Advertisement

Beruang Madu Merangsek ke Permukiman di Kalsel, BKSDA: Ekspansi Sawit Biangnya

Newswire
Senin, 10 Juli 2023 - 17:57 WIB
Arief Junianto
Beruang Madu Merangsek ke Permukiman di Kalsel, BKSDA: Ekspansi Sawit Biangnya Ilustrasi Beruang Madu. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, RANTAU—Seekor beruang madu masuk ke kawasan permukiman warga di Desa Teluk Haur dan Desa Batalas, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menyampaikan masuknya beruang madu ke pemukiman warga tersebut dipicu oleh menyempitnya habitat mereka akibat tergerus perkebunan kelapa sawit.

Advertisement

"Ekspansi sawit besar-besaran, merupakan salah satu penyebab berkurangnya habitat beruang madu," ujar Kepala Resort Banua Anam BKSDA Kalsel, Suhendra, Senin (10/7/2023).

Seiring waktu ekspansi perkebunan kelapa sawit, lanjutnya, Beruang Madu mengalami kelaparan karena habitat yang terkait sumber makanan berkurang sehingga masuk ke pemukiman. "BKSDA tahu setelah ada laporan dari masyarakat terkait adanya konflik dengan satwa," ungkapnya.

Sebelum ekspansi perkebunan sawit, kata dia, kawasan hutan masih luas dan padat vegetasi diisi ragam pepohonan dan menjadi habitat beruang madu dan hewan liar lainnya, seperti macan dahan, trenggiling, hingga bekantan. "Pohon pohon keras seperti polantan, dulu masih banyak," ujar Tokoh Masyarakat Desa Teluk Haur, Haji Nurhan.

BACA JUGA: Bupati Gunungkidul Melarang Perburuan Satwa Liar, Baik Dilindungi Maupun Tidak

Senada, Nurhan yang sudah lama hidup di Desa Teluk Haur itu juga menyebut alih fungsi lahan menjadi sebab kemunculan Beruang Madu ke pemukiman. Alih fungsi habitat hewan tersebut juga disuarakan Staf Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel Jefry Raharja yang menyebutkan besar kemungkinan kehadiran perkebunan kelapa sawit menjadi faktor utama konflik manusia dan beruang di Tapin.

"Di Tapin, seperti yang terjadi di Desa Batalas, Desa Buas-buas, Desa Sawaja, Desa Teluk Haur, dan desa lainnya, di sekitar atau dalam kawasan Kecamatan Candi Laras Utara sudah dikonversi jadi perkebunan sawit skala besar," ujarnya.

Pada 2012 berdasarkan citra satelit, kata Jefry, kawasan tersebut masih rapat vegetasi, namun sekarang sudah berganti dengan tanaman sawit. "Dulu warga sempat menolak hadirnya perkebunan sawit skala besar tersebut, tetapi tingginya potensi konflik, sebagian warga yang masih menolak dipaksa pasrah dengan ekspansi sawit tersebut," ujar dia.

Dia berharap tata kelola perusahaan sawit harus didorong agar dievaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan lingkungan hidup. "Harusnya juga tidak ada izin baru dengan adanya moratorium gambut berdasarkan Instruksi Presiden No 5/2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut," ujar Jefry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pelaku UMKM Gunungkidul Wajib Melek Teknologi, Pemkab Genjot Aktivasi Internet

Gunungkidul
| Senin, 29 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement