Advertisement
Soal Lenyapnya Mandatory Spending dalam Omnibus Law Kesehatan, Ini Penjelasan DPR

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena angkat bicara terkait mandatory spending atau dana wajib kesehatan yang dihilangkan dalam undang-undang omnibus law kesehatan.
Dalam penyusunannya, Komisi IX bersama dengan pemerintah sempat mempertimbangkan dua opsi terkait anggaran di sektor kesehatan untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan di Tanah Air berjalan dengan baik.
Advertisement
BACA JUGA: UU Kesehatan Disahkan DPR RI, Ini yang Disoroti Jokowi
Pertama, pendekatan menggunakan mandatory spending di mana anggaran disiapkan sebelum memutuskan program apa yang akan dilakukan, atau kedua, memakai sistem yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yakni pola penganggaran berbasis kinerja.
“Setelah kemarin dibahas oleh semua fraksi dan juga pemerintah, akhirnya usulan pemerintah yang lebih banyak disetujui oleh berbagai fraksi,” katanya kepada awak media di Kompleks Parlemen, Rabu (12/7/2023).
Dengan disetujuinya usulan pemerintah yakni menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja, maka konsep mandatory spending yang sebelumnya tercantum dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan yang mengatur bahwa alokasi pempus untuk anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN, sedangkan dari pemda minimal 10% dari APBD tidak digunakan lagi.
Nantinya, program-program tersebut akan dibahas dalam rencana induk bidang kesehatan atau RIBK yang juga diatur dalam omnibus law kesehatan. Melki mengatakan, RIBK seperti Repelita atau rencana pembangunan lima tahun yang sempat berlaku pada masa orde baru.
“Itu kemudian kita putuskan programnya, kemudian anggaran akan disiapkan untuk menyesuaikan dengan program yang kita putuskan. Itu akan dibahas nanti di RIBK yang memuat anggaran, kita bisa dorong dengan maksimal di sana,” jelasnya.
Hilangnya mandatory spending dalam UU Kesehatan ini menjadi salah satu sorotan dari organisasi profesi yang menolak aturan ini.
BACA JUGA: Dana Wajib Kesehatan Hilang dari UU Kesehatan, Ini Komentar IDI
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mohammad Adib Khumaidi khawatir, hilangnya mandatory spending dalam aturan ini akan mengarah pada konsep privatisasi di sektor kesehatan, mengingat kebutuhan kepentingan kesehatan yang kian besar dan pembiayaan kesehatan yang tergolong tinggi.
“Hilangnya mandatory spending, hilangnya komitmen pemerintah pusat terkait dengan pembiayaan pendanaan kesehatan dan kemudian membuka peluang karena kebutuhan kepentingan kesehatan kita itu semakin besar,” katanya kepada awak media di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (11/7/2023).
Adapun dalam aturan yang baru disahkan DPR RI menjadi UU itu, pemerintah pusat dan daerah wajib memprioritaskan anggaran kesehatan untuk program dan kegiatan dalam penyusunan APBN dan APBD. Ini tertuang dalam beleid UU Kesehatan pasal 409 ayat 1.
Pengalokasian anggaran ini juga termasuk memerhatikan penyelesaian permasalahan kesehatan berdasarkan beban penyakit atau epidemiologi. Selain itu, pemerintah pusat dapat memberikan insentif atau disinsentif kepada pemerintah daerah, sesuai dengan capaian kinerja program dan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Puluhan Ribu Warga Turki Turun ke Jalan, Tuntut Erdogan Mundur
- Hidup Jadi Tenang di 9 Negara yang Tak Punya Utang
- Menkeu Purbaya Jamin Bunga Ringan untuk Pinjaman Kopdes ke Himbara
- Ini Duduk Perkara Temuan BPK Soal Proyek Tol CMNP yang Menyeret Anak Jusuf Hamka
- PT PMT Disegel KLH, Diduga Sumber Cemaran Zat Radioaktif
Advertisement
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Kematian Mahasiswa Unnes saat Demo di Semarang Sedang Diinvestigasi
- 7 Jenazah Korban Kecelakaan Bus RS Bina Sehat Dimakamkan di Jember
- Daftar 10 Negara yang Menolak Palestina Merdeka
- Polisi Selidiki Penyebab Kecelakaan Maut Bus Rombongan Rumah Sakit Bina Sehat
- Polisi Peru Tangkap Komplotan Pembunuh Diplomat Indonesia Zetro Purba
- Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus DJKA
- Hubungan Venezuela-AS Memanas, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement