Advertisement
Subsidi Gaji Harus Diimbangi dengan Memaksimalkan Penanganan Covid-19

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Subsidi gaji yang dialokasikan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui Program Pemulihan Nasional (PEN) mesti diiringi dengan penanganan Covid-19 yang optimal guna menjaga kinerja sektor perdagangan dalam negeri.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan mengatakan subsidi gaji yang diberikan pemerintah lebih tertuju kepada masyarakat kelas menengah ke bawah yang jumlahnya hanya 17 persen dari total penduduk Tanah Air.
Advertisement
"Sementara itu, sebanyak 83 persen adalah masyarakat menengah ke atas. Jadi, harus dicari juga cara agar masyarakat kelas menengah ke atas bisa meningkatkan konsumsinya," ujar Faisal kepada JIBI/Bisnis.com, Selasa (11/8/2020).
BACA JUGA : Tenang, Ini Kata Sri Mulyani untuk Pekerja yang Tak Dapat
Di kalangan menengah ke atas, lanjutnya, permasalahan daya beli lebih ditentukan oleh kondisi wabah yang bergantung kepada upaya pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Bahkan, lanjutnya, pemerintah dinilai juga dapat terlebih dahulu menahan progres perjanjian-perjanjian internasional guna memfokuskan diri ke penangangan wabah Covid-19.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa roda perekonomian di dalam negeri tidak akan bisa bergerak tanpa adanya rasa aman di tengah masyarakat. Oleh karena itu, penanggulangan isu kesehatan disebutnya tetap menjadi fokus demi menciptakan rasa aman bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi.
“[Antara] 57 sampai 58 persen kontributor PDB kita saat ini tidak memutar ekonomi, karena merasa takut. Kami menyadari memang fokus harus ke kesehatan untuk membangkitkan kembali rasa aman,” kata Budi.
Dia menjelaskan permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini berbeda dengan krisis ekonomi pada 1998, 2008, dan 2013 yang dipicu oleh permasalahan keuangan. Pandemi Covid-19 yang menelan banyak korban jiwa disebutnya menyebabkan permasalahan ekonomi lantaran memaksa banyak pemangku kebijakan untuk membatasi aktivitas fisik dan mobilitas, padahal kegiatan fisik menjadi kunci dari bergeraknya ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Jateng Alami Inflasi 2,2 Persen Juni 2025, Tertinggi Sejak LIma Bulan Terakhir
- Harga Tiket Mendaki Gunung Fuji Jepang Kini Naik Dua Kali Lipat
- Pemerintah Sebut Makan Bergizi Gratis Telah Menjangkau 5,58 Juta Orang
- Pemilu dan Pilkada Diputuskan Diadakan Terpisah, DPR Pertanyakan Posisi Mahkamah Konstitusi
- Terungkap, Mantan Wali Kota Semarang Mbak Ita Melarang Pegawai Bapenda Hindari Panggilan KPK
Advertisement

Pelatih PSIM Jogja Van Gastel Soroti Perbedaan Sepak Bola Indonesia dan Belanda, Singgung Pembinaan Usia Dini
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- 3 Pejabat Kementerian PU Dinonaktifkan Seusai OTT KPK Terkait Suap Proyek di Sumut
- Nikita Mirzani Diborgol Saat Hadiri Sidang di PN Jaksel
- Baru Sesaat Bebas dari Lapas, Mantan Sekretaris MA Nurhadi Kembali Ditangkap KPK Terkait Pencucian Uang
- Harga Tiket Mendaki Gunung Fuji Jepang Kini Naik Dua Kali Lipat
- Kapolri Jenderal Sigit Pamer Hasil Panen Raya Jagung 2,5 Juta Ton di HUT Bhayangkara
- Kasasi Harvey Moeis Ditolak Mahkamah Agung, Tetap Dihukum 20 Tahun Penjara
- Jateng Alami Inflasi 2,2 Persen Juni 2025, Tertinggi Sejak LIma Bulan Terakhir
Advertisement
Advertisement