Advertisement
Demi Tekan Pergaulan Bebas, Guru Ini Dirikan Posyandu Remaja
Inisiator Posyandu Remaja, Retno Wahyu Wulandari (kanan), berfoto bersama pegiat Posyandu Remaja, Hervina Yulanti, di SMAN 1 Girimarto, Girimarto, Rabu (21/8/2019). (Istimewa - Dok. Pribadi Retno Wahyu Wulandari)
Advertisement
Harianjogja.com, KARANGANYAR -- Retno Wahyu Wulandari, 42, pengajar Sosiologi SMAN 1 Girimarto, Wonogiri, yang resah akan tingginya kasus seks pranikah di kalangan remaja di Wonogiri. Kabar mengenai seorang siswi berhenti sekolah lantaran hamil menjadi satu hal paling menakutkan baginya.
Ia pun menginisiasi kegiatan posyandu remaja untuk menekan angka pergaulan bebas di kalangan anak muda. Analisisnya pun bergerak mencari anasir-anasir pemicu maraknya fenomena pergaulan bebas di kalangan remaja. Ia mulai meneliti hal itu pada 2012.
Advertisement
Menurut Retno, pengaruh media sosial terhadap pola perilaku anak turut menentukan tinggi kasus seks pranikah itu. Selain itu, remaja selama ini cenderung menjadi objek bukan subjek dalam pembentukan dirinya sebagai manusia seutuhnya.
“Saya harus mencari solusi untuk menekan kasus ini sekaligus memberdayakan remaja itu sendiri. Remaja harus mengenali masalah mereka dan mencari solusi terbaiknya,” kata Retno, saat ditemui JIBI/Solopos di kantornya, Rabu (21/8/2019).
BACA JUGA
Retno lantas merancang sebuah wadah bernama Posyandu Remaja yang kali pertama dioperasionalkan di SMAN 1 Girimarto. Ia mulai membuka penyuluhan kesehatan reproduksi, bijak bermedia sosial, hingga bahaya narkoba setiap triwulan kepada semua siswa.
Ia juga menambah dengan pemeriksaan kesehatan berupa pengukuran berat badan, tinggi badan, hingga tensi darah. Terakhir, ia membuka sesi konsultasi kepada setiap siswa. Semua rangkaian itu ia melibatkan siswa-siswi yang menjadi pegiat Posyandu Remaja termasuk dari Puskesmas.
Pada momen tertentu, ia menggelar tes urine kepada siswa.
“Kalau mereka bercerita permasalahannya kepada teman sebaya, mereka akan lebih terbuka. Komunikasinya berjalan efektif. Mereka jadi lebih berdaya. Kalau tes urine itu awalnya hanya shock therapy saja,” ujar perempuan yang setiap hari melaju sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Kaliancar, Selogiri.

Foto: Siswa mengikuti kegiatan Posyandu Remaja di SMAN 1 Girimarto Wonogiri. (Istimewa/Dok. Retno Wahyu Wulandari)
Tak hanya di sekolah, Posyandu Remaja itu direplikasikan ke karang taruna di sekitar sekolah. Ia menugaskan siswanya membentuk kelompok-kelompok dan mulai memberikan penyuluhan kepada kelompok remaja.
Karang taruna jadi salah satu sasaran karena di sana banyak remaja rentan dan setengah rentan ditemui akibat putus sekolah. Putus sekolah membuat remaja terputus juga informasi kepadanya.
“Yang ditakutkan dari pergaulan bebas adalah generasi yang lahir setelah itu. Dari remaja rentan melahirkan generasi yang rentan pula. Begitu seterusnya. Maka rantai ini harus diputus,” beber dia.
Salah satu pegiat Posyandu Remaja SMAN 1 Girimarto, Hervina Yulianti, 17, mengaku kegiatan posyandu itu cukup efektif membangun kesadaran siswa khususnya dalam hal pengendalian diri. Dengan adanya tes urine, misalnya, teman-temannya akan berpikir berkali-kali untuk berbuat sesuatu.
Mereka khawatir, jika dalam tes urine itu hasilnya positif, itu artinya harus segera hengkang dari sekolah. “Teman-teman juga jadi tahu bagaimana menjaga kesehatan reproduksi, cara merawatnya, hingg bahaya narkoba,” ujar perempuan asal Dusun Sunggingan, Sidokarto.
Hervina juga kini menjadi semacam tempat curhat bagi kawan-kawannya. Biasanya, mereka sungkan atau tabu jika bercerita kepada guru. Cerita itu misalnya soal masalah menstruasi atau masalah perempuan lainnya.
Selain itu, interaksi antarteman menjadi lebih akrab sebab pacaran di dalam kelas tak lagi dijumpai. Setiap siswa menyadari pacaran di dalam kelas akan mengganggu teman lainnya.
“Kadang juga menyinggung-nyinggung [masalah seks], walau cuma becanda. Ada juga yang cerita sudah dua bulan enggak begini [mens], aku harus bagaimana. Semua identitas yang curhat itu dijamin kerahasiaannya,” ujar dia.
Dampak Posyandu Remaja itu, Retno kembali menegaskan, siswa-siswinya kini lebih produktif. Mereka lebih sehat dari segi kesehatan, psikologi, media sosial, hingga sehat berkarya. Kasus seks pranikah pun turun tajam meski ia enggan menyebutkan secara kuantifikasi.
“Ada sebuah tren, siswa-siswi di sini lebih berprestasi. KIR misalnya, yang semula enggak ada, kini ada tiga kegiatan yang mendapat fasilitasi dari pemerintah hampir setiap tahunnya. Animo masyarakat menyekolahkan anaknya ke sini juga tinggi. Kelas X tahun ini ada 200 lebih. Sebelumnya sekitar 150-an,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
- Musim Flu AS Catat 2,9 Juta Kasus, 1.200 Orang Meninggal
- Korupsi Kepala Daerah Masih Terjadi, Pakar Nilai Retret Bukan Solusi
Advertisement
Inspektorat Bantul Audit APBKal Wonokromo, Dugaan Rugikan Miliaran
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Lelang Parkir Solo 2026, Stadion Manahan Jadi Rebutan Investor
- DPRD Kab Magelang Selenggarakan Gelar Budaya Sebagai Media Aspirasi
- Polda Metro Ungkap Pemicu Dua Debt Collector Tewas di Kalibata
- KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana ke Bupati Pati
- Layanan Perpanjangan SIM Dibuka di Kawasan Pantai Baron Gunungkidul
- Indonesia Raih Emas Menembak Beregu Putra di SEA Games 2025
- Maling HP di Wates Terciduk Warga, Akui Beraksi Lebih dari Sekali
Advertisement
Advertisement




