Advertisement

Partisipasi pada Pilkada Rendah, Pengamat Politik Sebut karena Aksi Intervensi

Newswire
Rabu, 04 Desember 2024 - 11:47 WIB
Maya Herawati
Partisipasi pada Pilkada Rendah, Pengamat Politik Sebut karena Aksi Intervensi Ilustrasi Pilkada / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Intervensi kekuasaan menjadi salah satu faktor partisipasi Pilkada serentak 2024 rendah, apalagi bila calon yang maju tidak sesuai harapan. Hal ini diutarakan akademikus sekaligus pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Prof. Asrinaldi.

"Memang isu tentang partisipasi ini menjadi perhatian banyak pihak dan cenderung mengatakan bahwa ada kejenuhan," kata Asrinaldi saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Advertisement

Menurut dia, bukan hanya kejenuhan yang terjadi pada para pemilih, namun intervensi kekuasaan juga menjadi salah satu faktor Pilkada serentak 2024 tingkat partisipasinya menurun.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat juga kurang tertarik memilih pemimpin sebab informasi yang berkembang ada keterlibatan aparat dan politik uang sehingga pemilih enggan menyalurkan hak pilihannya.

"Maraknya politik uang, mobilisasi aparat, dan maraknya keterlibatan kekuasaan mengintervensi menjadi faktor penyebab partisipasi rendah," tuturnya.

Untuk itu, kata Asrinaldi, pemerintah dan penyelenggara harus bisa mengatasi itu semua dengan terobosan untuk pilkada, salah satunya yaitu mempertimbangkan pilkada asimetris.

Ia mengatakan, dengan menggunakan pilkada yang tidak hanya dipilih secara langsung tapi dikombinasikan antara pemilih langsung dan juga melalui DPRD.

BACA JUGA: Hujan Lebat Bongkahan Batu Berdiameter 2 Meter Menimpa Atap Rumah Warga di Gunungkidul

"Saya pikir tidak semua daerah itu melaksanakan pilkada. Harus ada pilkada asimetris. Dan itu sebenarnya sudah dilaksanakan. Buktinya di Jogja tidak memilih gubernur karena memang raja ditetapkan sebagai gubernur," ujarnya.

Selain itu, lanjut Asrinaldi, bisa dilakukan juga dengan menggunakan parameter-parameter tertentu. Misalnya indeks pembangunan manusia. Kalau IPM tertentu di daerah itu memang masyarakatnya rendah dari segi rata-rata pendidikannya, rata-rata ekonominya, kemudian angka harapan hidup dan seterusnya mungkin diserahkan ke DPRD itu alternatif terbaik.

"Kalau masyarakat sudah maju, IPM sudah maju baru secara langsung. Artinya politik uang, tekanan, dan intervensi mereka bisa hadapi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gamelan: Problematika, Ekosistem, dan Kemajuan Kebudayaan

Jogja
| Rabu, 04 Desember 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Berkunjung ke Chengdu Melihat Penangkaran Panda

Wisata
| Sabtu, 30 November 2024, 21:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement