Advertisement

Guru Honorer di DIY Tolak Skema Perjanjian Kerja

Tim Harian Jogja
Kamis, 27 September 2018 - 17:05 WIB
Budi Cahyana
Guru Honorer di DIY Tolak Skema Perjanjian Kerja Unjuk rasa guru honorer di Blitar, Jawa Timur. - Antara/Irfan Anshori

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah berencana membuat skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk tenaga honorer agar pendapatan mereka tak kalah dengan pegawai negeri sipil (PNS). Sejumlah guru honorer di DIY menolaknya.

Bendahara Forum Honorer K2 Bantul Panggih Widodo mengatakan pengangkatan kerja melalui PPPK sangat merugikan honorer K2 yang sudah bekerja sejak puluhan tahun. Musababnya, masa kerja guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) dihitung sejak kontrak dibuat sehingga pengabdian mereka yang sudah bertahun-tahun tak dihitung. Selain itu, guru honorer K2 tak punya jaminan selalu bekerja karena kontrak mereka diperpanjang tiap tahun.

Advertisement

Dari sisi kesejahteraan, kata Panggih, guru honorer masih kalah dengan PNS karena tidak ada jaminan hari tua dan pensiun. “Jadi bagi kami PPPK ini lemah dan tidak manusiawi, karena tidak menghargai pengabdian kami yang sudah puluhan tahun,” kata Panggih, Rabu (26/9/2018).

Menurut dia, guru honorer K2 atau mereka yang sudah bekerja sejak 1 Januari 2005 tetap menuntut diangkat menjadi PNS. Ia meminta pemerintah tidak memandang usia dalam mengangkat guru honorer yang sebagian besar di atas 35 tahun.

“Coba dipandang dari masa pengabdiannya yang sudah bertahun-tahun,” ucap Panggih yang sudah mengajar di SDN Sendangsari sejak 1997 lalu.

Nurmoko, guru honorer yang mengajar di salah satu SMKN di Jogja sejak 1999 lalu juga tidak setuju dengan rencana pemerintah untuk membuat perjanjian kontrak kerja dengan para honorer.

“Kami waswas, jika ada perjanjian kontrak kerja, sewaktu-waktu kami bisa kehilangan pekerjaan sehingga kami menolak model seperti itu,” kata dia.

Sarjoko, Kepala Perpustakaan SMPN 15 Jogja yang menjadi tenaga honorer selama 23 tahun 9 bulan mengatakan perjanjian kerja bukan solusi lantaran ikatan kontrak mereka sewaktu-waktu bisa diputus.

“Kami malah tambah khawatir. Bagi saya dengan mekanisme seperti itu, pemerintah sama saja membunuh kami perlahan lahan,” ujar dia.

Persoalan yang dialami guru honorer disebabkan Undang-Undang (UU) No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah No.11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil membatasi pendaftar seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) maksimal harus berusia 35 tahun. Padahal, banyak guru dan pegawai honorer di DIY yang usianya sudah di atas 35 tahun.

Di seluruh Indonesia, saat ini terdapat 438.590 tenaga honorer K2 yang terdata di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, hanya 13.347 orang yang umurnya memenuhi kualifikasi untuk mendaftar CPNS.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) kemudian berencana mengeluarkan peraturan yang bisa memberi kesempatan kerja di pemerintahan bagi mereka yang berusia lebih dari 35 tahun. Mereka disebut sebagai PPPK.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin mengatakan pemerintah akan menyeleksi PPPK setelah seleksi CPNS 2018 kelar. Saat ini, Peraturan Pemerintah (PP) tentang PPPK yang menjadi dasar hukum skema pengangkatan tenaga honorer masih dibahas.

Menunggu Peraturan

Pemda DIY maupun pemerintah kabupaten dan kota di provinsi ini juga belum mengetahui secara pasti model ikatan kerja yang bisa mewadahi tenaga honorer.

Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi mengatakan masih menunggu kejelasan

PP tentang PPPK. Menurut dia, PPPK kemungkinan diangkat pemerintah daerah dan digaji menggunakan APBD dengan skema kontrak. Ini berbeda dengan guru honorer yang diangkat oleh sekolah swasta. Tak seperti CPNS, PPPK diangkat tanpa tes. Pemerintah daerah akan merekrut PPPK sesuai kebutuhan.

Namun, belum ada kepastian apakah gaji mereka setara dengan PNS atau tidak. “Yang jelas di atas UMR [upah minimum regional yang sekarang sudah berganti menjadi upah minumum provinsi atau UMP]. Mereka akan mendapatkan tunjangan juga, tetapi pensiunan enggak dapat, hanya pesangon,” kata dia di kantornya, Rabu.

Tahun ini, UMP DIY sebesar Rp1,4 juta. UMP dijadikan patokan untuk menentukan upah minumum kabupaten atau kota (UMK). UMK Kota Jogja sebesar Rp1,7 juta, Sleman Rp1,5 juta, Bantul Rp1,5 juta, Kulonprogo Rp1,4 juta dan Gunungkidul Rp1,4 juta. Hanya guru honorer di Sleman dan Kota Jogja yang mendapat bayaran setara dengan UMK.

Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Bantul Danu Suswaryanta  mengatakan PPPK kemungkinan akan memperoleh gaji yang sama dengan PNS, kecuali dana pensiun. “Namun kami masih menunggu PP untuk skema pengangkatan PPPK ini,” kata Danu.

Kepala Bidang Formasi Pengembangan dan Data Pegawai BKPPD Gunungkidul Reni Linawati mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul juga masih menunggu PP tentang PPPK.

“Jadi kami belum tahu bagaimana,” ujar dia.

Desak Pemerintah

GTT dan pegawai tidak tetap (PTT) di sejumlah daerah terus mendesak pemerintah memperhatikan kesejahteraan mereka yang jauh di bawah PNS.Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) beraudiensi dengan Kemenpan-RB, Selasa (25/9). Koordinator FHK2I Sleman Eka Mujianta yang ikut dalam pertemuan tersebut mengatakan belum ada solusi yang bisa melegakan guru honorer. Musababnya, pemerintah tetap berpegang pada UU tentang ASN.

“GTT bisa diangkat [menjadi CPNS] tetapi pakai jalur umum. Ini yang kami masih keberatan,” kata dia dia.

FHK2I Sleman berencana meminta dukungan dari Bupati Sleman Sri Purnomo untuk menolak skema pengangkatan CPNS tahun ini. Jika cara itu tak berbuah, GTT dan PTT di Sleman akan melakukan aksi damai seperti yang sudah dilakukan oleh para tenaga honorer di daerah lain.

Keberadaan guru honorer di Sleman sangat penting. Kepala Sekolah SDN 4 Ngemplak Suhardiyono mengatakan saat ini kekurangan formasi guru PNS di tingkat SD banyak ditambal oleh para GTT. Di sekolahnya sendiri, enam guru kelas, dua adalah GTT.

“Tanpa GTT kami akan kesulitan. Apalagi 2020 nanti guru PNS kami ada yang pensiun,” kata dia.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Sleman, pada 2018 ini ada lebih dari 200 guru pensiun. “Guru kelas SD yang pensiun 130 orang, kalau yang guru SMP ada 82," kata Fajar Taufiq, Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman.

Sekretaris Dinas Pendidikan Halim Sutono mengatakan tahun ini guru angkatan 1970-an sudah mulai habis. Di sisi lain pengangkatan guru melalui jalur CPNS sangat terbatas sehingga guru kelas untuk SD masih sangat kurang.

“Kekurangannya sekitar 600 dan ditutup oleh GTT.”

Sejumlah pegawai honorer K2 di Jogja juga mendatangi DPRD Jogja, Rabu kemarin. Mereka meminta bantuan kepada Dewan dan mempertanyakan kebijakan formasi CPNS khusus K2.

Secara nasional formasi CPNS untuk K2 hanya 34 orang, padahal jumlah honorer K2 di seluruh Indonesia sekitar 439.539 orang. Subandi, juru bicara para pegawai honorer, yang beraudiensi dengan DPRD Jogja mengatakan di DIY bahkan tidak ada PTT yang usianya di bawah 35 tahun. Dengan demikian, tak mungkin ada PTT yang bisa menjadi CPNS selama UU ASN yang sekarang masih berlaku. (Ujang Hasanudin, Abdul Hamid Razak, Sunartono, Bernadheta Dian Saraswati & Harlambang Jati Kusumo).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Program Transmigrasi, DIY Dapat Kuota 16 Kepala Keluarga

Jogja
| Kamis, 25 April 2024, 09:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement