Advertisement
20.000 Ton Minyak Tumpah di Utara Rusia, Kutub Utara Terancam?

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA --Beberapa waktu lalu, sebuah penampungan pada pembangkit listrik di utara Rusia bocor, menumpahkan 20.000 ton diesel atau sekitar 150.000 barel.
Kebocoran tersebut disebabkan oleh kerusakan yang dipicu oleh pencairan lapisan es. Menurut penyidik, kebocoran itu menjadi sinyal terbaru dari dampak perubahan iklim di wilayah Arktik.
Advertisement
"Seluruh kota dan jalan dibangun di atas permafrost [tanah beku]," kata Guido Grosse, kepala unit penelitian permafrost di Alfred Wegener Institute di Potsdam, Jerman, seperti dikutip melalui Bloomberg, Sabtu (6/6/2020).
Ketika permafrost mencair, es di dalam tanah yang telah ada selama ribuan tahun mencair sehingga tanah kehilangan stabilitas. Hal ini berdampak signifikan pada infrastruktur di sekitarnya.
Infrastruktur di Siberia, Kanada bagian utara, dan Alaska biasanya dibangun di atas pilar yang berdiri di atas lapisan es. Dengan meningkatnya suhu dua kali lipat tingkat rata-rata global di Lingkar Arktik, tanah beku mencair dan menyebabkan retakan di jalan dan bangunan.
MMC Norilsk Nickel PJSC adalah perusahaan induk dari pembangkit listrik yang bertanggung jawab atas bocornya penampung diesel.
Pada Jumat (5/6/2020), Presiden Vladimir Putin telah menghukum pemilik Norilsk Nickel yang merupakan seorang miliarder, Vladimir Potanin, atas kelalaiannya dengan tidak memperbarui tangki berusia 30 tahun itu sebelum bocor. Putin juga memerintahkan pihak berwenang untuk meninjau kembali kondisi fasilitas serupa di seluruh negeri.
Menurut Greenpeace, tumpahan minyak ini adalah yang terbesar di kawasan Arktik dan Potanin. Greenpeace memperkirakan butuh dana setidaknya US$146 juta untuk membersihkan tumpahan minyak.
Meskipun kebocoran ini sudah ditangani dan lebih dari 200 ton diesel berhasil dikumpulkan, butuh waktu lama untuk benar-benar membersihkan area terdampak.
Grosse mengatakan bahwa kecelakaan ini kemungkinan besar akan merusak lapisan permafrost dalam jangka panjang. Dia beralasan, diesel menurunkan titik beku air sehingga mempercepat pencairan lapisan es.
“Permafrost mengandung bahan organik yang tidak pernah terurai sehingga ketika mencair, bahan organik itu mulai membusuk, bakteri memakannya dan dalam prosesnya mereka melepaskan gas rumah kaca, terutama metana dan karbon dioksida. Semua itu mempercepat pemanasan global," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Usai Penembakan Charlie Kirk, Trump Usul Anggaran Keamanan Naik Rp952 Miliar
- Begini Penampilan Anak Elon Musk di New York Fashion Week
- Cegah Ancaman Serangan Drone, Polandia Kerahkan Jet Militer
- Spanyol Segera Tertibkan UU Larangan Merokok dan Vaping di Tempat Umum
- Sebuah Bar di Madrid Meledak, 25 Orang Terluka
Advertisement

Perahu Nelayan di Kulonprogo Terbalik, 2 Nelayan Selamat
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- PBNU Desak KPK Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji, Ini Alasannya
- Sejuta Lebih Warga Palestina Menolak Dievakuasi ke Wilayah Selatan Jalur Gaza
- Banyak Orang Hilang Sejak Aksi Demo, Polda Buka Posko Pengaduan 24 Jam
- Respons 7 Desakan Darurat Ekonomi, Luhut Temui Aliansi Ekonom
- Pembunuh Charlie Kirk Dikabarkan Memiliki Riwayat Penyakit Mental
- Awal 2026, Indonesia Terima 3 Pesawat Tempur Rafale
- Kemenkes Akui Hadapi Tantangan Berat dalam Penanganan KLB Campak
Advertisement
Advertisement