Advertisement
Beruang Madu Merangsek ke Permukiman di Kalsel, BKSDA: Ekspansi Sawit Biangnya

Advertisement
Harianjogja.com, RANTAU—Seekor beruang madu masuk ke kawasan permukiman warga di Desa Teluk Haur dan Desa Batalas, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menyampaikan masuknya beruang madu ke pemukiman warga tersebut dipicu oleh menyempitnya habitat mereka akibat tergerus perkebunan kelapa sawit.
Advertisement
"Ekspansi sawit besar-besaran, merupakan salah satu penyebab berkurangnya habitat beruang madu," ujar Kepala Resort Banua Anam BKSDA Kalsel, Suhendra, Senin (10/7/2023).
Seiring waktu ekspansi perkebunan kelapa sawit, lanjutnya, Beruang Madu mengalami kelaparan karena habitat yang terkait sumber makanan berkurang sehingga masuk ke pemukiman. "BKSDA tahu setelah ada laporan dari masyarakat terkait adanya konflik dengan satwa," ungkapnya.
Sebelum ekspansi perkebunan sawit, kata dia, kawasan hutan masih luas dan padat vegetasi diisi ragam pepohonan dan menjadi habitat beruang madu dan hewan liar lainnya, seperti macan dahan, trenggiling, hingga bekantan. "Pohon pohon keras seperti polantan, dulu masih banyak," ujar Tokoh Masyarakat Desa Teluk Haur, Haji Nurhan.
BACA JUGA: Bupati Gunungkidul Melarang Perburuan Satwa Liar, Baik Dilindungi Maupun Tidak
Senada, Nurhan yang sudah lama hidup di Desa Teluk Haur itu juga menyebut alih fungsi lahan menjadi sebab kemunculan Beruang Madu ke pemukiman. Alih fungsi habitat hewan tersebut juga disuarakan Staf Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel Jefry Raharja yang menyebutkan besar kemungkinan kehadiran perkebunan kelapa sawit menjadi faktor utama konflik manusia dan beruang di Tapin.
"Di Tapin, seperti yang terjadi di Desa Batalas, Desa Buas-buas, Desa Sawaja, Desa Teluk Haur, dan desa lainnya, di sekitar atau dalam kawasan Kecamatan Candi Laras Utara sudah dikonversi jadi perkebunan sawit skala besar," ujarnya.
Pada 2012 berdasarkan citra satelit, kata Jefry, kawasan tersebut masih rapat vegetasi, namun sekarang sudah berganti dengan tanaman sawit. "Dulu warga sempat menolak hadirnya perkebunan sawit skala besar tersebut, tetapi tingginya potensi konflik, sebagian warga yang masih menolak dipaksa pasrah dengan ekspansi sawit tersebut," ujar dia.
Dia berharap tata kelola perusahaan sawit harus didorong agar dievaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan lingkungan hidup. "Harusnya juga tidak ada izin baru dengan adanya moratorium gambut berdasarkan Instruksi Presiden No 5/2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut," ujar Jefry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pembeli Beras SPHP Wajib Difoto, Ini Penjelasan dari Perum Bulog
- Sidang Korupsi Mbak Ita, Wakil Wali Kota Semarang Diperiksa
- Mantan CEO GoTo Andre Soelistyo Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Chromebook
- Polisi Kerahkan 1.082 Personel Gabungan Amankan Aksi Unjuk Rasa di Sidang Hasto Kristiyanto
- Mulai 1 Juli 2026, Vietnam Larang Penggunaan Sepeda Motor Berbahan Bakar Fosil di Pusat Kota Hanoi
Advertisement

Jadwal KRl Jogja Solo Hari Ini Selasa 15 Juli 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan, dan Maguwo
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tukin ASN DKI yang Telat di Hari Pertama Sekolah akan Dipotong
- Mulai 1 Juli 2026, Vietnam Larang Penggunaan Sepeda Motor Berbahan Bakar Fosil di Pusat Kota Hanoi
- Polisi Kerahkan 1.082 Personel Gabungan Amankan Aksi Unjuk Rasa di Sidang Hasto Kristiyanto
- Operasi Patuh 2025 Dimulai Hari Ini Hingga 27 Juli Mendatang, Berikut Jenis Pelanggaran dan Denda Tilangnya, Paling Tinggi Rp1 Juta
- Mensos Tegaskan Masa Orientasi Siswa Sekolah Rakyat Sekitar 15 Hari
- Mantan CEO GoTo Andre Soelistyo Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Chromebook
- Sidang Korupsi Mbak Ita, Wakil Wali Kota Semarang Diperiksa
Advertisement
Advertisement