Advertisement

RUU PKS Seharusnya Tidak Ditarik karena Korban Kekerasan Seksual Terus Naik

Newswire
Sabtu, 04 Juli 2020 - 02:27 WIB
Budi Cahyana
RUU PKS Seharusnya Tidak Ditarik karena Korban Kekerasan Seksual Terus Naik Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTALembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyayangkan penarikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2020.

Wakil Ketua LPSK Livia Istania Iskandar mengatakan RUU PKS penting untuk dibahas seiring dengan meningkatnya angka permohonan perlindungan dari para korban kekerasan seksual kepada LPSK.

Selama 2016, LPSK menerima 66 permohonan dari kasus kekerasan seksual, kemudian naik menjadi 111 permohonan pada tahun 2017, melonjak ke angka 284 pada tahun 2018, dan terus naik pada tahun 2019 hingga menyentuh angka 373.

Livia mengungkapkan hingga 15 Juni 2020, jumlah terlindung LPSK dari kasus kekerasan seksual mencapai 501 korban.

Menurutnya, angka permohonan perlindungan maupun jumlah terlindung LPSK itu, belum dapat menggambarkan jumlah korban kekerasan seksual sesungguhnya.

Advertisement

Dia meyakini angka kekerasan seksual sebenarnya lebih besar sebab tidak semua korban mau melanjutkan perkara ke ranah pidana.

"Jumlah terlindung LPSK belum menggambarkan jumlah korban kekerasan seksual sesungguhnya karena Pasal 28 UU Perlindungan Saksi dan Korban mensyaratkan permohonan perlindungan bisa diberikan, salah satunya karena adanya tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban," kata Livia dalam keterangan resmi, Jumat (3/7/2020).

Livia berharap kehadiran RUU PKS mampu membantu dan mempermudah penegak hukum menjerat pelaku kekerasan seksual, apalagi jenis dan modus kekerasan seksual makin beragam.

Pada kasus kekerasan seksual, kata Livia, banyak kasus yang proses hukumnya tidak dapat dilanjutkan karena alat bukti dan rumusan norma pasal kurang.

KUHP, menurut dia, tidak mampu menjangkau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang berkembang saat ini sehingga berimplikasi pada cara pandang penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum.

"Misalnya, pemahaman bahwa pemerkosaan itu dimaknakan sebatas adanya penetrasi alat kelamin pria ke alat kelamin perempuan, padahal definisi pemerkosaan telah berkembang dalam berbagai literatur, aturan, dan praktik hukum di internasional maupun di negara lainnya," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Lomba Dirikan Tenda Darurat Meriahkan HUT Ke-20 Tagana

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 16:47 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement