Advertisement

Ada Kisah Pilu di Wisuda UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Ginanjar Saputra
Kamis, 28 Februari 2019 - 15:57 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Ada Kisah Pilu di Wisuda UIN Ar-Raniry Banda Aceh Bukhari (kiri), mewakili putrinya, Rina Muharrami, pada wisuda di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Rabu (27/2 - 2019). (Instagram/@uin_arraniry_official)

Advertisement

Harianjogja.com, BANDA ACEH--Bahagia berubah jadi pilu. Begitulah kira-kira ungkapan yang tepat untuk menggambarkan suasana wisuda hari kedua Univeritas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Rabu (27/2/2019). 

Dalam acara wisuda tersebut, seorang pria berpeci menaiki podium mengambil ijazah. Pria tersebut merupakan Bukhari, ayah dari Rina Muharrami mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh asal Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar yang meninggal dunia beberapa pekan sebelum hari wisudanya.

Advertisement

Bukhari dengan pakaian yang berbeda dengan wisudawan lainnya, mewakili putrinya yang sudah dipanggil Sang Khalik, untuk mengambil ijazah. Seperti layaknya wisudawan lainnya, sang ayah naik ke podium untuk menerima ijazah mendiang putrinya. Suasana pilu pun tak mampu dihindari sejumlah orang yang hadir di wisuda tersebut.

Dikutip dari laman resmi UIN Ar-Raniry, Rina Muharramia adalah mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Ia meninggal dunia tiga belas hari setelah menjalani sidang skripsi sarjana di UIN Ar-Raniry, tepatnya pada 5 Februari 2019 pukul 04.15 WIB, karena tifus.

Gadis kelahiran Bayu, 16 Mei 1996 itu adalah putri pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Bukhari dan Nurbayani. Nisaul Khaira, yang merupakan sahabat Rina, mengungkapkan tifus yang mendera Rina sudah sangat parah sebelum ia meninggal dunia.

"Meninggal karena sakit tifus, cuma sudah parah. Kata dokter pas malam terakhir, atau pas besoknya dia meninggal, saya jenguk dan saya tanya hasil pemeriksaannya sama ayah almarhumah. Ternyata tifus sudah tahap paling tinggi, sampai kena saraf," kata Nisaul.

Rina memang telah menderita tifus selama kurang lebih satu bulan. Bahkan ia sempat koma dan dirawat di ICU Rumah Sakit Meuraxa, Kabupaten Aceh Besar. "Sebenarnya demamnya sudah sebulan gitu, naik turun sudah berobat kemana-mana. Cuma mulai drop lebih kurang 4 hari, dan koma di ICU Meuraxa sampai dia meninggal sebelum Subuh jam 04.15. Allah lebih sayang Rina," lanjut Nisaul.

Rina di Mata Teman

Di mata teman-temannya, Rina dikenal sebagai sosok yang sangat menginspirasi. Putri dari orang tua yang bekerja sebagai petani itu juga dikenal sebagai mahasiswa yang tekun dan sederhana.

"Orangnya super simpel dan perhatian luar biasa sama sahabat-sahabatnya. Kalau sama saya, dia selalu ketawa walaupun lagi sakit. Kemarin pas sidang bawaannya ketawa-ketawa aja karena saya buat lucu gitu. Pokoknya dia inspirasi untuk saya pribadi, karena dia, kenapa saya bisa niat kejar skripsi. Dia motivator bagi saya," ungkap Nisaul.

Selain sebagai mahasiswa, Rina yang juga merupakan guru mengaji tentu memiliki nilai positif di kalangan sahabatnya. Ia merupakan sosok yang selalu mahir memposisikan dirinya dalam setiap keadaan.

"Sahabat yang paling buat saya bangga ketika dalam keadaan apapun dia pandai sekali memposisikan dirinya. Itu yang buat saya salut dan terasa seperti mimpi sekarang dia sudah enggak ada. Enggak bisa diungkapkan saking baiknya Rina. Salutnya lagi, kalau kami lagi ada yang ngegosipin seseorang, dia slalu bilang 'udah-udah ganti topik, jangan ghibah," ujarnya.

Nisaul menjelaskan Rina merupakan satu dari ribuan mahasiswa yang tekun dan berjuang keras dalam mencapai cita-cita. "Dia orangnya sebelum sakit tekun. Setau saya dia enggak punya laptop, tapi dia berusaha untuk pinjam laptop bibinya demi menyelesaikan skripsi, orangnya super sederhana," lanjutnya.

Berprestasi

Selain kesederhanaan yang dimilikinya, ia juga merupakan mahasiswa yang berprestasi. Rina dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas di prodinya.

Bahkan Rina juga mampu menguasai bahasa Jepang dengan baik. Hal itu diakui Ketua Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, Muzakir. "Anaknya aktif, baik, pintar. Bahasa Jepangnya juga bagus," kata Muzakir.

Selama kuliah, ia merupakan mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Kini, ia dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dengan indeks prestasi komulatif (IPK) 3,51.

Sebelum meninggal dunia, Rina memang sudah menyelesaikan seluruh syarat untuk wisuda pada semester ini meski belum sempat mengikuti proses yudisium karena sakit.

Kedatangan ayah Rina mewakili putrinya di wisuda itu tak lepas dari inisiatif pihak Prodi Pendidikan Kimia UIN Ar-Raniry. "Kami menyematkan bentuk penghargaan untuk perjuangan ayahnya terhadap Rina, dan juga terhadap perjuangan Rina sendiri, dan tepat hari ini, ayah kandungnya langsung yang hadir untuk mengambil ijazah tersebut," jelasnya.

Viral

Kini video detik-detik ayah Rina menghadiri wisuda tersebut viral di media sosial setelah diunggah di akun Instagram milik UIN Ar-Raniry, @uin_arraniry_official, Rabu (27/2/2019). Tak sedikit warganet yang mengaku menitikkan air mata menonton video tersebut. Ucapan duka cita dan doa untuk Rina Muharrami pun ramai dipanjatkan warganet di media sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Solopos.com

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Kereta Bandara YIA Sabtu 27 April 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 03:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement