Benarkah Nike dan Adidas Gunakan Bahan Hasil Kerja Paksa dari China?
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Anggota parlemen AS meminta informasi dari Nike dan Adidas tentang apakah mereka mengimpor produk yang berasal dari kerja paksa di China. Selain kedua perusahaan tersebut, ada dua perusahaan lainnya yang diminta penjelasan.
Perwakilan Republik Mike Gallagher, ketua Komite Seleksi DPR untuk Partai Komunis China, dan pimpinan panel Demokrat, Raja Krishnamoorthi, mengirim surat ke perusahaan-perusahaan tersebut pada hari Selasa (2/5).
Advertisement
BACA JUGA: Mobil Penyiar RRI Jogja Diduga Dibacok Klitih di Bantul
Selain itu, mereka juga menyurati platform belanja milik China yakni Shein dan juga Temu.
Sebelumnya, AS menuduh China meminta warga Uyghur di wilayah Xinjiang untuk bekerja di luar keinginan mereka, bagian dari kampanye genosida pemerintah yang lebih luas.
Menanggapi hal tersebut, Kongres kemudian mengesahkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur pada tahun 2021. Undang-undang tersebut melarang impor barang-barang dari Xinjiang ke AS, dengan anggapan bahwa itu adalah produk kerja paksa.
China sendiri telah berulang kali menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan genosida.
Dalam surat yang dikirimkan tersebut, anggota parlemen AS sedang mencari tahu apakah perusahaan-perusahaan tersebut mematuhi undang-undang tersebut.
Mereka mengajukan berbagai pertanyaan kepada perusahaan, termasuk dari mana sumber bahan untuk produk dan langkah apa yang telah diambil perusahaan untuk memeriksa rantai pasokan mereka sejak undang-undang tersebut disahkan.
Gallagher dan Krishnamoorthi menulis dalam surat tersebut bahwa selama sidang bulan Maret, para ahli menuduh Nike dan Adidas mendapatkan pakaian yang terbuat dari bahan dari Xinjiang.
“Terus mengimpor barang yang diproduksi sebagian dengan kerja paksa Uighur berpotensi melanggar UFLPA dan menciptakan kondisi di mana PKT dapat terus melakukan genosida,” tulis anggota parlemen, mengutip dari pemberitaan Bloomberg (3/5/2023).
BACA JUGA: Harga Cabai dan Telur Redam Laju Inflasi di DIY
Nike dan Adidas sendiri juga tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Bloomberg.
Platform belanja milik China, Shein mengatakan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki pemasok di wilayah Xinjiang dan tidak memiliki toleransi terhadap kerja paksa.
Perusahaan tersebut mengklaim bahwa mereka menganggap serius visibilitas di seluruh rantai pasokan perusahaan, dan berkomitmen untuk menghormati hak asasi manusia serta mematuhi undang-undang setempat di setiap pasar tempat kami beroperasi.
Perusahaan Shein juga mengatakan bahwa para pemasok perusahaan harus mematuhi kode etik yang ketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Awasi Masa Tenang, Bawaslu Siagakan Semua Petugas Pengawas
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Pemerintah Pastikan Penetapan UMP 2025 Molor, Gubernur Diminta Bersabar
- 8 Terduga Teroris Ditangkap, Terkait dengan NII
- Dugaan Suap ke Sahbirin Noor, KPK Periksa Empat Saksi
- Desk Pemberantasan Judi Online Ajukan Pemblokiran 651 Rekening Bank
- Diskop UKM DIY Raih Juara III Kompetisi Sinopadik 2024 di Palangkaraya
- Ketua MPR: Presiden Prabowo Disegani Saat Tampil di G20 Paparkan Hilirisasi SDA
- BRIN Usulkan Pemanfaatan Data Satelit dan Kecerdasan Buatan untuk Penanganan Bencana
Advertisement
Advertisement