Advertisement
Dilema Sandwich Generation, Fenomena yang Dialami Warga Jogja Usia Produktif

Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG--Pertumbuhan penduduk lanjut usia di DI Yogyakarta tak cuma menjadi fenomena demografis di atas kertas. Masyarakat usia produktif ikut terdampak karena mesti menjamin pengeluaran orang tua.
Belum lagi tanggungan biaya hidup anak-anak yang belum masuk usia produktif. Fenomena itu populer disebut Sandwich Generation.
Advertisement
"Sudah kena di Yogyakarta ini sejak tahun 2015 dimana satu orang pekerja itu harus menanggung kehidupan orang tua satu dan anak satu. Yang hakikatnya itu lansia maupun anak-anak ini tidak produktif," jelas Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X, Kamis (17/11/2022).
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DI Yogyakarta pada 2020 lalu, terlihat bahwa masyarakat kelompok usia 40-55 tahun masih mendominasi struktur penduduk. Adapun untuk generasi Baby Boomer dengan kelompok usia 56-74 tahun, atau Pre-Boomer yang berusia 75 tahun ke atas persentasenya hanya di kisaran 16,61 persen dan 4,01 persen.
BACA JUGA: Ring Road Utara Jogja Akan Dipakai untuk Tol, Ini Jadwal Pengerjaannya
Namun demikian, dilihat dari tren pertumbuhannya, komposisi penduduk usia 65 tahun ke atas terus mengalami kenaikan sejak pencatatan sensus di tahun 1971. Pada awal 2000 saja, DI Yogyakarta mencatat penduduk usia 65 tahun ke atas proporsinya sebesar 8,53 persen dari jumlah penduduk. Pada 2020, jumlahnya meningkat hingga mencapai 10,35 persen.
Adapun untuk penduduk usia 0-14 di DI Yogyakarta dilaporkan terus mengalami penurunan. Dari 22,38 persen di tahun 2000, turun jadi 21,96 persen di 2010 lalu, dan pada 2020 hanya tersisa 19,61 persen dari keseluruhan populasi.
"Ini bagi kami persoalan yang luar biasa yang harus bisa diselesaikan," kata Gubernur DI Yogyakarta.
Untuk merespons hal tersebut, Ngarsa Dalem menyebut Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta bakal terus berupaya untuk mendorong geliat ekonomi di wilayah tersebut.
"Investasi harus lebih besar, lebih banyak, butuh pengusaha yang lebih banyak," katanya.
Hal tersebut dilakukan untuk membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya bagi kelompok masyarakat usia produktif. Lebih lanjut upaya untuk bisa mendatangkan investasi juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di DI Yogyakarta dan mengurangi ketimpangan pendapatan antar wilayah.
"Kami ingin para investor, atau pedagang, industri di Yogyakarta ini tumbuh. Lebih banyak tumbuh, tapi tidak perlu industri besar. Cukup menengah dan kecil saja, supaya rakyat Yogyakarta bisa bekerja. Ini juga penting bagi kita," jelas Ngarsa Dalem.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Jelang HUT Kemerdekaan RI Ke-80, TNI Tindak OPM di Tiga Titik
- ICRC Didesak Turun Tangan Melindungi Tahanan Palestina di Israel
- Sejumlah Bukti dan Dokumen Disita KPK dari Rumah Yaqut Cholil
- RAPBN 2026 Ditetapkan Presiden Prabowo, Ini Postur Lengkapnya
- Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut, KPK Periksa Rektor USU sebagai Saksi
Advertisement
Advertisement

Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Semarak Merah Putih Berkibar di Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko
Advertisement
Berita Populer
- Wapres ke-13 RI Ma'ruf Amin Dukung Langkah Muhammadiyah Dirikan Bank Syariah
- Mendagri Bantah Kenaikan PBB dan NJOP Terkait dengan Kebijakan Efisiensi Anggaran Pusat
- RAPBN 2026, BPJS Kesehatan Dianggarkan Rp69 Triliun
- RAPBN 2026, Kemenkes Disiapkan Anggaran Rp114 Triliun, Ini Rinciannya
- Ini Penyebab Penggilingan Padi Kecil Banyak yang Bangkrut
- Kawasan Legislatif-Yudikatif di IKN Dibangun Mulai Oktober 2025
- Gubernur Bali Tolak Pembangunan Kasino Meski Diiming-imingi Rp100 Triliun
Advertisement
Advertisement