Advertisement

BMKG: Tahun Ini Jadi Tahun Terpanas sepanjang Sejarah Pencatatan Iklim di Bumi

Newswire
Rabu, 15 November 2023 - 17:07 WIB
Arief Junianto
BMKG: Tahun Ini Jadi Tahun Terpanas sepanjang Sejarah Pencatatan Iklim di Bumi Ilustrasi Kekeringan / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Organisasi Meteorologi Dunia, tahun ini dinyatakan menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim.

"Dari data Organisasi Meteorologi Dunia, periode Juli-Agustus 2023, tercatat sebagai tiga bulan terpanas sepanjang sejarah, dengan menyimak evolusi iklim 2023, tahun ini berpeluang besar akan menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim," kata Dwikorita, Rabu (15/11/2023).

Advertisement

Dia menyampaikan pernyataan tersebut pada seminar nasional dengan tema Perspektif Daerah: Rekomendasi Penanganan Perubahan Iklim untuk Pemerintah Mendatang yang digelar oleh BMKG bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Institut Hijau Indonesia, dan akademisi dari universitas negeri.

"Suhu panas di 2023 mengalahkan saat terjadi El Nino kuat pada 2016, bahkan organisasi meteorologi dunia menyimpulkan, ada potensi terjadinya kekeringan yang besar akibat tren kenaikan suhu sebagai dampak perubahan iklim ini," ujar dia.

Dia mengemukakan bencana iklim di tahun ini, terjadi di level global, di antaranya Italia, Yunani, Afrika Utara yang pada bulan Juli 2023, suhunya mencapai 47 derajat Celcius, bahkan Amerika di bagian barat mencapai 53 derajat Celsius, dan selama 31 hari berurutan, suhu mencapai lebih dari 43 derajat Celsius.

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya, akibat dari gelombang panas yang terjadi di banyak tempat secara bersamaan, dan pada Juli 2023, tercatat sebagai bulan terpanas sepanjang sejarah, rata-rata lebih panas dari 30 tahun sebelum ini," ucap Dwikorita.

Dia menyebutkan untuk sementara Indonesia masih berada di kondisi yang relatif aman, kemungkinan besar disebabkan oleh wilayahnya yang lembab dan dikelilingi oleh samudra yang lebih luas dari daratan.

"Namun, harus diwaspadai, gaya hidup bisa menyebabkan kekeringan secara lokal, saat El Nino bisa berdampak pada kekeringan selama tiga bulan lebih, dan trennya akan semakin meningkat," tuturnya.

Dia mengemukakan dampak lanjut dari kenaikan suhu akibat gaya hidup tidak ramah lingkungan yang berakibat pada kekeringan, akan berujung pada terganggunya ketahanan pangan di pertengahan abad ke-21 atau sekitar 2050.

"Terjadi peningkatan kerentanan pada stok pangan dunia, dan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia [FAO], hampir 500 juta petani skala kecil yang memproduksi lebih dari 80 persen stok pangan dunia akan sangat terdampak, karena paling rentan terhadap perubahan iklim," paparnya.

BACA JUGA: Siang Hari Suhu Panas Jogja Mencapai 34 Derajat Celcius, Sleman Berpotensi Hujan Ringan

Untuk menghadapi krisis iklim global tersebut, Dwikorita menekankan pentingnya upaya adaptasi dan mitigasi melalui tiga pilar yang saling terkoneksi, yakni kebijakan, pelayanan dan sains.

"Sisi sains sangat penting untuk pengembangan pengetahuan dan inovasi sejalan dengan perkembangan tantangan fenomena iklim yang terjadi seperti saat ini. Namun, sains saja belum bisa untuk eksekusi, sehingga harus diintegrasikan dengan kebijakan, yang akhirnya eksekutornya di pelayanan," ujarnya.

Skema tersebut, lanjut dia, bisa dilakukan melalui kolaborasi antarlembaga, di bidang sains misalnya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama perguruan tinggi, kemudian kebijakan melalui KLHK atau kementerian terkait, yang diperkuat oleh DPR RI, hingga akhirnya dieksekusi oleh BMKG. "Kerangka kebijakan, sains, dan layanan dalam perubahan iklim tersebut benar-benar harus terkait satu sama lain," kata Dwikorita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Berikut Jalur dan Rute Bus Trans Jogja, Bayar Pakai QRIS

Jogja
| Senin, 06 Mei 2024, 06:17 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement