Advertisement
Tak Tunggu Hasil Investigasi, Keluarga Korban PK-LQP Tetap Gugat Boeing dan Minta Ganti Rugi
Boeing Company. - Reuters
Advertisement
Harianjogja.com, MEDAN- Keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 registrasi PK-LQP mengajukan gugatan hukum terhadap Perusahaan Boeing di Chicago, Amerika Serikat.
Dalam keterangan yang diterima di Medan, Jumat (23/11/2018), Manuel von Ribbeck dari Ribbeck Law Chartered menyebutkan, selain gugatan hukum pertama yang diajukan minggu lalu, keluarga korban juga sedang meminta ganti rugi dengan nilai ratusan juta dolar AS.
Advertisement
Manuel menyatakan, tidak ada alasan untuk menunggu laporan akhir dari investigasi untuk menggugat karena bisa memakan waktu lama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Dia mengatakan, laporan akhir tidak akan menetapkan kewajiban.
Keputusan siapa yang bersalah dalam kecelakaan itu, katanya, akan ditentukan oleh hakim atau juri di Amerika Serikat.
Manuel Von Ribbeck menyatakan, pesawat Boeing Max 8 dan manual penerbangan pesawatnya rusak dan berbahaya, dan itulah yang menjadi penyebab langsung kecelakaan itu.
"Lion Air hanyalah salah satu dari beberapa maskapai yang telah membeli Boeing Max 8 yang relatif baru," katanya lagi.
Pengacara lain dari Ribbeck Law Chartered, Deon Botha menyatakan bahwa pada tanggal 7 November 2018, Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan Pedoman Kelayakan Darurat baru pada Boeing 737 Max yang diarahkan pada apa yang ditetapkan sebagai "kondisi tidak aman" yang mungkin ada atau berkembang di pesawat Boeing 737 Max lainnya.
"Pesawat Boeing 737 Max 8 yang baru itu dirancang dan diproduksi di Amerika Serikat," katanya pula.
Penyelidik telah fokus pada sistem kontrol penerbangan otomatis baru pada Boeing 737 Max yang tidak termasuk dalam versi 737 sebelumnya.
Sistem kontrol penerbangan baru itu memiliki kemampuan yang bisa memperbaiki situasi. Tetapi dalam kondisi yang dialami Boeing 737 Max 8, sistem mendorong hidung pesawat turun secara tidak terduga dan tidak dapat dikendalikan oleh awak pesawat.
"Sebenarnya hal itu bisa diatasi kalau sebelumnya awak pesawat benar-benar diinstruksikan dan dilatih untuk menghadapi situasi seperti itu, yakni mengubah sistem secara manual untuk menghindari kecelakaan," katanya lagi.
Fitur otomatis itu dapat dipicu bahkan ketika pilot sedang menerbangkan pesawat secara manual dan tidak mengharapkan campur tangan komputer kontrol penerbangan.
Menurut laporan di Wall Street Journal, New York Times, dan publikasi lainnya, Boeing menahan informasi tentang potensi bahaya yang terkait dengan sistem kontrol penerbangan baru itu.
Regulator penerbangan AS telah meluncurkan tinjauan prioritas tinggi terhadap analisis keselamatan yang dilakukan Boeing selama bertahun-tahun, dan informasi apa yang diungkapkan atau tidak diungkapkan kepada maskapai penerbangan tentang sistem kontrol penerbangan baru tersebut.
Dia menegaskan, Ribbeck Law Chartered yang merupakan firma hukum litigasi global yang berkonsentrasi pada bencana penerbangan di seluruh dunia, telah mewakili klien lebih dari 73 negara dan 47 kecelakaan pesawat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Hunian Korban Bencana Sumatera Bakal Dibangun di Lahan Negara
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
Advertisement
Kakak Beradik Jadi Tersangka Pemerkosaan di Kulonprogo
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal KA Bandara YIA Xpress Senin 15 Desember 2025
- Geopark Jogja Gencarkan Edukasi Pelajar Lewat Riset Berkelanjutan
- Siswa SMKN 2 Depok Teliti Gunung Gamping yang Tergerus
- Jadwal SIM Keliling Jogja Senin 15 Desember 2025
- Daftar Wilayah Bantul Terdampak Pemadaman Listrik Senin 15 Desember
- Jadwal DAMRI Jogja ke Bandara YIA Senin 15 Desember 2025
- Libur Nataru, Penumpang Pesawat Diproyeksi Tembus 5 Juta
Advertisement
Advertisement




