Advertisement
Perpanjangan Izin Impor Tembaga Freeport Dinilai Diskriminatif

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kebijakan pemerintah memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga Mei 2024, menjadi preseden buruk bagi dunia pertambangan di Indonesia.
Apalagi, lanjutnya, Undang-Undang No.3/2020 tentang Minerba telah mengamanatkan pelarangan ekspor mineral terhitung mulai 10 Juni 2023. "Sangat disayangkan, karena pemberian izin ekspor konsentrat terhadap PT Freeport itu akan menimbulkan preseden buruk. Seharusnya pemerintah bisa dengan tegas melarang ekspor konsentrat PT Freeport sesuai dengan UU Minerba," ujar GunharAnggota Komisi VII DPR RI Julian Gunhar, Rabu (10/5/2023).
Advertisement
BACA JUGA: Jokowi Perpanjang Izin Ekspor Tembaga Freeport, Ini Respons PTFI
Menurutnya, pemberian izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport itu tidak tepat, karena perusahaan tambang itu beberapa kali telah meminta relaksasi ekspor konsetrat kepada pemerintah, dengan alasan pembangunan smelter yang belum rampung.
Tercatat PT Freeport sudah delapan kali meminta izin relaksasi ekspor konsentrat sejak 2014, dengan janji membangun smelter. Namun, hingga kini belum juga rampung.
Padahal, lanjut Gunhar, Presiden Joko Widodo terus menggaungkan program hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah, tetapi seperti tidak dihiraukan Freeport. Bahkan DPR melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang telah berkali-kali mendesak Freeport untuk menyelesaikan pembangunan smelter pun, tidak pernah digubris.
"Sekarang kepemilikan saham pemerintah Indonesia di Freeport sudah 51 persen, tetapi dengan segala tindakannya itu, sebenarnya Freeport ini milik siapa? Bahwa larangan ekspor ini amanat UU Minerba, kalau diberikan izin ekspor, justru mengangkangi UU Minerba," tambahnya.
BACA JUGA: Freeport Minta Perpanjangan Ekspor hingga Smelter Manyar Beroperasi
Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini juga meragukan alasan terhambatnya pembangunan smelter karena terdampak pandemi. Mengingat PT Freeport sejak dulu terkesan tidak sungguh-sungguh merampungkan pembanguan smelter sejak 2014.
Pembangunan itu, tegas Gunhar, dimulai jauh sebelum adanya bencana pandemi, hingga kini PT Freeport belum juga menyelesaikan pembangunan.
Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak melihat perpanjangan izin ekspor PT Freeport ini hanya dari sisi pendapatan. Melainkan juga dampak yang ditimbulkan kepada dunia pertambangan Indonesia ke depan, terutama program hilirisasi yang tengah berjalan.
"Pemberian relaksasi ekspor konsentrat yang berkali-kali terhadap PT Freeport itu, akan menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri. Jika mereka tiba-tiba menuntut relaksasi ekspor serupa, tentu akan mengganggu program hilirisasi yang tengah berjalan," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pasutri di Kuta Bali Terseret Banjir Bersama Mobilnya, Satu Meninggal Dunia
- Rumah Dibakar Massa Istri Mantan PM Nepal Meninggal Akibat Luka Bakar
- 7 Pekerja Tambang Freeport Terjebak Longsor
- Gubernur Bali Minta Wali Kota Denpasar Data Jumlah Kerugian Akibat Banjir
- Sekjen PBB Minta Dilakukan Penyelidikan Menyeluruh Terkait Aksi Protes di Nepal
Advertisement

Ikabadra Gelar Reuni Akbar, Hadirkan Alumni Dalam dan Luar Negeri
Advertisement

Wisata Favorit di Asia Tenggara, dari Angkor Wat hingga Tanah Lot
Advertisement
Berita Populer
- Rp10,8 Triliun untuk Kementerian PKP Mayoritas untuk Renovasi Rumah
- BMKG Deteksi Siklon Tropis 93S di Samudra Hindia
- Dipecat Prabowo, Budi Arie Mengaku Tak Kaget
- Khalid Basalamah Buka Suara Seusai Diperiksa KPK Terkait Kuota Haji
- Lowongan Kerja Koperasi Merah Putih, Ini Syarat dan Jadwalnya
- WNA Tiongkok Curi Perhiasan Senilai Rp4,5 Miliar di Karawaci
- Kasus Mutilasi Kediri, Terdakwa Divonis Seumur Hidup
Advertisement
Advertisement