Advertisement
Kandidat Pemimpin Asosiasi Medis Korea Tak Buka Pintu Negoisasi dengan Pemerintah Korsel

Advertisement
Harianjogja.com, SEOUL—Asosiasi Medis Korea (KMA) yang mewakili sekitar 100.000 dokter anggota komunitas akan memilih pemimpin baru di tengah aksi dokter mogok di Korea Selatan (Korsel), Selasa (26/3/2024). Kedua calon pemimpin sama-sama menentang kebijakan pemerintah yang menambah kuota pendaftaran sekolah kedokteran.
Kedua kandidat ketua KMA adalah Ketua Asosiasi Pediatri Korea Lim Hyun-taek dan Ketua Juru Bicara KMA Joo Soo-ho. Kedua kandidat sangat menentang desakan pemerintah untuk meningkatkan kuota pendaftaran.
Advertisement
Lim berpendapat jumlah kursi penerimaan sekolah kedokteran harus dikurangi dan KMA tidak akan melakukan negoisasi. Kecuali pemerintah memecat Wakil Menteri Kesehatan Park Min-soo.
Sedangkan Joo menyatakan KMA tidak akan menerima peningkatan kuota pendaftaran dan tidak perlu melakukan pembicaraan dengan pemerintah.
Sikap garis keras KMA berbeda dengan kelompok profesor kedokteran lainnya yakni Asosiasi Profesor Medis Korea yang berjanji untuk memainkan peran sebagai mediator antara komunitas dokter dan pemerintah di tengah kebuntuan tersebut.
Baca Juga
Profesor Ikut Undur Diri, Layanan Kesehatan Korsel Makin Buntu
Pemerintah Korsel Menangguhkan Izin Medis Dokter yang Mogok Kerja
Aksi Dokter Mogok di Korsel Bikin Tingkat Penerimaan Publik Terhadap Presiden Turun
Lebih dari 90% dari 13.000 calon dokter di Korsel melakukan pemogokan dalam bentuk pengunduran diri massal sejak 20 Februari untuk memprotes keputusan pemerintah untuk meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi dari saat ini 3.058 kursi.
Namun demikian, para profesor kedokteran yang merupakan dokter senior di rumah sakit universitas besar juga mulai mengajukan pengunduran diri secara massal pada pekan ini, meskipun berjanji untuk tetap bekerja untuk sementara waktu.
Pemerintah Korea Selatan berupaya meningkatkan kuota penerimaan pasien untuk mengatasi kekurangan dokter, khususnya di daerah pedesaan dan bidang medis penting seperti bedah berisiko tinggi, pediatri, kebidanan, dan pengobatan darurat.
Kendati demikian, para dokter berpendapat bahwa kenaikan kuota akan membahayakan kualitas pendidikan dan layanan kedokteran serta menciptakan surplus dokter.
Para dokter menyatakan pemerintah harus memikirkan cara untuk lebih melindungi mereka dari tuntutan malpraktik dan memberikan kompensasi untuk mendorong lebih banyak dokter berpraktik di bidang yang dikategorikan tidak populer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- TNI Akan Garap Lahan 43 Ha di Bekasi untuk Pertanian-Peternakan
- Rusia Siap Ikut Dialog Trilateral dengan AS-Ukraina
- Bajrakitiyabha, Putri Kerajaan Thailand Harus Jalani Perawatan
- Politisi Muda Finlandia Eemeli Peltonen Diduga Bunuh Diri
- Hubungan Australia-Israel Memanas, Pemimpin Kedua Negara Saling Sindir
Advertisement

Polemik Tanah Kas Desa Srimulyo, Pemkal Konsultasi ke Pemkab Bantul
Advertisement

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul
Advertisement
Berita Populer
- Ukraina Bakal Beli Senjata ke AS Senilai US$100 Miliar
- Hasil Survei 100 Hari Masa Kepausan, Popularitas Paus Leo XIV Naik
- Menteri Hukum Tegaskan Indonesia Raya dan Lagu Nasional Lain Bebas Royalti
- Wakil Ketua DPR: Gaji Tidak Naik, Hanya Tunjangan Rumah Rp50 Juta per Bulan
- Presiden Ukraina Zelenskyy Siap Bertemu Putin
- Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden jadi 8 Tahun, Ini Kata Ketua MPR
- Putri Candrawathi Istri Ferdy Sambo, Dapat Remisi 9 Bulan
Advertisement
Advertisement