Advertisement

Okupasi Partai Politik di DPD Bisa Bikin Kacau Balau

Abdul Hamid Razak & Budi Cahyana
Sabtu, 28 April 2018 - 11:25 WIB
Budi Cahyana
Okupasi Partai Politik di DPD Bisa Bikin Kacau Balau Sidang paripurna DPD. - Antara/Wahyu Putro

Advertisement

Harianjogja.comJOGJA—Upaya partai politik untuk menguasai kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sangat kentara dalam Pemilu 2019. Kecenderungan ini mengacaukan pembagian kamar di lembaga legislatif.

Secara terang-terangan, partai politik memberikan mandat bagi kadernya untuk terlibat dalam pemilihan senator ke Senayan. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DIY Bambang Praswanto mengatakan partainya menugaskan Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD PDIP DIY Yohanes Widi Praptomo untuk mendaftar sebagai kandidat anggota DPD. “Kami usulkan calon [DPD] ke Dewan Pimpinan Pusat PDIP dan yang mendapatkan rekomendasi hanya Widi Praptomo,” kata Bambang, Jumat (27/4/2018).

Advertisement

Pemberian rekomendasi tersebut, kata dia, sama halnya dengan pemberian rekomendasi kepada calon kepala daerah yang maju pilkada. Pengurus partai di tingkat daerah mengusulkan ke pengurus pusat. “Nanti seluruh kader dan simpatisan PDIP di DIY akan diinstruksikan mencoblos Widi saat Pemilu 2019,” ucap dia.

Ada dua kader PDIP yang maju dalam pemilihan anggota DPD. Selain Widi, anggota DPRD DIY Chang Wendryanto juga mendaftar ke KPU DIY.

Bambang tak mau berkomentar soal beberapa kader partai yang memperebutkan kursi anggota DPD dari DIY. Dia menegaskan kader yang mendapat rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat PDIP hanya Widi. “Kalau ada kader lain yang juga mendaftar, nanti kami lihat dulu,” ujar dia.

Chang menyerahkan berkas dukungan satu jam sebelum batas akhir penyerahan berkas pada Kamis (26/4) pukul 24.00. Berkas Chang dinyatakan lengkap. Chang yang pernah menjadi anggota DPRD Kota Jogja itu mengaku ingin menjadi anggota DPD lantaran aspirasi masyarakat. Dia juga ingin memperluas jaringan secara nasional.

“Ini hak personal setiap warga negara. Bukan karena persaingan di legislatif berat, itu nomor sekian. Yang jelas teman-teman meminta saya ke DPD,” kata dia.

Politikus lain yang banting setir masuk bursa pencalonan DPD adalah Arief Noor Hartanto. Kader PAN itu menyebut dorongan dari PAN, Muhammadiyah, dan sejumlah termasuk tokoh masyarakat memengaruhi keputusannya untuk berebut kursi DPD.

“Ini hak politik warga. Selama ini saya sudah menggunakan hak memilih, sekarang saya gunakan hak untuk dipilih,” kata dia

Selain partai politik, organiasi keagamaan besar, baik Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama juga memberikan mandat kepada kader pilihan mereka untuk turun gelanggang pencalonan anggota DPD. Muhammadiyah memberikan mandat kepada petahanan anggota DPD M. Afnan Hadikusumo, sedangkan NU memberikan rekomendasi kepada tokoh pondok pesantren Al Munawwir Hilmy Muhammad.

Kacau Balau

Wawan Masudi, pengamat politik dari Fisipol UGM menilai rekomendasi partai politik kepada kadernya untuk ikut dalam pemilihan anggota DPD mengacaukan pembagian kamar dalam lembaga legislatif. Sejalan dengan semangat otonomi daerah, DPD didirikan untuk menampung aspirasi daerah sehingga pemilihan anggotanya berdasarkan teritori. Ini berbeda dengan DPR yang anggotanya dipilih dari partai politik. Semestinya, menurut Wawan, anggota DPD bebas dari pengaruh partai politik.

“Calon anggota DPD seharusnya adalah tokoh dari daerah yang wise, yang bijak, untuk menyampaikan aspirasi daerah,” ujar dia melalui ponsel kepada Harian Jogja.

Ketika banyak calon anggota DPD berlatar belakang partai politik, atau malah mendapat rekomendasi dari partai politik, DPD akan diokupasi oleh partai politik.

“Sekarang saja Ketua DPD juga merupakan ketua umum partai politik. Kalau partai terus mengokupasi DPD, akibatnya kacau balau. Tidak ada pembagian yang jelas antara anggota DPD sebagai wakil daerah dan anggota DPR sebagai wakil partai politik,” ucap Wakil Dekan Fisipol UGM tersebut.

Wawan menengarai dua penyebab kader partai politik ikut pencalonan anggota DPD. Pertama, karena kader yang bersangkutan sudah kehabisan jalan untuk memperpanjang karier politiknya.

“Kedua, ada kemungkinan partai politik berusaha memperluas jaringan demi kepentingan partai politik tersebut.”

Demi demokrasi yang lebih berkualitas, seharusnya partai politik tak ikut-ikutan berlaga dalam pemilihan anggota DPD sehingga ruh DPD sebagai penampung aspirasi daerah bisa tetap kukuh.

15 Orang

Hingga batas akhir penyerahan berkas bakal calon anggota DPD pada Kamis (26/4/2018) pukul 00.00 WIB, KPU DIY menerima berkas dari 15 orang. Sebelumnya, terdapat 17 orang yang mengisi Sistem Informasi Perseorangan Peserta Pemilu (SIPPP) KPU DIY. Dengan demikian, dua pendaftar mengundurkan diri.

“Keduanya adalah Sunu Edi Wibowo dan Lingga JBP. Pak Lingga secara lisan memang sudah menyatakan mengundurkan diri, sedangkan untuk Pak Sunu, kami belum tahu alasannya,” kata Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan.

Hingga Jumat siang, KPU terus menghitung berkas yang disampaikan para calon. Jika penghitungan berkas lengkap, maka para calon akan mendapatkan tanda terima.

Setelah seluruh dokumen dari para calon diterima, KPU akan meneliti administrasi untuk mencegah data ganda dan kemungkinan pendukung yang berstatus PNS, TNI, Polri dan warga yang belum berusia 17 tahun.

Setelah itu, KPU akan memverifikasi bakal calon secara faktual hingga 19 Juni. Pendaftaran resmi calon anggota DPD yang lolos administrasi dijadwalkan mulai 9 hingga 11 Juli 2018. “Kemudian, kami verifikasi lagi. Calon anggota DPD dari DIY akan kami tetapkan pada 20 September 2018,” tutur Hamdan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Usulan Formasi PPPK-CPNS 2024 Disetujui Pusat, Pemkab Bantul: Kami Tunggu Kepastian Alokasinya

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement