam konteks kebinekaan Indonesia, salam dan ucapan hari raya lintas agama merupakan bentuk dari toleransi dan ekspresi etika sosial dalam tata kebinekaan Indonesia.
Advertisement
BACA JUGA: Perhatian, Produk Nonhalal Wajib Cantumkan Keterangan Tak Halal!
Dalam tata kebinekaan Indonesia, katanya, salam dan ucapan hari raya lintas agama adalah pernyataan respek dan pengakuan (rekognisi) atas keberadaan yang berbeda (others/liyan). "Jadi bukan semata-mata bentuk ibadah umat Islam dan bahkan naif jika hal itu dinilai sebagai pencampuradukan agama dan merusak akidah umat Islam," katanya, Rabu (5/6/2024).
Dia menilai bahwa fatwa MUI bukanlah produk hukum yang mengikat, meskipun eksistensi MUI didasarkan pada hukum negara dan bahkan sebagian anggaran operasionalnya bersumber dari APBN dan diberikan sebagian kewenangan dalam pelaksanaan pemerintahan negara.
Dengan demikian, kata Halili, fatwa MUI cukup diperlakukan sebagai pandangan keislaman dari sebuah organisasi keislaman yang muatannya tidak mengikat lembaga-lembaga negara dan pemerintahan negara dalam praktik penyelenggaraan negara.
"Kami memandang bahwa, dalam kenyataannya, MUI bukanlah satu-satunya organisasi keislaman yang memiliki otoritas keagamaan di Indonesia," tegas Halili.
Menurutnya, pandangan-pandangan keislaman yang dibutuhkan oleh umat dan/atau oleh kelembagaan negara yang penduduk mayoritasnya muslim ini dapat merujuk pada Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah dan beberapa organisasi keislaman moderat lainnya.
"Baik NU maupun Muhammadiyah yang pandangan keislamannya lebih kompatibel dengan dan lebih memajukan toleransi dan kebinekaan Indonesia," ungkap Halili.
Ia menilai bahwa fatwa MUI yang mengharamkan salam dan ucapan selamat hari raya lintas agama justru kontraproduktif dan bertentangan dengan inisiatif, praktik baik, serta agenda-agenda pemajuan toleransi dan penguatan kebinekaan yang dilakukan oleh pemerintah.
"Terbitnya fatwa ini menunjukkan kegagalan MUI sebagai organisasi masyarakat untuk berkontribusi dalam memelihara perdamaian dan kerukunan umat beragama," kata Halili.
Dia merujuk pada Undang-Undang Organisasi Masyarakat pada Pasal 5 UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa salah satu tujuan dari Organisasi Kemasyarakatan adalah mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan masyarakat, serta menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Walhi Minta Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Jadi Momentum Berantas Penjahat Lingkungan
- KPK Sebut OTT di Bengkulu Terkait Pungutan Pendanaan Pilkada
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
Advertisement
Kunjungi Pasar Prawirotaman, Mendag Pastikan Harga Minyakita Turun Pekan Ini
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- KPK Sebut OTT di Bengkulu Terkait Pungutan Pendanaan Pilkada
- Indonesia dan Uni Emirat Arab Sepakati Kerja Sama Energi
- Walhi Minta Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Jadi Momentum Berantas Penjahat Lingkungan
- Masuk Masa Tenang Pilkada 2024, Bawaslu Ingatkan Tidak Ada Lagi APK
- Menkes Budi Gunadi Kaget Banyak Anak Indonesia Terkena Diabetes Tipe 1
- Ruko Penjual Beras di Godean Dapat Banyak Karangan Bunga Bikin Kaget Warga
- Prancis Didesak Tangkap Netanyahu Sesuai Putusan ICC
Advertisement
Advertisement