Advertisement
Korupsi Timah, Pengusaha Hendry Lie Divonis 14 Tahun Penjara dan Uang Pengganti Rp1 Triliun

Advertisement
Harianjogjka.com, JAKARTA—Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis pidana 14 tahun penjara kepada pengusaha Hendry Lie dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022.
Ketua majelis hakim Toni Irfan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis malam, mengatakan bahwa Hendry Lie juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp1 miliar yang apabila tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Advertisement
“Menyatakan terdakwa Hendry Lie telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dalam dakwaan primer,” ucap Hakim Toni.
Tidak hanya pidana penjara dan denda, Hendry Lie juga divonis pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp1,05 triliun. Uang pengganti itu mesti dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika Hendry Lie tidak membayar uang pengganti dalam kurun waktu yang ditentukan, harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Namun, apabila harta bendanya tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama delapan tahun.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal memberatkan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, majelis menilai korupsi yang dilakukan Hendry Lie telah menyebabkan kerugian negara amat besar dan yang bersangkutan telah pula menikmati hasil dari perbuatan haramnya. Sementara itu, pertimbangan meringankan bagi hakim karena Hendry belum pernah dihukum sebelumnya.
BACA JUGA: Kejagung Segera Limpahkan Tersangka Korupsi BBM Oplosan Pertamina ke Persidangan
Dengan demikian, menurut majelis hakim, Hendry Lie terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Sebelumnya, JPU menuntut Hendry Lie dengan pidana penjara selama 18 tahun, denda Rp1 miliar subsider satu tahun pidana kurungan, serta uang pengganti Rp1,06 triliun subsider 10 tahun penjara.
Usai berdiskusi dengan penasihat hukumnya pada akhir persidangan, Hendry Lie menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan hakim. Hal serupa juga dilakukan jaksa. Oleh sebab itu, putusan ini belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Pada kasus ini, Hendry Lie didakwa menerima uang senilai Rp1,06 triliun, melalui PT Tinindo Internusa, dari pembayaran pembelian bijih timah ilegal melalui kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP), sewa smelter, dan harga pokok produksi (HPP) PT Timah.
Atas perbuatannya bersama dengan para terdakwa maupun terpidana lain, Hendry Lie diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Hendry Lie didakwa sebagai pemilik saham mayoritas PT Tinindo Internusa, yang pada awalnya memerintahkan General Manager Operasional PT Tinindo Internusa Rosalina dan Marketing PT Tinindo Internusa tahun 2008–2018 Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani Surat Penawaran PT Tinindo Internusa perihal penawaran kerja sama sewa alat processing (pengolahan) timah kepada PT Timah.
Kerja sama dilakukan bersama smelter swasta lainnya, antara lain PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa, yang diketahuinya para smelter swasta tersebut tidak memiliki orang yang kompeten (CP), dengan format surat penawaran kerja samanya sudah dibuatkan oleh PT Timah.
Setelah itu, Hendry Lie bersama-sama dengan Fandy dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa dan perusahaan afiliasi, yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa diduga melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Jadwal KRL Solo-Jogja, Paling Pagi dari Stasiun Palur Pukul 05.00 WIB
- UMKM dengan Omzet di Bawah Rp500 Juta Per Tahun Tak Kena Pajak
- Veto Amerika Serikat di DK PBB Soal Gaza Dikecam Malaysia
- Tambahan Anggaran Kemensos Rp4 Triliun Diajukan untuk Sekolah Rakyat dan Bansos
- Marak Keracunan Menu MBG, Istana Bakal Beri Sanksi SPPG
Advertisement

Jadwal DAMRI ke Bandara YIA Hari Ini, Jogja-Purworejo-Kebumen
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Dosen FH Unissula Diskorsing Karena Diduga Jadi Pelaku Kekerasan
- Gunakan BLT untuk Judol, 49 Rekening KPM di Tulungagung Dibekukan
- Algoth: Rangkap Jabatan Tak Perlu Dipersoalkan
- Ledakan di Gaza Selatan, 4 Tentara Israel Dilaporkan Tewas
- Oknum Kemenang Minta Uang Secara Berjenjang di Kasus Korupsi Kuota Haji
- Korupsi Pencairan Kredit BPR Kudus, KPK Sita Rp12,8 Milia dan Tanah
- Modus Korupsi di BPR Bank Jepara Artha, Bermula dari Kredit Macet
Advertisement
Advertisement