Advertisement
Putusan MK: DPR Diminta Buat Aturan Soal Pembatasan Kampanye Pejabat Negara dan ASN

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—DPR dan pemerintah diminta membuat aturan terkait dengan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kampanye. Hal itu menjadi salah satu permintaan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sidang sengketa Pilpres 2024.
Aturan tersebut dibutuhkan untuk membatasi para pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN) agar tidak bisa ikut kampanye selama penyelenggaraan pemilu.
Advertisement
BACA JUGA: Alasan MK Tolak Seluruh Permohonan Sengketa Pilpres Kubu AMIN
Permintaan itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin (22/4/2024).
Suhartoyo menjelaskan, para hakim konstitusi mempertimbangkan bahwa Pasal 263 UU No. 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) telah melarang bagi pejabat negara hingga ASN untuk mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu.
Meski demikian, dalam UU Pemilu tersebut tidak memberikan pengaturan tentang kegiatan kampanye sebelum maupun setelah masa kampanye.
Menurut Mahkamah, ketiadaan pengaturan tersebut memberikan celah bagi pelanggaran pemilu yang lepas dari jeratan hukum ataupun sanksi administrasi.
"Dengan demikian, demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah selanjutnya, menurut Mahkamah, ke depan Pemerintah dan DPR penting melakukan penyempurnaan terhadap UU Pemilu, UU Pemilukada maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye," ujar Suhartoyo.
BACA JUGA: Sidang Putusan Hari Ini, MK Nyatakan Tak Ada Relevansi Bansos dan Kenaikan Suara Prabowo
Apalagi, lanjutnya, banyak pejabat negara yang juga menjadi anggota partai politik, calon presiden dan wakil presiden, maupun anggota tim kampanye dalam pemilu. Oleh sebab itu, perlunya aturan pembatasan yang lebih jelas bagi pejabat negara yang merangkap anggota partai politik ataupun tim kampanye.
"Yaitu pelaksanaan kampanye harus dilaksanakan terpisah, tidak dalam satu waktu kegiatan ataupun berhimpitan dengan waktu pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara. Kedua kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan maupun berhimpitan, karena berpotensi adanya terjadi pelanggaran pemilu dengan menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye," kata Suhartoyo.
Tak hanya itu, MK juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyusun standar operasional dan prosedur, tata urut, maupun pisau analisis yang baku dan memperhatikan berbagai aspek yang menjadi unsur adanya suatu pelanggaran pemilu baik yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah masa kampanye.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Mendikdasmen Akan Kembalikan Formasi Pengawas Sekolah
- Korupsi Chromebook: KPK Buru Eks Stafsus Nadiem Makarim, Jurist Tan ke Luar Negeri
- Pensiun, Kapolri Mutasi Ketua KPK dan BNPT
- Pejabat Kemenag yang Punya Agensi Umrah dan Haji Jadi Sasaran Pengusutan KPK Terkait Korupsi Kuota Haji Khusus
- Dikabarkan Tewas, Komandan Pasukan Quds Terlihat Hadir Dalam Berpesta Kemenangan Iran Atas Israel
Advertisement

Wisatawan Jangan Lupa Mampir ke Pasar Beringharjo Jogja, Ada Batik hingga Lupis Cenil
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Penonaktifan 7,39 Juta Penerima Bantuan Iuran JKN Disebut Bukan karena Efisiensi Anggaran
- Kasus Nikita Mirzani, PN Jakarta Selatan Jadwalkan Sidang Eksepsi 1 Juli 2025
- Gencatan Senjata Antara Israel dan Iran Resmi Dimulai, Qatar Berperan sebagai Mediator
- Jutaan PBI BPJS Kesehatan Dinonaktifkan, Peserta Diimbau Aktif Mengecek Status Kepesertaan Lewat Aplikasi JKN
- Proses Evakuasi Pendaki Asal Brasil di Gunung Rinjani Terkendala Cuaca, Posisi Survivor Berada Dikedalaman 400 Meter
- KPK Sita 2 Senjata Api Saat Menggeledah Rumah Tersangka Korupsi
- Malaysia Perluas Jangkauan Wisata Medis ke Jogja, Ini Alasannya
Advertisement
Advertisement