Advertisement

Kesehatan Mahasiswa Indonesia: Dari Kurang Gizi hingga Kurang Tidur

Sirojul Khafid
Rabu, 13 Agustus 2025 - 20:57 WIB
Sunartono
Kesehatan Mahasiswa Indonesia: Dari Kurang Gizi hingga Kurang Tidur Ilustrasi mahasiswa / StockCake

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sebagian besar mahasiswa Indonesia merasa status kesehatan dan kesejahteraan baik. Namun mereka melaporkan asupan gizi yang rendah, jam tidur yang kurang, dan aktivitas fisik yang terbatas, semuanya di bawah tingkat yang direkomendasikan untuk kelompok usia mereka.

Temuan itu berdasarkan jurnal berjudul The Health and Wellbeing of Undergraduate Students in Indonesia: Descriptive Results of a Survey in Three Public Universities. Penelitian karya Ekawati dan kawan-kawan itu terbit di jurnal Scientific Report pada April 2025.
Jumlah responden lebih dari 4.000 mahasiswa, yang kuliah di tiga universitas negeri di Indonesia.

Advertisement

Dari seluruh responden yang mengisi pengukuran kesehatan mental, hampir tiga perempatnya memiliki setidaknya gejala depresi ringan. Lebih dari separuh responden juga memiliki setidaknya gejala kecemasan ringan. Lebih dari 30% memiliki gejala gangguan makan, dan hampir 10% ingin melukai diri sendiri atau menyakiti orang lain.

"Dari responden yang menanggapi pertanyaan tentang perilaku berisiko, sebagian kecil merokok tembakau, menggunakan narkoba, mengonsumsi alkohol, atau terlibat dalam aktivitas seksual," tulis dalam laporan tersebut.

BACA JUGA: Lokasi Calon Transmigran dari DIY Berubah, Ini Kata Disnakertrans

Sebagian besar mahasiswa melaporkan bahwa keluarga mereka mengalami disfungsional, baik ringan hingga berat. Survei ini juga mengungkapkan adanya diskriminasi gender, baik di dalam maupun di luar universitas. Meskipun mereka masih dapat mempertahankan hubungan dengan teman sebaya, sebagian besar mahasiswa cenderung bersikap individualis dan memiliki waktu terbatas untuk bersosialisasi dengan teman sebaya.

Selain itu, peserta menyatakan bahwa mereka masih merasakan hambatan terkait niat mereka untuk mencari perawatan, biaya perawatan, kekhawatiran akan kerahasiaan, dan terbatasnya jam layanan. Temuan lain menyatakan bahwa tingkat depresi dan kecemasan remaja dan dewasa muda lebih tinggi pada mahasiswa dibandingkan pada remaja berusia kurang dari 17 tahun.

Lebih lanjut, tamuan menyatakan lebih dari separuh peserta studi memiliki masalah kesehatan mental. "Banyak yang tidak terbuka terhadap kondisi mereka dan tidak mencari perawatan dan ini dilaporkan dalam penelitian lain karena stigma dan perasaan rendah diri," tulisnya.

Mahasiswa Indonesia Kurang Sayur dan Tidur

Mahasiswa di Indonesia mengonsumsi sedikit sayuran. Mereka juga lebih sedikit aktivitas fisik dan kurangnya jam tidur. Temuan ini berdasarkan jurnal berjudul The Health and Wellbeing of Undergraduate Students in Indonesia: Descriptive Results of a Survey in Three Public Universities.

Para penulis menganggap hasil penelitian melengkapi dan konsisten dengan hasil dari banyak penelitian yang mengevaluasi asupan gizi, aktivitas fisik, dan pola tidur mahasiswa di Indonesia. Para mahasiswa telah mengonsumsi protein, buah, dan sayuran kurang dari standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia atau standar internasional lainnya.

Pola tidur mahasiswa Indonesia juga secara umum lebih pendek dibandingkan dengan mahasiswa di banyak negara Asia dan Afrika lainnya. Kurangnya tidur ini berpotensi memengaruhi tingkat stres dan status kesehatan mental mereka. Tingkat aktivitas fisik mahasiswa Indonesia di sisi lain juga lebih rendah, dengan gaya hidup yang lebih banyak duduk dan kurangnya kesempatan untuk berolahraga.

Oleh karena itu, para peneliti menganggap tidak mengherankan bahwa beberapa mahasiswa telah mengembangkan hasil laboratorium metabolik yang abnormal, seperti obesitas dan kadar gula atau kolesterol tinggi. "Demikian pula dengan penyebab perilaku pengambilan risiko, fenomena kurangnya keseimbangan gizi dan aktivitas fisik berkorelasi dengan risiko penyakit tidak menular (PTM)," tulis dalam laporan tersebut.

Temuan dalam penelitian menyatakan sebagian besar mahasiswa cenderung memiliki stresor akademis. Tetapi banyak juga yang berasal dari keluarga yang tidak berfungsi dan kurang memiliki dukungan sosial dari teman sebayanya. Subjek penelitian mahasiswa berasal dari tiga universitas bergengsi di Indonesia. Sehingga peneliti beranggapan tidak mengherankan bahwa mereka mungkin lebih berorientasi pada pangkat dan akademis.

BACA JUGA: Merebak Isu Hubungan Renggang dengan Gibran, AHY: Enggak Ada Masalah

Sementara meskipun banyak mahasiswa di perguruan tinggi tinggal di asrama dan bersiap untuk meninggalkan keluarga mereka, seperti negara-negara Asia lainnya, keluarga masih memengaruhi kinerja mereka, termasuk tanggung jawab akademis dan pilihan karier mereka. Idealnya, mahasiswa yang tinggal jauh dari keluarga akan memiliki dukungan akademis dan teman sebaya di universitas untuk meningkatkan ketahanan diri mereka.

Namun dalam penelitian tersebut, para mahasiswa memiliki tingkat dukungan sosial yang rendah dan proporsi yang rendah berpartisipasi dalam kelompok sosial. "Ketika dukungan yang mereka miliki dari keluarga terbatas, bersama dengan dukungan terbatas dari sosial mereka, ini dapat menyebabkan kehidupan akademis yang lebih menegangkan dan menyebabkan masalah kesehatan mental," tulisnya.

Dibandingkan dengan situasi kesehatan sarjana regional di Asia Tenggara lainnya, studi ini dianggap melengkapi temuan sebelumnya tentang prevalensi tingkat mahasiswa yang memiliki masalah kesehatan mental, perilaku pengambilan risiko dan melakukan aktivitas seksual, dan risiko PTM. Diskriminasi terhadap kelompok minoritas berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual dan kesehatan mental menonjol di Indonesia.

Penguatan Layanan Ramah Remaja dan Dewasa Awal

Universitas perlu menyiapkan layanan yang ramah untuk remaja dan dewasa awal atau adolescents and young adults (AYA). Hal ini untuk mengurangi risiko kesehatan yang buruk pada mahasiswa, seperti temuan dari penelitian sebelumnya.

Mahasiswa berisiko mengalami gangguan kesehatan mental, dan risiko penyakit tidak menular akibat gaya hidup sedenter dan nutrisi yang tidak tepat. Hal ini masih diperparah dengan kurangnya waktu tidur dan dukungan sosial dari lingkungan sekitar.

Universitas perlu memantau risiko-risiko ini pada mahasiswanya. Perlu juga ada layanan yang ramah terhadap risiko buruk yang terjadi pada kelompok AYA, yang berbasis di universitas. "Hal ini diperlukan untuk membantu melibatkan mahasiswa dalam perilaku yang mempromosikan kesehatan dan mengatasi masalah kesehatan mental serta risiko kesehatan," tulis dalam laporan.

Layanan ramah AYA mengakomodasi tugas perkembangan unik AYA dalam menemukan identitas diri dan tekad mereka. Layanan ini sekaligus membantu mereka secara akademis mempersiapkan masa depan profesional. Universitas yang mempromosikan kesehatan perlu secara ketat mempromosikan gaya hidup sehat dan menyediakan kesempatan bagi mahasiswa. Hal ini agar universitas terlibat dalam mengurangi dampak faktor risiko terhadap kehidupan mahasiswa saat ini dan di masa mendatang.

Penelitian di atas juga bisa menjadi dasar bagi penelitian di masa mendatang dengan mahasiswa, untuk memahami faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam gaya hidup sehat dan meningkatkan kesehatan mental selama di universitas. "Program perlu dirancang bersama dengan mahasiswa untuk memastikan program tersebut menarik dan relevan dengan kebutuhan mereka," tulisnya.

Program perlu mendorong mahasiswa, sebagai calon pemimpin masyarakat, untuk menjadi lebih aktif, mengonsumsi nutrisi yang cukup, dan terlibat dalam kegiatan yang lebih pro-sosial serta mendukung kesehatan mental. Mungkin pengaruh tekanan dari keluarga untuk berprestasi secara akademis, yang mungkin mengorbankan kebiasaan sehat dan dukungan sosial, perlu dikaji lebih lanjut untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan mahasiswa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Lulusan UNY Sudah Diwisuda Belum Terima Ijazah, Cuma Dapat Map Kosong

Lulusan UNY Sudah Diwisuda Belum Terima Ijazah, Cuma Dapat Map Kosong

Sleman
| Rabu, 13 Agustus 2025, 21:27 WIB

Advertisement

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Wisata
| Minggu, 10 Agustus 2025, 15:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement