Advertisement

LONG-FORM: Korupsi, Noda Hitam Dana Desa

Hafiyyan & Fitri Sartina Dewi
Sabtu, 16 Februari 2019 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
LONG-FORM: Korupsi, Noda Hitam Dana Desa Logo KPK - Antara/Rival Awal Lingga

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA--Penyerapan Dana Desa yang terus meningkat setiap tahun menjadi tinta emas bagi pemerintah. Serapan anggaran yang tinggi tentunya menumbuhkan kesejahteraan dan perekonomian perdesaan.

Namun, ada pula catatan pengelolaan Dana Desa bernoda hitam akibat tingginya angka korupsi. Yang semakin membuat miris, anggaran desa menempati peringkat aktor-aktor korupsi terbanyak dari 9 sektor lainnya pada 2018.

Advertisement

Indonesia Corruption Watch (ICW) baru saja merilis laporan bertajuk Tren Penindakan Korupsi 2018. Jumlah kasus mencapai 454 kejadian dengan kerugian negara Rp5,6 triliun. Kasus itu melibatkan 1.087 tersangka.

Dari data nasional tersebut, korupsi sektor anggaran desa mencapai 96 kasus dengan kerugian negara Rp37,2 miliar. Perinciannya, proyek infrastruktur 49 kasus dengan nilai kerugian Rp17,1 miliar, dan noninfrastruktur sebanyak 47 kasus dengan kerugian Rp20 miliar.

Anggaran desa yang paling rawan dikorupsi mencakup tiga subsektor, yakni Anggaran Dana Desa (ADD), Dana Desa (DD), dan Pendapatan Asli Desa (PADes). Selain itu, sektor sosial kemasyarakatan, seperti dana bencana alam, juga rentan disalahgunakan.

Peneliti ICW Egi Primayogha menyampaikan, modus korupsi Dana Desa bisa bermacam-macam, bergantung kepada titik rawannya. Ada empat titik yang rawan penyelewengan, yakni perencanaan anggaran, evaluasi penyaluran anggaran, implementasi anggaran, dan PADes.

“Berdasarkan penelitian sepanjang 2018, kami identifikasi ada 4 titik yang rawan korupsi Dana Desa,” tuturnya saaat dimintai konfirmasi Bisnis.

Berbagai bentuk korupsi yang terjadi ialah mem-plotting atau mengatur pengerjaan proyek, membuat proyek fiktif, dan memanipulasi tender. Pelaku korupsi Dana Desa umumnya ialah kepala desa. Namun, tidak menutup kemungkinan perangkat lain, seperti wali kota, camat, gubernur, dan DPRD turut terlibat.

Sebagai aktor pelaku korupsi, kepala desa yang terseret mencapai 102 orang pada 2018. Selanjutnya, kepala daerah sebanyak 37 orang, dan aparat desa sejumlah 22 orang. Kepala daerah mencakup gubernur 2 orang, wali kota dan wakilnya 7 orang, serta bupati 28 orang.

Pada 2018, pemerintah kabupaten menjadi lembaga dengan jumlah korupsi tertinggi, yakni 170 kasus dengan nilai kerugian negara Rp833 miliar. Adapun, pemerintah desa berada di urutan kedua dengan 104 kasus dan nilai kerugian hingga Rp1,2 triliun.

Untuk memerangi kasus korupsi di perdesaan, Egi memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, warga dan perangkat desa harus kritis serta aktif memantau aliran Dana Desa. Jangan sampai anggaran itu diselewengkan oleh pemerintah daerah, ataupun pemerintah pusat.

Kedua, Inspektorat Daerah harus mengetatkan pengawasan anggaran desa. Independensi di inspektorat daerah juga diperlukan agar tidak ada intervensi yang dilakukan kepala daerah terkait dengan fungsi pengawasan.

Dengan berkurangnya kasus korupsi di tingkat pemerintah daerah dan pusat, penggunaan Dana Desa diharapkan dapat lebih optimal dan bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Pemadaman Jaringan Listrik di Kota Jogja Hari Ini, Cek Lokasi Terdampak di Sini

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 06:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement