Advertisement

Komnas Perempuan Terima 308 Kasus Aduan Kekerasan Berbasis Gender

Newswire
Kamis, 27 Juni 2024 - 02:17 WIB
Sunartono
Komnas Perempuan Terima 308 Kasus Aduan Kekerasan Berbasis Gender Ilustrasi perempuan tidak bahagia / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat selama enam tahun terakhir, telah menerima pengaduan kekerasan berbasis gender di ranah negara sebanyak 308 kasus, yang 106 kasus di antaranya terkait dengan perempuan berkonflik dengan hukum.

"Dengan rincian jenis kekerasan yang dialami oleh perempuan berkonflik dengan hukum di antaranya 15 kasus mengalami penyiksaan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia dalam proses penyidikan perempuan berkonflik dengan hukum," kata Anggota Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dalam keterangan, di Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Advertisement

Veryanto Sitohang menyebut bentuk-bentuk kekerasan-nya adalah penelanjangan, pemerkosaan, menekan, mengintimidasi, bahkan menyiksa agar perempuan memberikan keterangan yang diinginkan penyidik.

Komnas Perempuan memberikan perhatian khusus pada perempuan berkonflik dengan hukum yang menjadi tahanan ataupun warga binaan, baik yang menghadapi hukuman mati atau hukuman badan lainnya, juga kondisi perempuan yang menghadapi kondisi serupa tahanan seperti di panti-panti rehabilitasi.

"Hasil dari pendokumentasian Komnas Perempuan ini menjadi isu yang di-advokasi pada saat merumuskan UU Nomor 12 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), sehingga ada pasal khusus, yakni Pasal 11 terkait tindak penyiksaan seksual," kata Veryanto Sitohang.

Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menyoroti adanya infrastruktur yang tidak layak di antaranya CCTV yang tidak berfungsi atau terbatas jumlahnya di tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan, juga layanan kesehatan mental, obat-obatan yang tidak tersedia, air bersih yang tidak memadai, dan tidak adanya ruang khusus untuk kebutuhan maternitas.

Rainy Hutabarat menambahkan kasus penyiksaan masih banyak dilakukan oleh aktor-aktor negara, baik aparat penegak hukum dalam konteks penangkapan, penyelidikan dan penyidikan maupun konteks tahanan; serta aparat pemerintahan pada dinas-dinas terkait maupun secara tak langsung sebagai pihak yang memberi izin, mengetahui, dan membiarkan.

"Pada konteks yang lain, pelaku [penyiksaan] dapat berasal dari keluarga atau orang terdekat misalnya pada isu pemasungan," katanya.

Komnas Perempuan yang tergabung dalam Tim Kerja Sama Untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP) terus mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT) guna menjamin mekanisme pencegahan penyiksaan.

Pemerintah Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. Namun demikian, mekanisme untuk menjalankan pencegahan penyiksaan itu belum bisa dilakukan kalau opsional protokolnya belum diratifikasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Terbaru! KRL Solo-Jogja, Berangkat dari Palur Sabtu 30 Juni 2024

Jogja
| Sabtu, 29 Juni 2024, 23:28 WIB

Advertisement

alt

Mau Main Biliar Tetapi Tak Mau Keganggu Asap Rokok dan Vape, Coba ke Mille Billiards Saja

Wisata
| Rabu, 26 Juni 2024, 21:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement