Advertisement
Jadi Cawapres Ganjar, Ini Kontrak Politik Mahfud dengan Megawati dan Ketum Partai Pendukung
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. - Antara Foto
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA–Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus bakal calon wakil presiden (Bacawapres) Ganjar Pranowo, Mahfud MD mengungkap perihal kontrak politik dengan ketua umum parpol pengusung.
Mahfud mengungkap bahwa surat yang menyatakan kesediaannya untuk menjadi pendamping Ganjar baru ditandatangani pada Selasa (17/10/2023), atau sehari sebelum pengumuman cawapres disampaikan oleh Ketum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.
Advertisement
“Baru kemarin sore dipanggil, diundang untuk tanda tangan bahwa saya bersedia, berdua dengan Bu Mega. Semacam perjanjian, pihak pertama itu PDIP, pihak kedua itu saya. Pihak pertama akan menjadikan [saya] cawapres dan pihak kedua bersedia dicalonkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, begitu,” katanya, dikutip dari kanal YouTube Liputan6, Kamis (19/10/2023).
BACA JUGA: Jadi Cawapres Ganjar, Mahfud MD Siapkan Strategi Berantas Korupsi
Dirinya juga mengungkap perihal materi-materi yang termaktub di dalam kontrak tersebut, utamanya yang berkenaan dengan tugas yang akan diembannya sebagai cawapres. Secara spesifik, berdasarkan kontrak yang telah dia teken tersebut, Mahfud bertanggung jawab untuk memimpin pelaksanaan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia, serta melaksanakan rekonsiliasi nasional.
Selain itu, dia menyebut tak ada komitmen-komitmen khusus lainnya, kecuali hak-hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya dan partai politik pengusung.
“[Tercantum] hak-hak saya dicalonkan, kewajiban dia mencalonkan, kan gitu aja. Itu tugasnya, kewajiban saya memimpin pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, serta rekonsiliasi agar bangsa ini tidak pecah,” lanjut mantan Ketua MK ini.
Itu sebabnya, dalam pidato pembukaan usai pengumuman cawapres, Mahfud menyinggung perihal rekonsiliasi sebagai tanggapan atas berbagai masalah negara yang berakar dari perbedaan. “Karena perbedaan menjadi masalah untuk sebagian orang, sehingga timbul kekerasan, timbul radikalis, karena dendam sejarah dan sebagainya. Nah itu yang antara lain ditulis di situ [kontrak politik],” bebernya.
Kontrak politik ini, menurutnya, juga memberikan energi dalam upaya rekonsiliasi nasional yang tengah berlangsung, seperti yang berkaitan dengan peristiwa G30S/PKI dan krisis kemanusiaan Reformasi 1998. “Dapat kontrak seperti ini malah ada energi baru bagi saya untuk menyelesaikan apa yang sudah kita gagas dan sudah diketahui oleh publik,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Hunian Korban Bencana Sumatera Bakal Dibangun di Lahan Negara
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
Advertisement
Libur Nataru, Bandara YIA Prediksi 247 Ribu Penumpang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Polri Segera Umumkan Tersangka Bencana Banjir Sumatera Utara
- Jemaat Gereja St Albertus Agung Buat Altar dari Barang Bekas
- Rizki Juniansyah Rebut Emas SEA Games dan Pecahkan Rekor Dunia
- Guru Besar UGM Usul Sebagian Dana MBG Dialihkan ke Daerah Bencana
- Makanan Sehat dan Praktis Bakal Jadi Tren Gaya Hidup 2026
- AFJ Desak Regulasi Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
- Kapolri Siapkan Perpol No 10 Masuk Revisi UU Polri, Polemik Menguat
Advertisement
Advertisement




