Advertisement
Hasil Survei Soal Persepsi Dampak Negatif Berita Bohong, Indonesia Peringkat Satu

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Indonesia menempati i urutan tertinggi di antara 24 negara di dunia atau sebesar 95% dalam hal persepsi pengguna internet Indonesia mengenai besarnya dampak negatif berita bohong terhadap dirkursus ekonomi dan politik di negeri ini. Peringkat tersebut melebihi negara berkembang lainnya seperti Nigeria dan Afrika Selatan sebesar 94% dan 91%.
Negara Asia lainnya yang juga meyakini dampak negatif cukup tinggi mengenai berita bohong adalah India sebesar 88%, Korea 86% dan Pakistan 84%, dan Hongkong 81%. Sementara, Amerika Serikat menempati urutan tertinggi di antara negara maju lainnya dengan persentase mencapai 90%.
Advertisement
Temuan ini merupakan bagian dari Survey Global Ipsos-Centre for International Governance Innovation (CIGI) bertajuk Keamanan dan Kepercayaan Internet 2019, yang dilakukan oleh Ipsos yang mewakili CIGI, dan bekerja sama dengan Internet Society (SOC) dan United Nations Conference on Trade amd Development (UNCTAD).
Survey ini dilakukan dalam rentang waktu Desember 2018 hingga Februari 2019. Survey dilakukan terhadap 25.229 pengguna internet di Australia, Brazil, Kanada, China, Mesir, Perancis, Jerman, Inggris, Hong Kong, India, Indonesia., Italia, Jepang, Kenya, Meksiko, Nigeria, Pakistan, Polandia, Rusia, Afrika Selatan, Republik Korea, Swedia, Tunisia, Turki, dan Amerika Serikat.
Hal lainnya yang terungkap dari survey tersebut ialah sebanyak 68% responden warganet di 24 negara setuju bahwa pemerintah bertanggung jawab atas penyebaran berita bohong, di mana Tunisia menduduki urutan tertinggi 81%, diikuti Nigeria 81%, Meksiko 80%, Hongkong dan Indonesia 79%.
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai, hasil survey tersebut menunjukkan adanya kesadaran di masyarakat bahwa berita bohong sangat berdampak negatif terhadap situasi ekonomi dan politik di negeri ini. Kesadaran itu merupakan modal awal yang diperlukan dalam upaya meningkatkan literasi digital di masyarakat.
Lebih jauh dia menganalisis sejumlah faktor yang menjadikan besarnya dampak negatif berita bohong di Indonesia. Beberapa faktor itu antara lain besarnya pasar internet di Tanah Air, serta literasi digital masyarakat yang masih rendah.
Di lain sisi, dia juga menyoroti faktor kredibilitas sejumlah media arus utama yang terafiliasi dengan elit politik turut berkontribusi dalam menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap media. Alhasil, masyarakat lebih mempercayai berita dari media alternatif termasuk media sosial yang belum terverifikasi.
“Jika dibandingkan negara dunia ketiga lainnya, pasar internet Indonesia paling besar penetrasinya, sehingga angka persebaran informasi yang menggunakan internet juga pasti besar. Sampai hari ini percepatan infrastruktur internet juga belum dibarengi dengan peningkatan kapasitas atau literasi pengguna, yang berdampak pada mudahnya persebaran hoax,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (14/6)
Dia menambahkan, adanya regulasi yang kongkrit di ranah non pidana dinilai penting guna mencegah penyebaran berita bohong secara meluas sekaligus memberikan efek jera kepada pelaku penyebar berita bohong maupun penyedia platform. Menurutnya, tindakan pemerintah membatasi media sosial beberapa waktu lalu hanya bersifat sementara.
Regulasi tersebut juga perlu mengatur sejauh mana tanggungjawab penyedia platform dalam penyebaran berita bohong yang meresahkan masyarakat, juga termasuk mengenai sanksi atau denda untuk memberikan efek jera.
Dia menambahkan, pemerintah perlu mencontoh Jerman yang menerapkan hukum NetzDG yang menerapkan denda terhadap penyedia platform yang tidak menghapus konten berita bohong dalam kurun waktu 24 jam setelah adanya pelaporan dari masyarakat atau pihak berwenang.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wens Manggut menyatakan media massa perlu untuk kembali mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Pihaknya senantiasa mengimbau publik agar membaca berita dari sumber yang dipercaya di tengah merebaknya berita bohong, dan informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya .
Dia menekankan ketika ragu apakah sebuah berita benar atau tidak, masyarakat seharusnya kembali pada sumber berita yang bisa dipercaya yaitu media massa. Pasalnya, media massa tidak memiliki wartawan yang profesional dalam menulis berita, tapi juga memiliki standar dan prosedur yang baku dalam menelusuri kebenaran sebuah informasi sebelum dipublikasikan.
“Di lain sisi, AMSI juga mengimbau kepada media massa, agar disiplin dalam melakukan verifikasi sebelum mempublikasi informasi yang beredar, tidak ikut menyebarkan informasi yang diragukan kebenarannya, hoaks, dan bersama publik ikut menjaga keadaban bersama,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pembeli Beras SPHP Wajib Difoto, Ini Penjelasan dari Perum Bulog
- Sidang Korupsi Mbak Ita, Wakil Wali Kota Semarang Diperiksa
- Mantan CEO GoTo Andre Soelistyo Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Chromebook
- Polisi Kerahkan 1.082 Personel Gabungan Amankan Aksi Unjuk Rasa di Sidang Hasto Kristiyanto
- Mulai 1 Juli 2026, Vietnam Larang Penggunaan Sepeda Motor Berbahan Bakar Fosil di Pusat Kota Hanoi
Advertisement

Jadwal KRl Jogja Solo Hari Ini Selasa 15 Juli 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan, dan Maguwo
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tukin ASN DKI yang Telat di Hari Pertama Sekolah akan Dipotong
- Mulai 1 Juli 2026, Vietnam Larang Penggunaan Sepeda Motor Berbahan Bakar Fosil di Pusat Kota Hanoi
- Polisi Kerahkan 1.082 Personel Gabungan Amankan Aksi Unjuk Rasa di Sidang Hasto Kristiyanto
- Operasi Patuh 2025 Dimulai Hari Ini Hingga 27 Juli Mendatang, Berikut Jenis Pelanggaran dan Denda Tilangnya, Paling Tinggi Rp1 Juta
- Mensos Tegaskan Masa Orientasi Siswa Sekolah Rakyat Sekitar 15 Hari
- Mantan CEO GoTo Andre Soelistyo Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Chromebook
- Sidang Korupsi Mbak Ita, Wakil Wali Kota Semarang Diperiksa
Advertisement
Advertisement