Advertisement
Kontroversi ACT, Dana Umat Diduga Dibisniskan dan Mengalir ke Teroris Al-Qaeda

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan sejumlah temuan mencurigakan, terkait aktivitas keuangan yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Hal ini terkait dengan isu dugaan penyelewengan dana donasi ACT untuk kepentingan pribadi.
Advertisement
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan lembaganya telah memantau aktivitas keuangan ACT sejak 2018 silam. Setiap tahun, perputaran dana atau arus kas ACT bisa mencapai Rp1 triliun setiap tahunnya.
BACA JUGA: Polda DIY Tetapkan Dua Tersangka dalam Rentetan Kericuhan Babarsari
“Jadi, dana masuk dan keluar itu per tahun itu perputarannya sekitar Rp1 triliun,” kata Ivan dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).
Dana Umat Dipakai Bisnis
Ivan membeberkan bahwa dana donatur yang dihimpun ACT tidak langsung diberikan kepada para penerima. Menurutnya, duit donasi itu diputar dulu secara bisnis. Alhasil, dari proses bisnis itu, ACT mendapatkan keuntungan.
"Jadi kita menduga ini merupakan merupakan apa transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis jadi tidak murni menerima dan menghimpun dana kemudian disalurkan, tapi kemudian dikelola dulu di dalam bisnis tertentu,” ujar Ivan.
Dia menyebut dalam terdapat beberapa transaksi dengan suatu perusahaan selama dua tahun terakhir. Nilai transaksinya, kata Ivan mencapai Rp30 miliar.
Mengalir ke Al-Qaeda
PPATK juga mendapati ada dana ACT yang mencurigakan dan mengalir ke luar negeri. Bahkan, diduga bahwa dana tersebut mengalir ke jaringan teroris Al-Qaeda.
Dugaan ini disimpulkan PPTAK setelah mengkaji data ACT dan menemukan nama 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena diduga terkait dengan Al-Qaeda.
“Berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak, ini masih diduga ya, terkait Al-Qaeda,” ucap Ivan.
PPATK pun menemukan aliran dana yang mengarah ke orang-orang yang diduga terlibat jaringan teroris. PPATK juga menemukan beberapa transaksi dilakukan per individu oleh petinggi dari ACT ke beberapa negara seperti Turki, Bosnia, Albania, dan India.
“Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus. Kemudian ada juga salah satu karyawan yang melakukan transaksi selama periode 2 tahun ke negara-negara berisiko tinggi terkait terorisme,” ungkap Ivan.
Untuk memastikannya, Ivan mengatakan bahwa pihaknya masih mengkaji lebih dalam terkait dengan aliran dana yang digalang ACT tersebut.
Bareskrim
Sementara itu, Bareskrim Polri menyelidiki laporan dugaan penipuan dan keterangan pemalsuan akta autentik dengan terlapor petinggi organisasi sosial ACT dengan memintai keterangan sejumlah pihak.
Dua petinggi ACT yang dilaporkan adalah Ibnu Khadjar dan Ahyudin, sedangkan pelapor adalah perusahaan PT Hydro. Laporan tersebut terdaftar dengan laporan polisi nomor LP/B/0373/VI/2021/Bareskrim tertanggal 16 Juni 2021.
"Laporan masih penyelidikan," kata Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Presiden ACT Ibnu Khajar pun membantah soal adanya dugaan dana umat untuk kepentingan terorisme.
“Kalau ada alokasi, dana yang mana? Kita tidak pernah ada bantuan ke teroris, kemanusiaan itu tidak boleh nanya ke siapa yg kami bantu,” ucap Ibnu saat konferensi pers beberapa waktu lalu.
Diblokir PPATK
Ivan menyatakan bahwa PPATK per hari ini memblokir atau membekukan 60 rekening milik Yayasan ACT
"Per hari ini, putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan," tutur Ivan.
Pemblokiran ini dilakukan berdasarkan temuan dari PPATK bahwa pengelolaan keuangan yang mengalir di Yayasan ACT diduga bukan menghimpun dana untuk langsung dialirkan kepada tujuan sumbangan, tetapi dikelola secara bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Adik Ipar Ganjar Pranowo Dituntut 5,5 Tahun Penjara karena Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Gintung
- Akan Tenggelam, Ribuan Warga Tuvalu Ajukan Visa Iklim untuk Bermigrasi ke Australia
- Buntut Tragedi di Maluku Tenggara, UGM Evaluasi Sistem KKN
- Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI Somasi Gibran, Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres
Advertisement

Keputusan MK 135 Belum Jadi Solusi Persoalan Demokrasi Elektoral
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Jumlah Jemaah Haji Meninggal Dunia Terus Bertambah, Capai 418 Orang
- Dirut Sritex Iwan Lukminto Klaim Uang Tunai Rp2 Miliar Disita Kejagung Adalah Tabungan Keluarga
- Viral Video Pria Pamer Senjata Api dan Mengaku dari Ring 1 Istana, Pelaku Diringkus Polisi
- KPK Cekal Mantan Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan EDC
- Kejagung Periksa Pihak Google Terkait Penyidikan Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
- Kemenag Siapkan Regulasi Terkait Tata Kelola Rumah Doa
- Api Melahap RS Hermina Jakarta, Polisi Selidiki Penyebab Kebakaran
Advertisement
Advertisement