Negara Miskin Bakal Tertinggal dalam Akses Vaksin Covid-19
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Miliarder Bill Gates memperkirakan negara-negara miskin akan tertinggal enam hingga delapan bulan di belakang negara yang lebih kaya dalam mendapatkan akses vaksin Covid-19.
Dilansir Antara, Rabu (27/1/2021), pendiri Microsoft ini mengatakan peluncuran vaksin Covid-19 pertama sebagai masalah distribusi yang sulit. Perilisan vaksin itu pun dinilai memberi tekanan pada lembaga global, pemerintah, dan pembuat obat.
Advertisement
"Setiap politisi berada di bawah tekanan untuk mengajukan tawaran agar negara mereka bisa berada di urutan atas dalam antrean (pasokan vaksin)," kata filantropi ini dalam wawancara dengan Reuters, Rabu.
Yayasan Bill dan Melinda Gates sejauh ini telah berkomitmen sebesar 1,75 miliar dolar AS (sekitar Rp24,7 triliun) untuk tanggapan global terhadap pandemi Covid-19, termasuk dana untuk inisiatif berbagi vaksin, COVAX, yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan didukung oleh sejumlah produsen vaksin.
COVAX, yang dipimpin oleh aliansi vaksin GAVI, bertujuan untuk memberikan 2,3 miliar dosis vaksin Covid-19 hingga akhir tahun, termasuk 1,8 miliar dosis ke negara-negara miskin secara gratis. Fasilitas ini berharap dapat memulai pengiriman bulan depan.
Gates, yang mengatakan pasokan vaksin melalui COVAX akan 'sedang' pada awalnya.
"Jumlah total dosis yang akan dimiliki GAVI (dan COVAX) pada paruh pertama tahun ini masih sangat sedang. Ya, mereka akan mendapatkan beberapa dosis, tetapi jika Anda membandingkan kapan mereka akan mencapai persentase cakupan yang sama dengan negara kaya---di situlah menurut saya enam sampai delapan bulan, berdasarkan skenario terbaik," kata dia.
CEO GAVI dan pemimpin bersama COVAX, Seth Berkley, memperingatkan adanya 'kepanikan vaksin' dengan banyak negara mengejar kesepakatan bilateral dengan para produsen obat untuk mengamankan pasokan vaksin bagi mereka, bahkan mengancam mengambil langkah hukum jika pasokan terlambat.
Gates mengatakan tekanan seperti itu tidak membantu, mengingat perusahaan farmasi seperti Pfizer, BionTech, AstraZeneca, dan Moderna semuanya mengembangkan vaksin Covid-19 dalam waktu kurang dari setahun.
"Jika Anda adalah perusahaan farmasi yang tidak membuat vaksin, Anda tidak berada di bawah tekanan. Tetapi orang-orang yang membuat vaksin---merekalah yang diserang. Ini adalah situasi klasik dalam kesehatan global, di mana para pendukung tiba-tiba menginginkan vaksin dengan harga nol dolar dan segera. Dan saya merasa seperti perusahaan farmasi yang terjun, ya... merekalah alasan kita dapat melihat akhir dari epidemi," kata Gates.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara/Reuters
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- RUU Tax Amnesty Tiba-tiba Masuk Prolegnas, Pengamat: Prioritas Saat Ini Justru RUU Perampasan Aset
- Bareskrim Polri Pulangkan DPO Judi Online Situs W88 dari Filipina
- KJRI Hamburg Jerman Resmi Melayani Permohonan Paspor Elektronik
- Koperasi Diminta Bergerak Ikut Bantu Pelaku UMKM dan Perangi Rentenir
- Pembangunan Kesehatan di Indonesia Berkembang, Hanya Saja Masih Menghadapi Kesenjangan dengan Negara Maju
- Berani ke Italia, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant Bisa Ditangkap
- Pemerintah Inggris Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran
Advertisement
Advertisement