Advertisement

KSPI Nilai Menaikkan BPJS Harusnya Tidak Sepihak

Nyoman Ary Wahyudi
Kamis, 14 Mei 2020 - 13:17 WIB
Sunartono
KSPI Nilai Menaikkan BPJS Harusnya Tidak Sepihak Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal diperiksa polisi dalam kaus hoaks dengan tersangka Ratna Sarumpaet - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai langkah Presiden Joko Widodo untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai inkonstitusional atau cacat hukum, karena tidak memperoleh persetujuan dari masyarakat.

“Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan harusnya tahu BPJS Kesehatan itu bukan BUMN tetapi berbentuk badah hukum publik. Sehingga tidak bisa sepihak naikin iuran,” kata Iqbal kepada JIBI/Bisnis, Jakarta, pada Kamis (14/5/2020).

Advertisement

Iqbal berpendapat badan hukum publik dalam hal ini BPJS Kesehatan memiliki empat unsur yakni pemerintah yang membayar iuran melalui PBI, unsur pengusaha yang membayar 4 persen per bulan, unsur buruh yang membayar iuran satu persen dari upah per bulan dan masyarakat dengan membayar iuran secara mandiri.

“Jadi kalau pemerintah mau menaikkan iuran, dia enggak bisa sepihak. Harus minta persetujuan dari pemilik BPJS yakni tiga unsur yang lain tadi. Siapa representasinya? Tentu DPR RI,” ujarnya.

Dengan demikian, dia menegaskan, setiap kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus ada persetujuan dari DPR RI yang telah dimanatkan oleh undang-undang.

“Saya melihat langkah kenaikan iuran BPJS ini melanggar UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,” tuturnya.

Pemerintah telah merilis Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan pada Rabu (6/5/2020).

Melalui aturan tersebut, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali naik setelah kenaikan pada tahun ini dibatalkan.

Seperti diketahui, Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 7/P/HUM/2020 membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).

Putusan MA tersebut membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Januari 2020. Batalnya kenaikan iuran membuat besaran iuran akan kembali seperti besaran yang dibayarkan peserta sebelumnya.

Namun, dengan Perpres No.64/2020, iuran BPJS Kesehatan kembali naik. Beleid ini mengatur besaran iuran bagi sejumlah segmen peserta dan mengubah sejumlah komposisi pembayaran iuran oleh pemerintah bagi peserta yang memperoleh bantuan iuran.

Pasal 34 Ayat 1 dari Perpres tersebut mengatur bahwa pada 2020, peserta mandiri Kelas III membayar iuran sebesar Rp25.500. Pemerintah pusat menambahkan bantuan iuran Rp16.500 untuk setiap peserta mandiri, sehingga total iurannya menjadi Rp42.000.

Adapun, peserta mandiri Kelas III yang sebelumnya iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari penduduk yang didaftarkan pemerintah itu, besaran iurannya sebesar Rp25.500.

Besaran iuran Kelas III yang dibayarkan peserta mandiri maupun yang dibayarkan oleh pemerintah daerah akan meningkat pada 2021 menjadi Rp35.000. Namun, besaran iuran yang dibayarkan pemerintah pusat menjadi Rp7.000, sehingga total iuran peserta mandiri per orang per bulannya tetap Rp42.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Usulan Formasi PPPK-CPNS 2024 Disetujui Pusat, Pemkab Bantul: Kami Tunggu Kepastian Alokasinya

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement