Advertisement
Aksi Mogok Dokter, Profesor Kedokteran Korsel Minta Wamenkes Tak Dilibatkan
Advertisement
Harianjogja.com, SEOUL—Aksi dokter yang mogok di Korea Selatan masih belum usai. Teranyar, Komite Tanggap Darurat Dewan Profesor Sekolah Kedokteran Korea Selatan mendesak pemerintah tidak melibatkan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Kedua Park Min-soo untuk memberikan tanggapan di media dalam memfasilitasi pembicaraan mengenai negosiasi reformasi medis.
Komite yang merupakan asosiasi di balik kampanye pengunduran diri profesor kedokteran, mengajukan permintaan tersebut satu hari setelah Park dengan tegas menolak seruan komunitas medis untuk mengubah rencana pemerintah meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran.
Advertisement
“Jika Park yang secara sepihak menyampaikan pendapat pemerintah, mundur dari tanggapan media, saya pikir hal itu akan memfasilitasi dialog,” kata Ketua Komite Tanggap Darurat Dewan Profesor Sekolah Kedokteran Bang Jae-seung saat konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul, Sabtu (30/3/2024).
Asosiasi juga merekomendasikan para profesor kedokteran untuk mengurangi jam kerja dengan berfokus pada layanan medis penting di tengah pemogokan yang berkepanjangan oleh para dokter peserta pelatihan di rumah sakit umum besar.
“Walaupun selama ini kami merawat pasien tanpa batasan waktu dan mengurangi jumlahnya, namun sepertinya kami sudah mencapai batas fisik. Kami akan menyesuaikan jam kerja kami,” ucap Bang.
Baca Juga
Aksi Dokter Mogok di Korsel Bikin Tingkat Penerimaan Publik Terhadap Presiden Turun
Kemenkes Korsel Laporkan Lima Dokter yang Mogok Kerja ke Polisi
Pemerintah Korsel Menangguhkan Izin Medis Dokter yang Mogok Kerja
Adapun Wakil Menteri Kesehatan Park pada konferensi pers, Jumat (30/3/2024) mengatakan pemerintah tidak akan mengulangi sejarah tidak menyenangkan karena menyerah pada kelompok kerja tertentu dan berjanji untuk menyelesaikan reformasi medis sesuai dengan supremasi hukum.
Park pun mendapat kecaman karena mengucapkan kata dalam bahasa Korea untuk dokter sebagai istilah yang merendahkan selama konferensi pers, meskipun ia mengklaim bahwa itu adalah kesalahan bicara.
Hingga kini, lebih dari 90 persen dari 13.000 calon dokter di negara tersebut telah melakukan pemogokan dalam bentuk pengunduran diri massal sejak 20 Februari untuk memprotes keputusan pemerintah meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi dari 3.058 kursi saat ini mulai tahun depan.
Gangguan layanan medis diperkirakan akan semakin memburuk karena para profesor yang menjabat sebagai dokter senior di rumah sakit besar, berjanji untuk mengurangi jam kerja mingguan mereka menjadi 52 jam dengan menyesuaikan operasi dan perawatan medis lainnya serta meminimalkan layanan medis untuk pasien rawat jalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tidak Hadir dalam Sidang Sengketa Pileg, 2 Pemohon Dianggap MK Tidak Serius
- Kemenparekraf Ingin Iuran Pariwisata dari APBN
- Tiga Ribu Lebih WNI Terjerat Online Scam Sejak 2021
- 66 Pegawai KPK Terlibat Pungli, Dua Rutan Dinonaktifkan
- Kerusakan Akibat Gempa Garut Terjadi di Empat Kabupaten, Terparah Bandung
Advertisement
Nobar Lesehan bareng Warga, Sultan Bilang Begini Usai Timnas Kalah di Semifinal Piala Asia U-23
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Mandi di Pantai, 2 Pelajar Ditemukan Meninggal Dunia
- 2 Penambang Tertimbun Galian Batubara, Basarnas Terjunkan Tim Evakuasi
- Prabowo Puji Jokowi: Betapa Besar Pak Presiden Siapkan Saya
- Bengkel Motor di Cilangkap Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp500 Juta
- Presiden Jokowi Teken UU DKJ, Peralihan Status Ibu Kota dari Jakarta ke IKN
- World Central Kitchen di Jalur Gaza Kembali Beroperasi Pasca 7 Pekerja Terbunuh
- Jelang Pensiun, Presiden Jokowi Terima Kunjungan PM Singapura Lee Hsien Loong
Advertisement
Advertisement