Advertisement

Korupsi di Desa Meningkat Sejak Ada Dana Desa

Sirojul Khafid
Sabtu, 25 Mei 2024 - 10:17 WIB
Sunartono
Korupsi di Desa Meningkat Sejak Ada Dana Desa Ilustrasi Korupsi

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kasus korupsi di sektor desa cenderung meningkat setelah adanya dana desa. Namun tidak semua kasus korupsi di desa terkait langsung dengan dana desa. Jumlah korupsi diprediksi semakin naik setelah masa jabatan kepala desa diperpanjang.

Sejak 2015, Pemerintah Indonesia menyalurkan dana desa. Besarannya beragam, bisa ratusan juta sampai miliaran. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2022, sektor terbesar di Indonesia yang terkait korupsi berada di desa. Jumlahnya mencapai 155 kasus. Ada yang terkait dana desa, ada pula yang terkait dengan penerimaan atau pendapatan desa lainnya. Terbanyaknya kasus korupsi di sektor desa tidak hanya pada 2022, namun juga di tahun-tahun sebelumnya.

Advertisement

“Sektor desa menempati peringkat teratas sebagai sektor yang paling banyak ditangani oleh aparat penegak hukum,” tulis dalam laporan ICW.

Sebagai catatan, sejak tahun 2015 atau pada saat diberlakukannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah mulai mengalokasikan anggaran nasional untuk desa. Program dana desa ini merupakan upaya pemerataan dalam konteks peningkatan kualitas hidup masyarakat di desa.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 UU Desa, pemerintah desa memiliki wewenang dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Maka dari itu, indikator yang seharusnya mampu dicapai adalah pelayanan publik di desa semakin meningkat, masyarakat desa maju dan berdaya, dan yang paling penting desa dapat menjadi subjek pembangunan.

Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini bertujuan agar masyarakat mendapatkan akses pelayanan publik yang baik guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Alokasi anggaran desa yang fantastis diharapkan mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat.

Alokasi dana desa pada tahun 2022 sebesar Rp68 triliun yang didistribusikan untuk 74.961 desa yang tersebar di 434 kabupaten/kota se-Indonesia. “Meski jumlah ini mengalami penurunan sebesar Rp4 triliun ketimbang tahun sebelumnya, namun nominal tersebut masih terbilang cukup besar, sebab rata-rata setiap desa mendapatkan anggaran sekitar Rp900 juta,” tulisnya.

Potensi Korupsi

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi Undang-Undang (UU) Desa pada 28 Maret 2024. Salah satu poin penting dari UU Desa adalah masa jabatan kepala desa yang bertambah. DPR sepakat untuk mengubah masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk dua kali masa jabatan.

Menurut Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), M. Nur Ramadhan, adanya perpanjangan masa jabatan kepala desa dianggap memperbesar potensi korupsi. "Masa jabatan yang panjang akan membuka peluang korupsi lebih besar, serta melanggar dan mengkhianati prinsip demokrasi yang telah susah payah dibangun sejak dulu," kata Nur.

Celah Korupsi 

Korupsi yang terjadi di sektor desa semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan juga termasuk pada jumlah tersangka dan potensi kerugian negara.

Berdasarkan catatan ICW, terdapat setidaknya lima titik celah yang menyebabkan anggaran desa rawan untuk dikorupsi. Celah itu termasuk dalam proses perencanaan atau adanya elit capture. Kedua dalam proses pelaksanaan atau adanya potensi nepotisme dan tidak transparan.

“Celah ketiga dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa, adanya potensi mark up, rekayasa dan tidak transparan. Keempat proses pertanggungjawaban sebanyak dua kali, adanya potensi laporan fiktif. Serta kelima proses monitoring dan evaluasi atau hanya bersifat formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi,” tulis dalam laporan ICW 2022.

Melihat kondisi tersebut, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah desa adalah partisipasi semu dalam perumusan perencanaan. Hal ini menjadi persoalan ketika undang-undang mengamanatkan adanya pelibatan masyarakat dalam merumuskan program yang akan dilakukan.

“Harapannya, program yang disusun bersama tersebut mampu dirasakan dampaknya secara langsung, dan masyarakat dapat melakukan pengawasan,” tulisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Warga Singapura Memberikan Serahkan Bantuan 1.600 Domba ke Gunungkidul

Gunungkidul
| Senin, 17 Juni 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mantap, Hidupkan Laguna Pengklik, Pemuda di Srigading Bikin Wisata Kano

Wisata
| Minggu, 16 Juni 2024, 20:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement