Advertisement
Pakar: Wacana Presiden 3 Periode Tak Perlu Ditanggapi Serius

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan mengatakan, wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode tidak perlu ditanggapi secara serius oleh para pemangku kepentingan, karena merupakan hal yang tidak rasional.
"Memang hak orang menyampaikan pendapat terkait wacana ini, tetapi tidak perlu ditanggapi serius para pemangku kepentingan karena kita semua dari level masyarakat sampai ke para pejabat atau elite politik tunduk pada aturan konstitusi," kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Kamis (25/3/2021), terkait wacana mengubah masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Advertisement
Dikatakan, konstitusi negara sudah mengatur dengan jelas bahwa presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Artinya, seorang presiden atau wakil presiden hanya boleh menjabat paling banyak 2x5 tahun.
Aturan konstitusi ini, kata dia, sudah tepat dalam sebuah negara demokrasi, karena kekuasaan yang tidak dibatasi selalu memiliki kecenderungan untuk korup.
Untuk itu, katanya lagi, konstitusi Indonesia telah membatasi kekuasaan itu, sehingga tidak perlu ada gagasan untuk menambah masa jabatan kepala negara, apalagi sampai dipolemikkan berbagai pihak.
Dosen Fakultas Hukum Undana itu mengatakan, perubahan masa jabatan kepala negara bisa terjadi melalui amendemen UUD 1945, namun tidak bisa mengamendemen konstitusi hanya secara khusus mengganti masa jabatan kepala negara.
"Usia amendemen konstitusi kita baru 19 tahun, lalu mau diamendemen lagi tentu itu tidak bagus, tidak memberikan kepastian hukum," katanya pula.
Lebih lanjut, Johanes mengatakan jika wacana ini digulirkan pihak tertentu dengan alasan kinerja kepala negara saat ini dinilai bagus, maka tidak tepat menjadi dasar untuk mengubah konstitusi.
"Kalau kinerja Presiden Joko Widodo saat ini dinilai bagus, maka harus menjabat lagi, lalu bagaimana jika ada presiden-presiden selanjutnya korup, apakah konstitusi akan diamendemen lagi," kata dia lagi.
Konsitusi, ujarnya, mengatur hal-hal prinsip atau pokok yang perubahannya tidak boleh dilakukan secara cepat.
Karena itu, Johanes meminta para pemangku kepentingan untuk tidak menanggapi serius wacana seperti ini, karena hanya menyita waktu dan tenaga yang semestinya difokuskan untuk hal-hal lain yang lebih mendesak bagi kemajuan bangsa dan negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- IKN Berpotensi Menyokong Pengembangan Obat Herbal, Guru Besar UGM: Kalau Benar-Benar Pindah
- Anies Sebut Pembangunan IKN Timbulkan Ketimpangan Baru, Jokowi: Justru Sebaliknya
- Berstatus Tersangka, Permohonan Perlindungan Syahrul Yasin Limpo Ditolak
- Diskusi dengan Netanyahu, Elon Musk Dukung Israel
- Nawawi Ditunjuk Jadi Ketua, Insan KPK Mendukung Penuh
Advertisement

Jadwal Pemadaman Listrik Hari Ini Mulai Jam 10.00 WIB, Cek Lokasinya di Sini
Advertisement

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya
Advertisement
Berita Populer
- Waspada! Covid-19 Singapura Melonjak hingga 22.000 Kasus di Jelang Akhir Tahun
- Usai Korut, Korsel Luncurkan Satelit Mata-mata yang Pertama
- Pembangunan Infrastruktur Dasar IKN Capai 60 Persen
- Gempa Bumi Terkini Magnitudo 5,0 Guncang Maluku, BMKG: Dipicu Sesar Seram Utara
- Harga Pangan Hari Ini: Beras, Bawang, Cabai Naik
- Yenny Wahid: Ganjar-Mahfud Memprioritaskan Pelaku UMKM
- Gunung Anak Krakatau Meletus Lagi, Luncurkan Abu Vulkanik 1,5 Kilometer
Advertisement
Advertisement