Advertisement
Berpotensi Disalahgunakan, Peradi Usulkan Pasal Penyadapan di RUU KUHP Dihapus
Ilustrasi penyadapan. - Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) khawatir ketentuan penyadapan akan disalahgunakan sehingga mengusulkan untuk dihapus dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Waketum Peradi Sapriyanto Refa mengatakan bahwa mekanisme penyadapan dalam tindak pidana sudah diatur dalam sejumlah undang-undang lain, sehingga tak perlu lagi disebutkan dalam KUHAP yang baru.
Advertisement
BACA JUGA: Kanwil Kemenkum DIY Gencar Sosialisasikan KUHP Baru, Tekankan Paradigma Restoratif
"Dalam upaya paksa yang dimiliki ini untuk tindak pidana umum yang ada di dalam KUHAP ini, penyadapan harus dihilangkan," kata Supriyanto saat rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa penyadapan sudah diatur dalam Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hingga Undang-Undang Kepolisian.
Untuk itu, dia mengusulkan agar bentuk upaya paksa yang diatur dalam RUU KUHAP diubah, sehingga upaya paksa hanya meliputi penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan larangan bagi tersangka keluar wilayah Indonesia.
Selain soal penyadapan, dia juga mengusulkan agar keterangan ahli dan bukti petunjuk dihapus dalam RUU KUHAP karena dinilai sangat berbahaya untuk meyakini hakim.
Dia pun mengusulkan bahwa alat bukti hanya meliputi empat jenis, yakni keterangan saksi, bukti surat, bukti elektronik, hingga keterangan terdakwa.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa penyidik harus mencari alat bukti sendiri untuk menemukan pelaku atau membuktikan tindak pidana. Menurut dia, penyidik tidak dapat hanya bergantung pada bukti petunjuk.
Mengenai keterangan ahli, dia pun menyayangkan bahwa selama ini keterangan ahli yang kerap dipertimbangkan hakim adalah yang diajukan dari jaksa penuntut umum. Sedangkan, kata dia, keterangan ahli dari pihak penasehat hukum jarang dipertimbangkan.
"Karena itu, kalau kemudian dalam penanganan sebuah perkara pidana memerlukan ahli, cukup dia memberikan keterangan tertulis, yang akhirnya menjadi bukti surat. Tidak perlu dihadirkan di persidangan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
PKU Muhammadiyah Bantul Resmikan Dua Tower Baru dan Layanan Unggulan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Nissan Hapus 87 Posisi di Eropa, PHK Dimulai Februari
- Pos Damkar Gunungkidul Baru Dua, Jauh dari Kebutuhan Ideal
- Pyjama Man Penyerang Ariana Grande Didakwa di Singapura
- Kunjungan Diprediksi Naik, Jip Wisata Merapi Maksimalkan Layanan
- Korupsi Kalurahan Bohol, Pamong Ikut Kebagian hingga Rp8 Juta
- Undip Skorsing Chiko, Mahasiswa Tersangka Konten Porno AI
- Trump Akui Perintah Serangan, Iran Seret AS-Israel ke PBB
Advertisement
Advertisement




