Advertisement

Berpotensi Disalahgunakan, Peradi Usulkan Pasal Penyadapan di RUU KUHP Dihapus

Newswire
Selasa, 17 Juni 2025 - 15:07 WIB
Abdul Hamied Razak
Berpotensi Disalahgunakan, Peradi Usulkan Pasal Penyadapan di RUU KUHP Dihapus Ilustrasi penyadapan. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) khawatir ketentuan penyadapan akan disalahgunakan sehingga mengusulkan untuk dihapus dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Waketum Peradi Sapriyanto Refa mengatakan bahwa mekanisme penyadapan dalam tindak pidana sudah diatur dalam sejumlah undang-undang lain, sehingga tak perlu lagi disebutkan dalam KUHAP yang baru.

Advertisement

BACA JUGA: Kanwil Kemenkum DIY Gencar Sosialisasikan KUHP Baru, Tekankan Paradigma Restoratif

"Dalam upaya paksa yang dimiliki ini untuk tindak pidana umum yang ada di dalam KUHAP ini, penyadapan harus dihilangkan," kata Supriyanto saat rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan bahwa penyadapan sudah diatur dalam Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-Undang Kepolisian.

Untuk itu, dia mengusulkan agar bentuk upaya paksa yang diatur dalam RUU KUHAP diubah, sehingga upaya paksa hanya meliputi penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan larangan bagi tersangka keluar wilayah Indonesia.

Selain soal penyadapan, dia juga mengusulkan agar keterangan ahli dan bukti petunjuk dihapus dalam RUU KUHAP karena dinilai sangat berbahaya untuk meyakini hakim.

Dia pun mengusulkan bahwa alat bukti hanya meliputi empat jenis, yakni keterangan saksi, bukti surat, bukti elektronik, hingga keterangan terdakwa.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa penyidik harus mencari alat bukti sendiri untuk menemukan pelaku atau membuktikan tindak pidana. Menurut dia, penyidik tidak dapat hanya bergantung pada bukti petunjuk.

Mengenai keterangan ahli, dia pun menyayangkan bahwa selama ini keterangan ahli yang kerap dipertimbangkan hakim adalah yang diajukan dari jaksa penuntut umum. Sedangkan, kata dia, keterangan ahli dari pihak penasehat hukum jarang dipertimbangkan.

"Karena itu, kalau kemudian dalam penanganan sebuah perkara pidana memerlukan ahli, cukup dia memberikan keterangan tertulis, yang akhirnya menjadi bukti surat. Tidak perlu dihadirkan di persidangan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

HUT Bhayangkara, Polda DIY Gelar Layanan Kesehatan Gratis

Sleman
| Selasa, 17 Juni 2025, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Destinasi Wisata Puncak Sosok Bantul Kini Dilengkapi Balkon KAI

Wisata
| Jum'at, 06 Juni 2025, 16:02 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement