Advertisement
Sri Lanka Larang Penggunaan Burkak, Ini Tanggapan Muhammadiyah
Keluarga menaruh bom di makam Rexy Duglas (67), tiga hari setelah serangkaian bom bunuh diri mengguncang 3 gereja dan 4 hotel pada Hari Paskah, di sebuah pemakaman dekat Gereja St. Sebastian, Negombo, Sri Lanka, Rabu (24/4/2019). - Reuters/Athit Perawongmetha
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menilai larangan menggunakan burkak bagi wanita muslim di Sri Lanka akan menggemakan islamofobia.
Menurutnya, penutupan sekolah Islam dan pelarangan burkak bertentangan dengan hak asasi manusia dan menyakiti hati umat Islam. Dia menilai pemberantasan terorisme perlu mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Advertisement
“Kalau seandainya pemerintah Sri Lanka terlalu dihantui oleh tindakan-tindakan kekerasan dan terorisme, maka langkah yang harus ditempuh dan diambil bukanlah dengan menutup sekolah-sekolah Islam, tetapi dengan meningkatkan kemampuan aparat intelijennya,” katanya seperti dikutip dari laman resminya.
Lebih lanjut, Anwar juga meminta agar Pemerintah Indonesia segera melakukan upaya agar Pemerintah Sri Lanka menempuh cara lain di luar kebijakan yang bersifat islamofobia.
“Sehingga hal-hal yang bersifat islamofobia dan tidak proporsional serta tidak etis ini tidak harus terjadi,” tutupnya.
Burkak merupakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh serta wajah. Adapun bagian mata ditutup oleh kawat kasa agar dapat melihat. Biasanya dikenakan oleh sebagian perempuan muslim di Afganistan, Pakistan, dan India Utara.
Seperti diberitakan Al Jazeera, pada Sabtu, Menteri Keamanan Publik Sri Lanka Sarath Weerasekera telah menandatangani dokumen berupa izin dari kabinet untuk melarang burkak.
“Burkak berdampak langsung kepada keamanan langsung. Itu adalah tanda ekstremisme yang muncul sekarang. Kami pasti akan melarangnya,” kata Weerasekara dalam upacara di kuil Buddha.
Pemerintah Sri Lanka juga berencana menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam yang menentang kebijakan nasional.
Rakyat Sri Lanka tidak setuju terhadap rencana tersebut dan memandang keputusan itu sebagai upaya untuk menenangkan mayoritas Buddha di Sri Lanka. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan.
Seperti diketahui, 75 persen dari total populasi Sri Lanka sebesar 22 juta adalah penganut Buddha Sinhala. Sementara itu, minoritas etnis tamil yang kebanyakan beragama Hindu sebesar 15 persen dan muslim sebesar 9 persen.
Pengumuman tersebut hanya beberapa pekan menjelang peringatan kedua serangan Paskah 2019 di tiga gereja dan tiga hotel mewah di negara itu yang menewaskan sedikitnya 269 orang.
Dua kelompok muslim lokal yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam atau ISIL (ISIS) disebut bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kulonprogo Perkuat EWS Longsor dan Banjir Jelang Musim Hujan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Wali Kota Hasto Wardoyo: Perca Jadi Solusi Lingkungan dan Ekonomi
- Tips Cegah Flu di Musim Hujan agar Tubuh Tetap Fit
- Ericsson Sebut Adopsi 6G Dipimpin AS dan Asia Mulai 2031
- Viral Remaja Ditangkap, Polres Bantul: Bukan Aksi Klitih
- Deltras Vs PSS Sleman, The Lobster Unggul 1-0 di Babak Pertama
- Semeru Level Awas, Lahar Hujan Mengalir hingga 2 Jam
- Festival Lereng Merapi Suguhkan 1.000 Penari dan Ribuan Sajian
Advertisement
Advertisement




