Advertisement
LONG-FORM: Bagi Pengusaha Kecil, THR adalah Bentuk Terima Kasih

Advertisement
Masih banyak usaha kecil di DIY yang belum tertib memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya. Kemampuan keuangan mereka terlalu kecil. Namun, ada beberapa pengusaha kecil yang memberikan upah tambahan kepada pegawai. Mereka menamakannya THR meski besarnya tak sesuai ketentuan.
Jam dinding di warung sate kambing Sri Ningsih di Pasar Pingit, Kota Jogja, menunjukkan pukul 13.30 WIB. Pelanggan datang. Siska Budianti yang tengah menusuk potongan daging sapi segera meninggalkan pekerjaannya dan langsung menanyai pesanan pelanggan tersebut. Siska mencatat pesanan sate serta tongseng dan langsung menuju ke pemanggangan.
Advertisement
Tak ada selang waktu dua menit, datang lagi satu keluarga, memesan empat porsi tongseng kambing. Siska bekerja kilat, menangani dua pesanan dalam satu waktu sekaligus. Order dari satu orang dan dua keluarga pun rampung dimasak. Siska duduk sejenak di lincak di depan wajan.
“Paling ramai menjelang sore. Kalau lagi ramai begini, kami berempat, termasuk Ibu [pemilik warung] bekerja keras. Kalau ada yang sakit satu, terasa banget beratnya,” kata Siska.
Sesekali Siska memperhatikan sang pemilik lapak, Sri Ningsih, yang sedang menata etalase kaca.
“Ibu baik banget, makanya saya betah kerja di sini enam tahun. Kalau soal THR, ibu selalu kasih. Enggak pernah absen kasih THR. Sesedikit apa pun, ya tetap kasih. Saya senang, kerja capek jadi tidak terasa kalau terima THR,” kata Siska tersipu.
Siska semakin sering tersipu saat membicarakan parsel yang diberikan saat lebaran. Menurut Siska, juragannya telaten berbelanja buah, sirup, dan aneka makanan jelang Lebaran, kemudian merangkainya menjadi parsel yang diberikan kepada tiga pekerja kedai sate sehari sebelum mereka pulang kampung.
Siska bungah. Menurut dia, gaji Rp1 Juta per bulan ditambah bonus Rp500.000 yang dia sebut sebagai THR sudah cukup. Siska mengingat enam tahun lalu saat awal bekerja di lapak sate kambing milik Sri Ningsih.
“Saya dulu belum bisa ngapa-ngapain, sama sekali enggak bisa bikin sate. Ibu sabar ngajarin saya sampai masakan saya enak. Awal-awal cuma disuruh bantu bikin es teh dan es jeruk dulu juga ibu enggak apa-apa.”
Besar bonus yang diterima Siska tak sesuai dengan standar THR menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.6 /2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
THR paling lambat diberikan tujuh hari sebelum Idulfitri. Pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun akan mendapat THR sebesar upah satu bulan penuh. Sementara, pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun akan mendapat THR secara proporsional: yakni jumlah bulan dia bekerja dikali upah satu bulan dibagi 12. Misalnya Siska baru bekerja sembilan bulan dengan gaji Rp1 juta. THR yang dia terima sebesar Rp750.000. Jumlah itu didapat dari Rp1 juta dikali sembilan lalu dibagi 12. Namun, karena Siska sudah bekerja enam tahun, dia semestinya mendapat THR Rp1 juta. Jadi, yang dia terima menjelang Lebaran sebenarnya bukan THR, melainkan bonus. Toh, jumlah itu tak dia hiraukan.
“THR untuk saya sangat membantu. Keponakan saya di kampung banyak. Uangnya buat saya kasih ke mereka juga, buat jajan, mereka senang,” kata Siska sambil tertawa kecil.
Bentuk Terima Kasih
Dengan celemek merah yang masih menempel di badannya, Sri Ningsih menghampiri lincak. Siska harus kembali menyelesaikan pekerjaannya bersama dua rekannya karena pelanggan mulai berdatangan silih berganti. Ketika Siska sibuk dengan kepul asap dari pemanggang dan bau daging kambing bakar menguar, Sri Ningsih bercerita tentang sosok sang ayah, pendiri lapak sate kambing di Pasar Pingit itu sejak 1985.
“Dulu lapak ini ada cabangnya, total ada enam. Sekarang hanya satu, cabang tutup sejak ibu saya sakit dan saya harus fokus rawat ibu. Bapak selalu budayakan kasih THR sesedikit apa pun. Beliau berpesan ke saya, THR bukan hanya soal uang, itu sebagai bentuk terima kasih kita kepada para karyawan. Tanpa mereka tidak akan bisnis ini jalan, kalau pun bisa dijalankan sendiri, kami akan kelelahan,” kata Sri Ningsih.
Selayaknya bisnis pada umumnya, omzet lapak sate kambing milik Sri Ningsih tak selalu ramai pelanggan. Kadang Sri Ningsih harus bersabar menunggu satu pelanggan datang, biasanya masa sepi pelanggan terjadi ketika libur panjang yang bertepatan dengan tahun ajaran baru, atau Ramadan seperti saat ini. Ketika sepi, pendapatan warung per hari berkisar di angka Rp1 Juta. Dalam sehari, Sri Ningsih juga harus membayar biaya operasional Rp250.000. Belum lagi untuk membayar keamanan dan membeli daging kambing muda yang tidak murah. Namun jika lapak sate kambing tersebut sedang ramai, uang Rp2,5 juta sampai Rp3 juta per hari bisa masuk ke warung tersebut.
“Sesusah apa pun keadaan warung sebelum Lebaran, kalau saya pribadi, saya tetap harus kasih THR. Bukan lagi kewajiban, mereka sudah kayak keluarga. Biasanya yang sudah lama saya kasih Rp500.000, kalau yang baru bergabung sebulan tetap saya kasih, biasanya Rp100.000. THR yang saya beri bisa lebih, bisa kurang, tergantung keadaan. Memang enggak banyak, tapi mereka senang, saya juga senang,” kata dia.
Bekerja di lapak sate kambing sama melelahkannya dengan bekerja di sebuah produksi tas kulit. Di sebuah rumah produksi sederhana yang terletak di Jalan Imogiri, Alra Lifestyle Bag milik Aesta Fajar menampung 10 orang di tim produksi dan delapan orang tim manajemen. Di pintu gerbang, beberapa perajin memotong pola tas kulit.
“Mereka adalah saksi perjuangan saya ketika Alra masih nol banget, mereka tahu jatuh bangun saya dan loyal hingga saat ini,” kata Fajar sambil memperlihatkan kinerja para karyawannya sore itu.
Fajar memang tak menyebutkan berapa gaji dan THR yang diterima para karyawan. Namun pria berkumis itu mengaku setelah Alra berbentuk badan hukum sekitar 2012, dia selalu memberi THR kepada karyawannya. “Kalau kami selalu kasih THR ke karyawan, karena itu memang kewajiban kami, dan itu juga untuk menjaga silaturahmi dengan karyawan,” kata Fajar.
Fajar mengakui masih ditemukan perusahaan berbadan hukum yang tidak membayarkan THR kepada karyawannya, baik karena alasan merugi atau tanpa alasan sama sekali.
“Memang pada dasarnya perusahaan itu harus menyejahterakan karyawan yang ada di dalamnya. Tapi jika memang untung dan ada THR, jika memang rugi dan tidak ada THR, bicarakan baik-baik, komunikasikan secara kekeluargaan. Supaya enggak salah paham dan menimbulkan suasana kerja tidak enak,” ucap Fajar.
Ketidakmampuan usaha kecil memberikan THR sesuai ketentuan sudah dimaklumi pemerintah. Beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Kesejahteraan dan Hubungan Industrial Dinas Koperasi Usaha Kecil Menegah Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jogja Rihari Wulandari mengatakan Surat Edaran (SE) Kementerian Tenagah kerja No.2/2018 sudah dirilis. Dalam aturan tersebut, pembayaran THR dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran dan dalam bentuk uang. Menurut dia, di Kota Jogja terdapat 1.510 perusahaan berbagai skala yang akan dipantau Dinas.
Rihari mengatakan THR wajib diberikan manakala ada hubungan kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja. Meski demikian, relasi produksi di usaha mikro dan kecil selama ini tidak bisa diukur menggunakan standar usaha besar, dengan jam kerja yang pasti dan ikatan kontrak yang juga pasti.
“Pekerjaan mereka tidak seperti di perusahaan. Ada yang bawa pekerjaan ke rumah dan jam kerja tidak tentu,” ujar dia.
Dengan demikian, besar THR pun tak tentu pula. Sri Ningsih dan Aesta Fajar mengatakan meskipun hubungan mereka dengan para pekerja lebih mirip hubungan pertemanan dan kekeluargaan, keduanya tetap berupaya memberikan bonus menjelang Lebaran, dengan cara apa pun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Mahkamah Konsitusi Keluarkan Dua Putusan tentang UU ITE, Mabes Polri Siap Mematuhi
- Dugaan Suap Pengurusan PAW Harun Masiku, KPK Panggil Pegawai KPU
- Dalam Dua Bulan Tahun Ini 18.610 Pekerja Terkena PHK, Kemnaker Upayakan Ini
- Dugaan Perselingkuhan Mantan Wakapolres Pulau Taliabu Dibongkar Anak, Kompol SJ Segera Jalani Sidang Etik
- Polisi Gagalkan Keberangkatan 71 Calon Haji Ilegal, Berangkat dengan Visa Kerja
Advertisement

Program Pendidikan Politik untuk Masyarakat, Bawaslu Bantul Berdiskusi dengan Pimpinan DPRD
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Tiba di Polda Metro Jaya, Jokowi Laporkan Langsung soal Tudingan Ijazah Palsu
- Di Jakarta ASN Tidak Boleh Berangkat Kerja Pakai Kendaraan Pribadi, Bakal Diawasi Satpol PP
- Polisi Gagalkan Keberangkatan 71 Calon Haji Ilegal, Berangkat dengan Visa Kerja
- Pemerintah Diminta Tegas Bubarkan Ormas Pelanggar Hukum
- Dugaan Perselingkuhan Mantan Wakapolres Pulau Taliabu Dibongkar Anak, Kompol SJ Segera Jalani Sidang Etik
- Peringatan May Day 1 Mei 2025, Ini Sejumlah Tuntutan Buruh yang Disuarakan
- Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus Korupsi Penyaluran CSR BI
Advertisement
Advertisement